Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memiliki sejumlah program literasi yang menyasar peningkatan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi multibencana di Indonesia. Sejumlah program tersebut di antaranya Sekolah Lapang Iklim (SLI), Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) dan Sekolah Lapang Gempa Bumi (SLG).
"Sekolah lapang ini tidak sekadar menghasilkan produktivitas yang tangguh, untuk ketahanan pangan, tidak hanya itu, tapi ketahanan kehidupan manusia," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam sambutannya secara daring pada Rabu (23/3) di acara "Festival Sekolah Lapang BMKG" menyambut Hari Meteorologi Dunia ke-72.
Kegiatan tersebut diikuti internal BMKG, unsur kementerian dan atau lembaga, anggota DPR, para petani, nelayan, masyarakat serta unsur lainnya. Para peserta Sekolah Lapang Nasional menyatakan rasa terima kasihnya atas pelatihan soal iklim dan cuaca sehingga memberi manfaat dalam kehidupan keseharian.
Dwikorita mengatakan sejumlah Sekolah Lapang oleh BMKG merupakan bentuk tanggung jawab dalam membangun kesadaran publik dan pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan pemanfaatan informasi cuaca, iklim dan gempa bumi.
Dalam beberapa kesempatan, Dwikorita menyebut SLI merupakan program literasi menyasar para pelaku sektor pertanian terutama di tataran akar rumput. SLI telah melatih lebih dari 15 ribu peserta yang terkait dengan sektor pertanian dan sektor lainnya dalam sepuluh tahun terakhir.
Program SLI memberikan literasi iklim berbasis pembelajaran modul dan mengawal penerapannya di sektor pertanian selama satu musim tanam pada komoditas tertentu. Materi diberikan berbasis kebutuhan riil informasi iklim dan kasus yang terjadi di lapangan.
"SLI terbukti berhasil meningkatkan kapasitas pemahaman informasi cuaca dan iklim lebih dari 15 ribu peserta. Secara umum, SLI berkontribusi meningkatkan produktivitas pertanian rata rata 20-30 persen," kata dia.
Pada sektor kelautan dan wilayah pesisir, Dwikorita mengatakan BMKG mengembangkan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN). SLCN merupakan literasi informasi cuaca dan iklim dengan target masyarakat nelayan dan pesisir yang rentan terhadap kejadian cuaca ekstrim dan perubahan iklim.
SLCN bertujuan meningkatkan pemahaman nelayan dan penyuluh perikanan terhadap informasi cuaca dan iklim BMKG serta pemanfaatannya dalam meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan aktivitas masyarakat di laut dan wilayah pesisir.
BMKG, kata dia, juga hadir dalam memberikan edukasi mengenai informasi gempabumi dan tsunami melalui Sekolah Lapang Gempa Bumi (SLG). Lewat SLG, BMKG memberikan informasi mengenai potensi bahaya gempabumi dan tsunami di daerah pelaksanaan. Sejak Tahun 2021, pelaksanaan Workshop SLG fokus pada edukasi gempabumi dan tsunami sekaligus menjadi wadah BMKG bersama masyarakat/komunitas untuk membentuk Masyarakat Siaga Tsunami (Tsunami Ready Community).
Pelaksanaan SLG 2021 telah menghasilkan tujuh masyarakat siaga tsunami yang telah diakui secara Nasional dan sedang dalam proses pengakuan internasional dari UNESCO.
Pada pelaksanaan workshop SLG, BMKG juga membantu pemerintah daerah dengan memberikan Peta Bahaya Tsunami di lokasi pelaksanaan. Hal tersebut bertujuan agar sebagai acuan pemerintah daerah dalam menyusun mitigasi gempabumi dan tsunami di daerahnya.
"Sebagai jantung wilayah tropis dan termasuk dalam gugusan ring of fire, Indonesia memiliki potensi risiko tinggi terhadap ancaman kejadian bencana hidrometeorologi dan gempa bumi. Penyediaan informasi cuaca, iklim dan gempa bumi yang disertai dengan kemampuan masyarakat pengguna dalam memahami dan menerapkannya dalam kehidupan diyakini dapat meminimalisir potensi kerugian dan kehilangan dampak bencana tersebut," katanya.