BMKG Pasang Seismograf, Pertajam Kecepatan dan Akurasi

  • Rozar Putratama
  • 18 Des 2021
BMKG Pasang Seismograf, Pertajam Kecepatan dan Akurasi

YOGYAKARTA (18 Desember 2021)- Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati meresmikan pemasangan sensor seismograf di Kecamatan Candi Abang, Yogyakarta, Sabtu (18/12). Pemasangan seismograf dengan kode Sensor SYJI tersebut menandai dimulainya instalasi 17 seismograf di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam peresmian tersebut, juga dilakukan live streaming ruang operasional Pusat Gempa Nasional guna memastikan data seismograf dengan kode stasiun SYJI ini telah masuk dengan baik dalam sistem Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS)

Dwikorita memaparkan, sebelumnya telah terpasang sebanyak 411 sensor dalam Jaringan Sistem Monitoring Gempabumi. Dengan tambahan 17 sensor ini, maka saat ini telah terpasang 428 sensor.

Adapun penentuan jumlah dan lokasi penempatan sensor, kata dia, berdasarkan historis sumber-sumber gempabumi yang telah terjadi yaitu pertemuan antar lempeng tektonik seperti Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik dan Lempeng filipina, serta sesar/patahan aktif yang telah teridentifikasi. Hal tersebut telah dievaluasi dan diperhitungkan oleh BMKG bersama Tim Ahli dari Insititut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) dibawah koordinasi Prof Nanang Puspito.

"Pembangunan shelter dan jaringan seismograf ini diperlukan untuk merapatkan jaringan guna meningkatkan performa kecepatan dan keakuratan informasi dan peringatan dini tsunami di BMKG," imbuh Dwikorita.

"Dengan adanya penambahan seismograf ini, kami ingin maksimalkan dalam memberikan layanan informasi cuaca, iklim, gempa bumi serta tsunami secara cepat, tepat, dan akurat," tambah dia.

Dwikorita menyebut, sejak tahun 2016, BMKG semakin menyadari bahwa Indonesia adalah wilayah yang sangat rawan bencana namun tidak dibekali dengan persenjataan teknologi yang canggih. Atas dasar itulah, BMKG terus melakukan penambahan dan pembaharuan alat dan teknologi guna menjaga keselamatan masyarakat terhadap bencana.

Termasuk, kata dia, pemasangan sensor gempa di Kawasan Candi Abang, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, ini dilakukan untuk meningkatkan kecepatan dan akurasi informasi peringatan dini gempa besar dan tsunami kepada masyarakat. Mengingat wilayah Yogyakarta sendiri memiliki potensi kegempaan yang bersumber dari sesar-sesar aktif seperti sesar naik Opak dan zona subduksi (lempeng indo-Australia dan lempeng Eurasia) di selatan Jawa.

Dwikorita menegaskan, meskipun fenomena gempabumi dan tsunami tidak dapat diprediksi, namun dampaknya dapat diminimalisir melalui kecepatan analisa gempabumi dengan jaringan seismograf yang rapat, pemodelan tsunami yang presisi, penyebaran informasi yang meluas ke masyarakat dan pendidikan mitigasi bencana yang tepat.

Keberadaan Sistem Monitoring dan Peringatan Dini Tsunami, lanjut Dwikorita merupakan wujud kemajuan dan kesiapsiagaan Indonesia dalam upaya mencegah, atau paling tidak dalam upaya mengurangi dampak dari bahaya gempa bumi dan tsunami, yang dapat timbul kapan saja dan di mana saja.

"Ini ikhtiar BMKG untuk menjaga bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman Gempa Bumi dan Tsunami. Semoga masyarakat Indonesia semakin sadar dan juga tangguh dalam menghadapi bencana," pungkasnya.

Sementara itu Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami, Bambang Prayitno menjelaskan bahwa frekuensi gempa bumi di Indonesia setiap tahun cenderung terus meningkat. Jika dalam kurun waktu 2008-2016 rata-rata terjadi sebanyak 5.000-6.000 kali dalam setahun, maka di tahun 2017, jumlahnya meningkat menjadi 7.169 kali. Angka tersebut kemudian naik kembali di tahun 2019 menjadi lebih dari 11.500 kali. Dalam hal bencana tsunami, selama periode tahun 1600 - Oktober 2021, telah terjadi 246 kali tsunami di Indonesia.

"Kedepannya kami akan mencoba terus berusaha dan berupaya untuk menambah sensor yang akan tersebar di seluruh wilayah Indonesia, sehingga dengan semakin rapatnya jaringan sensor tersebut dapat meningkatkan kecepatan dan ketepatan, juga akurasi perhitungan magnitudo gempabumi," ujar Bambang.

Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan bahwa Pemprov DIY menyambut baik dan mengapresiasi Peresmian Dan Uji Fungsi Aloptama Tahun 2021 sebagai upaya penguatan "Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS)". Menurutnya, posisi geografis Indonesia di ring of fire memang mengharuskan semua masyarakat senantiasa waspada terhadap bencana erupsi gunung api, gempa bumi, dan tsunami untuk menghindari jatuhnya korban jiwa.

Sri Sultan berharap BMKG dapat semakin giat mengedukasi masyarakat agar mandiri dalam mitigasi ataupun pencegahan korban jiwa dan kerugian sosial ekonomi. Selain itu, kolaborasi dengan berbagai pihak juga harus dilanjutkan dan di-up grade sesuai kebutuhan.

Senada, Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo mengatakan bahwa pihaknya sangat menyambut baik atas penyelenggaraan uji fungsi Alat Operasi Utama (Aloptama) sekaligus peresmian shelter di Candi Abang Padukuhan Blambangan, Kalurahan Jogotirto, Kapanewon Berbah, Kabupaten Sleman.

Kustini juga menyampaikan apresiasi kepada BMKG atas upaya mitigasi yang dilakukan melalui aloptama untuk peringatan dini gempa bumi dan tsunami serta keberadaan shelter.

"Semoga melalui upaya ini, risiko bencana dapat ditekan," imbuhnya. Turut hadir dalam peresmian tersebut, Kepala pelaksana BPBD provinsi yogyakarta Birawa yuswantana, Perwakilan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Nanang, Tim Ahli dari Institut Teknologi Bandung dan Tim Universitas Gadjah Mada. (*)

 

Gempabumi Terkini

  • 21 November 2024, 11:28:54 WIB
  • 3.0
  • 5 km
  • 6.96 LS - 107.15 BT
  • Pusat gempa berada di darat 15 km tenggara Cianjur
  • Dirasakan (Skala MMI): III Kec. Cibeber
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di darat 15 km tenggara Cianjur
  • Dirasakan (Skala MMI): III Kec. Cibeber
  • Selengkapnya →

Siaran Pers