Jakarta, (20/2). Pencemaran udara akibat asap kebakaran hutan dan lahan menjadi persoalan dan perhatian dalam beberapa dasawarsa terakhir. Sejak tahun 2009, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mendapat perhatian luas khususnya di negara Asia Tenggara dan sekitarnya karena peristiwa ini merupakan peristiwa yang mengancam lingkungan dan ekonomi.
Seperti yang kita ketahui, bahwa banyak dampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan daan lahan. Seperti adanya peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) dan penyebaran asap/ aerosol ke negara-negara tetangga. Tidak hanya itu, tetapi juga berdampak terhadap perubahan iklim (dalam jangka panjang) dan dapat menurunkan jarak pandang (visibility) sehingga mengganggu aktivitas transportasi serta ekonomi masyarakat, dan menimbulkan kerugian jiwa akibat gangguan kesehatan
Informasi mengenai tingkat kemudahan terbakarnya hutan/lahan diperlukan untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan/lahan terhadap kesehatan manusia dan kebersihan lingkungan. Salah satu perangkat (tool) yang digunakan BMKG adalah dengan Fire Danger Rating System (FDRS).
FDRS informasi yang - salah satunya - tentang potensi kemudahan terjadinya kebakaran hutan/lahan. Informasi FDRS ini berdasarkan parameter cuaca antara lain Suhu (T), Kelembaban Udara (RH), Angin (W), Curah Hujan dan Tekanan Udara (P). FDRS itu sendri sudah ada sejak tahun 1998 dan telah bekerjasama dengan Kanada dalam FDR, seperti yang diutarakan Kepala BMKG, Dr. Andi Eka Sakya, M. Eng didepan media massa Senin Siang pada kegiatan "Workshop on Indonesian Fire Management Decision-Making: Using Fire Risk Systems and Fire Danger Rating System Tools" yang merupakan kerjasama antara Indonesia dengan kanada.
"Produk informasi FDRS yang ter-update diharapkan dapat dijadikan referensi dalam kebijakan penanggulangan kebakaran hutan/lahan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Daerah setempat dan masyarakat," imbuh Kepala BMKG, Dr. Andi Eka Sakya, M. Eng.
Andi Eka pun menambahkan dalam memberikan informasi FDRS, kita pun menggunakan Fire Weather Index untuk menggambarkan kemudahan kebakaran hutan dan lahan untuk 7 hari kedepan yang dilihat dari parameter cuaca suatu wilayah.
"Pada sistem peringatan dini, kita pun menggunakan citra satelit untuk memberikan informasi terkait pendekteksian kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan karena wilayah kita sangat luas. Menjadi tantangan untuk kita dalam menyediakan informasi hot spot dengan tingkat akurasi yang tinggi dalam waktu real time, "ujar Andi Eka Sakya.
Andi menegaskan melalui workshop ini kita dapat menentukan langkah-langkah apa sajakah untuk memitigasi terkait kebakaran hutan dan lahan, tidak hanya mendapat informasi terkait kebakaran hutan dan lahan.
Sementara Duta Besar Kanada Untuk Indonesia Mac Fathur mengutarakan bahwa Kanada memiliki kemiripan dengan Indonesia yang memiliki hutan tropis.
"Kita berharap melalui pelatihan dan workshop ini Kanada dapat memberikan konstribusi bagi Indonesia dalam sistem manajemen kebakaran dengan ikut membantu dalam mengupgrade FDRS Indonesia sehingga dapat dijadikan langkah untuk melindungi lingkungan dan pencegahan serta mitigasi terhadap perubahan iklim, "ujar Mac Fathur di sela-sela penjelasannya di depan media massa .