Jakarta - BMKG menerima kunjungan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) dan Komunitas Seni Sekar Tunjung Biru Tanjung Benoa, Bali di Anjungan Ruang Operasional Geofisika, Kantor Pusat BMKG, Kamis (03/08/2023). Kunjungan yang dihadiri sekitar 65 peserta ini dalam rangka meningkatkan kapasitas bencana di Kelurahan Tanjung Benoa.
Menurut Ketua FPRB Tanjung Benoa, I Wayan Dedi Sumantra kunjungan bertujuan untuk menjalin hubungan baik antara FPRB dengan BMKG dan menambah wawasan. " Untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan agar bisa lebih maju, memahami dan sadar bila terjadi gempa bumi dan tsunami yang berpotensi terjadi di Tanjung Benoa, jadi kita lebih siap."
Kunjungan diterima oleh Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono. Dalam sambutannya, Daryono menjelaskan bahwa Bali adalah kawasan yang rawan terhadap tsunami, artinya wilayah selatan Bali memiliki catatan terjadi beberapa kali tsunami sehingga BMKG memilih Tanjung Benoa untuk disiapkan menjadi Tsunami Ready Community dan sudah mendapat pengakuan internasional dari UNESCO-IOC.
"Ada satu hal yang perlu digarisbawahi bahwa dalam setiap keberhasilan kelompok masyarakat harus ada satu orang sebagai penggerak dan 'Pak Dedi' seorang perubah sejarah, bersemangat, sangat aktif, berinovasi dan mempraktikan diri untuk keselamatan masyarakat khususnya Tanjung Benoa yang sangat jarang ada wilayah kita," tutur Daryono.
Daryono menjelaskan keberlangsungan komunitas tsunami ready ditinjau dari tiga aspek. "Dari aspek ekonomi, dengan diakuinya FPRB masyarakat komunitas Tsunami di Benoa, maka kita bersyukur mempunyai komunitas yang diakui dunia dan terbanyak di Indonesia. Jadi ketika sebuah kawasan yang sudah dinyatakan sebagai siap siaga Tsunami dan merupakan kawasan wisata tentu kita punya upaya untuk bisa memanfaatkan legalitas ini sebagai sebuah sarana untuk dijual kepada masyarakat dunia bahwa Tanjung Benoa itu aman, maksudnya dari aspek bahaya sanggup mengamankan menekan risiko sekecil mungkin, mampu menyediakan mitigasi, mampu menyiapkan tempat evakuasi, mampu menyediakan hotel-hotel aman dengan pegawai yang siap untuk memberikan pertolongan keselamatan," ucap Daryono.
"Itu tentu berbeda dengan tempat wisata yang sama sekali tidak memiliki kapasitas tersebut dan tentunya sertifikasi hotel harus terus digalangkan dan di progres terus sehingga akan tersiar ke dunia bahwa Tanjung Benoa adalah kawasan yang aman untuk wisata," lanjut Daryono.
"dari aspek lingkungan kita harus bisa melestarikan alam agar bisa membuat keberlangsungan, lingkungan yang sudah semakin aman dengan penanaman cemara, bakau, lalu menata lingkungan yang ramah dan menyelamatkan saat terjadi tsunami dengan penyediaan rambu serta tata kelolaan lingkungan, "ujar Daryono.
"Dari Aspek sosial telah terjalin kelompok masyarakat yang kokoh, ada pertemuan kelompok seni, pertemuan terkait mitigasi dan pertemuan rutin juga ada pos-pos yang beroperasi selama 24 jam dengan dipayungi FPRB menjadi sebuah sarana," lanjut Daryono.
Kunjungan dilanjutkan dengan meninjau langsung Ruang Operasional Geofisika. Di Simulator Gempa Bumi, peserta FPRB berkesempatan untuk mencoba merasakan gempa besar yang pernah terjadi di Indonesia. Setelah itu, anggota FPRB diajak ke Museum Geofisika. Peserta dapat melihat dan memahami alat seismograf dan jam atom yang pernah digunakan BMKG tempo lalu. Adapun kunjungan disertai pemberian plakat dan foto bersama di depan Gedung BMKG.