Penulis:
Kejadian fenomena embun upas di kawasan Candi Arjuna dataran tinggi Dieng Banjarnegara pada Tahun 2021 diawali pada Bulan Mei, tepatnya tanggal 10 Mei 2021 [1]. Kejadian berikutnya terjadi pada tanggal 7 Juli 2021 [2] dan berita terakhir menyebutkan terjadi lagi pada tanggal 15-16 Juli 2021 [3]. Menariknya, fenomena tersebut dibarengi dengan adanya fenomena suhu yang dingin atau dalam istilah bahasa jawa adalah bediding.
Embun upas atau bun upas menurut penduduk Dieng adalah Embun Racun, fenomena ini ketika suhu menjadi sejuk, lantas turunlah embun-embun yang dingin lagi beku. Embun inilah yang menyelimuti tanaman kentang. Dinamai "upas" karena memang efeknya membuat kentang mati tersiakan [4]. Beberapa faktor yang berperan terbentuknya embun beku yang didahului suhu dingin ekstrem di Dieng antara lain adalah gerak semu matahari, intrusi suhu dingin dan laju penurunan suhu terhadap ketinggian [5].
Bediding dalam bahasa jawa bedhidhing, adalah istilah untuk menyebut perubahan suhu yang mencolok khususnya di awal musim kemarau. Suhu udara menjadi sangat dingin menjelang malam hingga pagi, sementara di siang hari suhu melonjak hingga panas menyengat [6]. Menurut BMKG dalam rilisnya, fenomena suhu udara dingin sebetulnya merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau (Juli - September). Saat ini wilayah Pulau Jawa hingga NTT menuju periode puncak musim kemarau. Periode ini ditandai pergerakan angin dari arah timur, yang berasal dari Benua Australia [7].
Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Herizal, mengatakan pada bulan Juli, wilayah Australia berada dalam periode musim dingin. Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia. Angin monsun Australia yang bertiup menuju wilayah Indonesia melewati perairan Samudera Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih dingin, sehingga mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara) terasa juga lebih dingin. Selain dampak angin dari Australia, berkurangnya awan dan hujan di Pulau jawa hingga Nusa Tenggara turut berpengaruh ke suhu yang dingin di malam hari. Sebab, tidak adanya uap air dan air menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer. Tak hanya itu, langit yang cenderung bersih awannya (clear sky) akan menyebabkan panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepas ke atmosfer luar. Kondisi tersebut membuat udara dekat permukaan terasa lebih dingin terutama pada malam hingga pagi hari. Hal ini yang kemudian membuat udara terasa lebih dingin terutama pada malam hari. Fenomena ini merupakan hal yang biasa terjadi tiap tahun, bahkan hal ini pula yang nanti dapat menyebabkan beberapa tempat seperti di Dieng dan dataran tinggi atau wilayah pegunungan lainnya, berpotensi terjadi embun es (embun upas) yang dikira salju oleh sebagian orang.
Hal yang menarik dalam rilis BMKG tersebut adalah adanya keterangan perawanan di langit yang cenderung bersih (clear sky), sehingga masyarakat bisa mencermati (niteni/titen) kondisi tersebut untuk bisa memahami kondisi cuaca yang dirasakan, bahkan dengan kondisi suhu yang lebih dingin dari biasanya bisa memprakirakan secara sederhana potensi terjadinya fenomena embun upas di dataran tinggi dieng. Artikel ini mencoba membahas dari sisi perawanan yang diamati melalui pengamatan citra satelit himawari dan pengamatan suhu minimum di UPT-UPT BMKG yang ada di Jawa Tengah pada tanggal 6 Juli 2021 (00 - 23 UTC).
- Klik tautan ini jika PDF di atas tidak muncul.