Senin (10/7). Indonesia yang diwakili oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bekerjasama dengan Jepang yang diwakili EPRC (Earthquake Prediction Research Japan) melakukan penelitian prediksi gempa bumi dengan menggunakan analisa data yang diperoleh dari menggunakan pendekatan `big data` (data besar) dan pemanfaatan `artificial intelligence `(kecerdasan buatan).
Penadatanganan kerjasama dilakukan Kepala BMKG, Dr. Andi Eka Sakya, M. Eng dengan Perwakilan EPRC, Kasumi Sato. Melalui kerjasama ini diharapkan dapat memperkuat kapasitas kedua lembaga dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat mengembangkan dan meningkatkan kajian prediksi dan prekursor gempa bumi yang telah dan sedang dengan terus-menerus oleh BMKG, maupun EPRC.
Melalui kegiatan penelitian ini diharapkan dapat diperoleh hasil yang lebih akurat dalam rangka mengurangi risiko gempa bumi, serta bencana kolateralnya seperti tsunami, yang nantinya dapat meminimalisir jumlah korban jiwa dan harta benda.
Pada kerjasama ini, BMKG diharapkan dapat menyediakan data pengamatan intensitas gempabumi, data kejadian gempa bumi, data pengamatan tinggi muka air tanah yang dilakukan oleh stasiun prekursor gempabumi dan data global positioning system (GPS). Lebih lanjut, BMKG akan mengkoordinasikan integrasi berbagai data lainnya seperti suhu tanah, konsentrasi gas radon data magnet bumi, dan data intensitas gempabumi di Indonesia, serta sistem terpadu yang dimiliki oleh BMKG, yaitu Ina-TEWS (Indonesia-Tsunami Early Warning System).
Tidak hanya itu, BMKG pun telah siap menyediakan SDM yang berkompeten di bidangnya untuk melaksanakan kegiatan penelitian bersama ini.
" Melalui prekursor gempa bumi kita dapat meneliti tanda-tanda terjadinya gempa bumi, ini menjadi penting karena kalau ini menjadi bagian aktivitas operasional dapat membantu sistem peringatan dini tsunami, "ujar Kepala BMKG, Dr. Andi Eka Sakya, M. Eng di depan media massa.
Saat ini BMKG telah memiliki 8 stasiun pengamatan perkursor guna mengamati geomagnetik, yaitu: stasiun Geofisika Tuntungan, stasiun Geofisika Gunung Stoli, Satsiun Geofisika Pdang Panjang, Stasiun Observasi Liwa, Stasiun Geofisika Kupang, Stasiun Geofisika Tangerang, Stasiun Geofisika Manado, dan Stasiun Geofisika Angkasa Jayapura.
Diakui oleh Andi Eka Sakya, bahwa EPRC telah memilki database yang baik hingga 20 tahun terakhir sehingga dari sinilah BMKG bekerjasama dengan EPRC bagaimana menggunakan `big data` yang diperoleh dari precursor, GPS, elektromagnetik, radon, permukaan, dan permukaan tanah serta pemanfaatan `artificial intelligence` (kecerdasan buatan) untuk memprediksi gempa bumi.
Melalui stasiun inilah diharapkan dapat diperoleh korelasi data-data gempa bumi yang terjadi sebelumnya sehingga kita dapat memprediksi gempa bumi. "Melalui kerjasama inilah, akan menambah keyakinan kami untuk memprediksi gempa bumi,"imbuh Andi Eka Sakya.
Diakui olehnya, untuk memprediksi gempa bumi perlu memikirkan parameter gempa bumi, seperti kekuatan, lokasi, dan kedalaman maka perlu ditingkatkan integrasi sistem yang telah kita miliki.
Lebih lanjut Andi Eka Sakya mengharapkan melalui kerjasama ini, Indonesia dapat belajar terkait `big data` yang baru dirintis oleh Indonesia. EPRS telah melakukan penelitian integrasi `big data` dengan menggunakan sistem superkomputer. "Terkait kegiatan penelitian gempa bumi, BMKG akan menggandeng LIPI dan Lapan,"ujar Andi Eka Sakya.
Disela-sela penjelasan, Andi Eka mengutarakan bahwa jika semua hal ini dilakukan dapat melakukan peringatan dini gempa bumi yang antinya dapat menjadi bagian terpadu dari sistem peringatan dini tsunami sehingga dapat menjadi "negara siap hadapi tsunami."
Seperti yang diakui oleh Shigeyoshi Yagishita, Direktur Manajer EPRC bahwa sebelum2011 terjadi gempa bumi di Jepang, didahului gempa-gempa kecil dibawah 6 SR dari rekaman sensor. 5 tahun terakhir ini EPRC telah dapat memprediksi gempa bumi diatas 6 SR dengan tingat akurasi 82 %," tutur Shigeyoshi .
Untuk konteks Jepang, prediksi dilakukan dengan menganalisa data dalam jumlah sangat besar atas data observasi pergerakan lempeng, tinggi muka air tanah, synthetic aperture radar serta berbagai data internet-of-things lainnya seperti produksi protein pada hewan di seluruh Jepang, gelombang elektromagnetik, serta pasang surut.
EPRC, sebagai platform dan lembaga penelitian nirlaba yang terdiri atas berbagai institusi dan perguruan tinggi di Jepang, akan memfasilitasi penyediaan alih ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk kesuksesan penelitian ini. Di samping itu, sebagai bagian dari "Pengembangan Kemitraan Riset Sains dan Teknologi Jepang yang Berkelanjutan (SATREPS)" atas fasilitasi JST (Japan Science and Technology Agency) dan JICA (Japan International Cooperation Agency), diharapkan peningkatan kapasitas akan diimplementasikan melalui fasilitasi melalui penyediaan beasiswa pendidikan S2 dan S3 dalam bidang prediksi gempa bumi kepada BMKG.