Yogyakarta, 13 November 2023 - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut dampak letusan gunung berapi dapat menimbulkan bahaya signifikan bagi dunia penerbangan. Tidak kurang dari 700 gunung api aktif dan berpotensi aktif telah terdeteksi di Kawasan Asia Tenggara.
"Informasi meteorologi merupakan elemen kunci dalam penanganan abu vulkanik untuk mencegah kecelakaan dan insiden yang disebabkan oleh awan dan partikel abu vulkanik," kata Dwikorita dalam lokakarya bertajuk 'Workshop on Volcanic Ash Impact Handling for Aviation', di Hyatt Regency Hotel Yogyakarta, Senin (13/11).
Lebih lanjut, salah satu tugas BMKG ialah memberikan informasi cuaca penerbangan. Tujuannya, informasi ini bisa diberikan kepada seluruh pihak menjelang erupsi gunung berapi dan sudah disiagakan jangan sampai pesawat sudah mengudara dapat terganggu dengan partikel abu vulkanik.
Partikel abu vulkanik sendiri ketika masuk ke dalam ruang mesin pesawat tentunya dapat mengakibatkan hal fatal. Sehingga, informasi cuaca penerbangan ini ialah deteksi dini (early warning) bagi seluruh pihak—utamanya dunia aviasi.
Melihat fakta dampak bahaya abu vulkanik, menuntut adanya tindakan terukur yang diambil oleh seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan keselamatan dalam dunia penerbangan. Hal ini juga sebagai langkah memastikan keberlanjutan dunia aviasi jika terjadi semburan abu vulkanik yang suatu waktu bisa terjadi.
Buruknya dampak abu vulkanik, Dwikorita menekankan perlu adanya respon informasi antar penerbangan berbasis regional yang melibatkan banyak negara. Oleh karenanya, pengetahuan dan pemahaman yang sama dari seluruh pihak mengenai prosedur informasi abu vulkanik menjadi hal fundamental yang perlu dipahami.
Kolaborasi terpadu antar negara dan wilayah akan mendorong peningkatan kesadaran situasional akan letusuan gunung berapi dan penyebabnya. Atas dasar itu, Dwikorita berujar lokarkaya ini memiliki tujuan utama yakni meningkatkan kemampuan penyedia informasi abu vulkanik untuk penerbangan.
"Dan mendorong proses Pengambilan Keputusan Kolaboratif (Collaborative Decision Making/CDM) yang efektif dalam menanggapi kejadian abu vulkanik," ujarnya.
"Dengan kolaborasi dan kerjasama seluruh pihak memberikan peringatan dini. Ketika terjadi erupsi akan dilakukan analisis sebaran arah abu vulkanik untuk segera disiarkan peringatan dininya ke seluruh dunia," lanjutnya.
Dwikorita bercerita, BMKG mendapat kehormatan karena telah ditunjuk sebagai pemimpin simulasi penanganan informasi abu vulkanik berskala ICAO Asia dan Pasifik pada dua edisi terakhir yakni tahun 2018 dan 2022.
Pada 2018, merupakan tonggak sejarah bagaimana untuk petama kalinya simulasi penanganan informasi abu vulkanik terkoordinasi di tiga wilayah yaitu Flight Information Region (FIR) Jakartra, FIR Kuala Lumpur, dan FIR Singapura. Pencapaian ini kemudian menghasilkan rekomendasi panduan regional.
"Pada latihan tahun 2022, fokusnya diperluas untuk mensimulasikan koordinasi informasi abu vulkanik antara FIR Jakarta dan FIR Sri Lanka," lanjut Dwikorita.
Oleh karenanya, pada lokakarya tahun ini, Dwikorita berharap seluruh ahli dan peserta dari negara Asia-Pasifik dapat berbagi praktik baik terkait pengamatan, pembuatan, dan penyebaran informasi abu vulkanik. Lokakarya ini dirancang untuk memfasilitasi diskusi interaktif dan latihan langsung yang berfokus pada penanganan dampak abu vulkanik secara efektif.
"Melalui kegiatan lokakarya ini, tujuan kami adalah agar semua peserta dapat menunjukkan kemajuan yang telah dicapai dalam mendukung kemajuan ilmiah dan praktik-praktik terbaik dalam skema International Airways Volcano Watch (IAVW)," ujarnya.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Gustwanto berujar lokarkaya ini diselenggakaran sejalan dengan Sub Komite ASEAN untuk Meteorologi dan Geofisika (SCMG). Lokakarya ini menjadi wadah untuk meningkatkan kualitas produk abu vulkanik serta berbagi implementasi dan praktik terbaik sesuai dengan Dokumen ICAO nomor 9766--Pengawasan Gunung Berapi Penerbangan Internasional.
"Saya mendorong semua peserta secara aktif terlibat dalam diskusi, berbagi pengetahuan, dan berkontribusi. Saya memiliki keyakinan lokakarya ini akan memberikan wawasan berharga dan solusi praktis, meningkatkan kesiapsiagaan dan kemampuan respon," pungkas Guswanto.
Lokakarya ini akan dibagi menjadi beberapa sesi. Adapun materi yang akan dibahas ialah menggabungkan materi yang selaras dengan program ICAO dan mata pelajaran ASEAN SCMG. Mencakup praktik terbaik dan studi kasus dalam penyediaan informasi abu vulkanik untuk penerbangan, pengambilan keputusan kolaboratif, pemodelan penyebaran abu vulkanik, dampak abu vulkanik terhadap operasi penerbangan, berbagi pengalaman, serta membuat rencana aksi.