Jakarta, (19/6). Akhir-akhir ini, kita dikagetkkan dengan pemberitaan di media massa dengan peristiwa yang terjadi di Gowa dan baru-baru ini saat kita masih dalam suasana lebaran, kita pun dikejutkan dengan kecelakaan tenggelamnnya kapal di Danau dan hingga saat ini masih dilakukan pencarian korban. Menyadari kondisi ini, Selasa malam di Kantor BMKG Pusat dilakukan jumpa pers yang dipimpin oleh Sekretaris Utama, Drs. Untung Merdijanto, M.Si. terkait kondisi cuaca yang terjadi pada musibah kecelakaan di Danau Toba serta seminggu ke depan dan perkembangan musim kemarau 2018.
Seperti yang diutarakan Kepala BMKG, Dr. Dwikorita Karnawati melalui video conference di Jenewa mengutarakan bahwa masyarakat perlu mewaspadai kondisi cuaca ekstrim yang terjadi akhir-akhir ini, meskipun pada Juni ini, sebagian besar wilayah Indonesia telah masuk musim kemarau.
"Berdasarkan pantauan BMKG, bahwa 7 hari ke depan diprakiran masih akan terjadi anomali cuaca akibat adanya tekanan rendah di Samudera Pasifik sebelah timur Filipina, serta udara basah dari Samudera Hindia dan sirkulasi siklonik di wilayah Samudera Hindia Barat Bengkulu, Selat Karimata, dan Selat Makassar yang mengakibatkan adanya pola pertemuan aliran udara di Bagian Selatan Kalimantan, Perairan Selatan Bangka Belitung, Sumatera Selatan-Lampung, Bengkulu hingga Samudera Hindia," tutur Dwikorita.
Ia pun menambahkan terdapat belokan angin di wilayah Aceh dan Sumatera Utara. Kondisi inilah yang menyebabkan peningkatan cuaca ekstrim, seperti hujan sedang-lebat yang disertai petir dan kilat serta angin kencang yang terjadi di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan.
Potensi cuaca ekstrim pun dapat menyebabkan terjadinya potensi gelombang tinggi 2.5 hingga 4.0 meter yang diprakirakan terjadi di Perairan Utara dan Barat Aceh, Perairan Utara Sabang, Perairan Barat Pulau Simeuleu hingga Kep. Mentawai, Perairan Bengkulu hingga Perairan Barat Lampung, Selat Sunda bagian selatan, Perairan Selat Jawa hingga Sumbawa, Selat Bali-Lombok-Alas bagian selatan, Perairan Selatan P. Sumba-P. Sawu, Laut Timor Selatan NTT, Samudera Hindia Barat Sumatera hingga selatan NTT.
Sementara Deputi Bidang Meteorologi, Drs. Mulyono R Prabowo di depan media massa mengutarakan bahwa BMKG terus memberikan layanan informasi cuaca di berbagi sektor penerbangan, dan kemaritiman sebagai langkah kesiapsiagaan terhadap kemungkinan dampak dari cuaca ekstrim.
"Puncak musim kemarau terjadi pada diprakirakan terjadi pada Agustus-September 2018 dan berakhir pada November 2018, seiring dengan awal musim hujan 2018/2019,"imbuh Prabowo.
Prabowo pun menambahkan musim kemarau bukan berarti tidak ada potensi hujan sama sekali. Selain itu, mengingat bentangan wilayah Indonesia yang luas, bisa mengakibatkan suatu wilayah sudah tidak ada hujan sama sekali, Namun ditempat lain kita masih mendengar atau masih mencatat hujan dengan intensitas tinggi.
Terkait dengan kejadian tenggelamnya kapal di Danau Toba, Prabowo mengungkapkan di depan media massa bahwa pihak BMKG telah memberikan peringatan dini terkait cuaca di Sekitar Danau Toba , Sumatera utara.
"Untuk wilayah Samosir memiliki potensi terjadinya cuaca ekstrim, seperti hujan lebar, kemudian berdasarkan catatan dari Automatic Weather Station BMKG di Parapat, tecatat adanya peningkatan kecepatan angin, yaitu 12 knots," ucap Prabowo.
Kondisi inilah yang memicu ketinggian ombak kurang lebih 75 cm atau 0.75 m sampai 1.25 m. "Jika kita melihat resikonya memang berbeda-beda, tergantung pada kapal yang terdampak," jelasnya.
Prabowo pun menghimbau agar masyarakat yang sedang berlibur di wisata pantai perlu mewaspadai gelombang tinggi, seperti di Pantai Parangtritis,Yogyakarta sebelah timur beberapa hari ke depan adanya peningkatan gelombang tinggi.