HMD Ke-74: Menuju Garis Depan Aksi Iklim dan Perayaan Kulminasi Matahari di Pasaman

  • Dwi Herlambang Ade Putra
  • 24 Mar 2024
HMD Ke-74: Menuju Garis Depan Aksi Iklim dan Perayaan Kulminasi Matahari di Pasaman

Pasaman, 23 Maret 2024 - Sekretaris Utama Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwi Budi Sutrisno mengatakan peringatan Hari Meteorologi Dunia (HMD) ke-74 pada 23 Maret 2024 harus dimaknai sebagai momen untuk setiap insan manusia melakukan aksi iklim. Hal ini sejalan dengan tema World Meteorological Organization (WMO) yaitu "At The Frontline of Climate Action".

"Tema ini mengacu pada peran individu, kelompok, atau komunitas yang aktif terlibat dalam mengatasi perubahan iklim. Ini melibatkan upaya mitigasi, adaptasi, dan membangun ketahanan masyarakat," kata Dwi Budi dalam Perayaan Titik Kulminasi Matahari & Hari Meteorologi Dunia ke-74 di Kabupaten Pasaman, Sumatra Barat, Sabtu (23/3).

Di sisi lain, tema ini turut menyoroti kontribusi masyarakat bersama dengan BMKG berada di garis depan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menanggapi perubahan iklim. Hal ini menjadi penting karena Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menjelaskan bahwa konsentrasi gas rumah kaca berada pada level tertinggi jika dibandingkan pada periode sebelum industri dimulai.

Dampaknya kini sangat bisa dirasakan oleh masyarakat. Berdasarkan catatan BMKG, 2023 menjadi tahun terhangat (1,45 °C) sejak era pre-industri (1850-1900). Suhu rata-rata global dalam dekade terakhir 2014-2023) adalah 1,2 °C di atas periode pre-industri dan merupakan rekor terpanas.

Namun perlu dipahami, kenaikan suhu hanyalah awal dari mulainya perubahan iklim. Konsekuensi dari perubahan iklim yang terjadi saat ini antara lain, pencairan es kutub dan pegunungan tropis, kenaikan tinggi muka laut, peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian ekstrim seperti kekeringan hebat, kelangkaan air, kebakaran hutan, hujan ekstrim, banjir, longsor dan penurunan keanekaragaman hayati.

"Untuk itu perlu adanya aksi iklim (climate action), tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah namun turut serta dilakukan oleh masyarakat melalui baik mitigasi untuk mengurangi emisi karbon maupun adaptasi terhadap dampak perubahan iklim," ujarnya.

Pada peringatan HMD ke-74 di Pasaman, BMKG turut melepas 16 Pilot Balloon (Pibal). Pibal adalah metode observasi untuk mendapatkan data arah dan kecepatan angin lapisan dari permukaan hingga ke lapisan atas dengan cara mengukur sudut elevasi dan azimuth dari alat yang bernama theodolite hasil dari mengikuti pergerakan balon.

Peringatan HMD ke-74 tahun ini menjadi lebih istimewa karena bersamaan dengan Perayaan Titik Kulminasi Matahari di Kabupaten Pasaman, Sumatra Barat. BMKG mendukung penuh rangkaian kegiatan melalui pengamatan langsung di lapangan, peningkatan literasi klimatologi, dan kualitas udara dengan dampak titik kulinasi terhadap cuaca dan iklim.

Kulminasi matahari merupakan fenomena alam di mana matahari tepat berada di atas khatulistiwa. Oleh karenanya, bayangan atau benda tegak akan terlihat menghilang karena bertumpuk dengan benda itu sendiri.

Kabupaten Pasaman sendiri dikenal sebagai wilayah The Land of Equator yang dilintasi oleh garis khatulistiwa. Untuk itu Kulminasi Matahari dapat disaksikan di titik nol equator Bonjol, Kabupaten Pasaman, tepat pada pukul 12:26 WIB. Fenomena ini juga dikenal sebagai hari tanpa bayangan.

Untuk melihat Kulminasi Matahari, Plt. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG Rahmat Triyono mengatakan ada dua alat yang dikerahkan yaitu camble stokes sebagai alat pengukur intensitas matahari dan teropong. Kedua alat ini secara berkala memantau pergerakan matahari hingga mencapai tepat di atas khatulistiwa.

"Fenomena equator ini setiap tahun tentunya ada dua kali matahari tepat berada di atas equator yaitu pada Maret dan September. Karena pergerakan semu matahari seola-olah matahari bergeser utara ke selatan. Ini tentunya mempengaruhi kondisi iklm di wilayah Indonesia," ujar Rahmat.

Bagi masyarakat Pasaman terdapat cerita kearifan lokal yang membersamai pergerakan matahari. Konon, jika posisi matahari dari arah selatan ke utara maka masyarakat harus melangkah dari utara ke selatan di garis khatulistiwa agar terlihat 10 tahun lebih muda.

Atas keunikannya ini, BMKG berencana akan mengusung wilayah Kecamatan Bonkol menjadi Geopark ke UNESCO. Harapannya, dapat menjadi daya Tarik global yang mampu menarik perhatian para wisatawan dari berbagai penjuru dunia.

Bupati Pasaman Sabar AS menyampaikan apresiasinya kepada BMKG karena menunjuk Pasaman sebagai lokasi puncak peringatan HMD. Menurutnya, dengan icon utama di mana Pasaman sebagai kawasan equator akan menjadi sebuah daya tarik wisata yang menjanjikan di masa depan.

"Fokus utama kita adalah kawasan wisata Bonjol sebagai sebuah wisata terpadu dan terintegrasi. Pasaman berada di garis khatulistiwa sebagai sebuah Astro-Eco Tourism atau wisata edukasi astronomi dan kita akan bangun planetarium satu-satunya di Pulau Sumatra dan menjadi satu-satunyaa planetarium berada di garis khatulistiwa," kata Sabar.

Senada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mendukung penuh kegiatan ini dan berkomitmen akan mengembangkan planetarium di Pasaman sebagai destinasi yang laik dikunjungi sehingga bukan hanya Astro-Eco Tourism namun juga wisata edukasi.

Turut hadir dalam kegiatan ini Wakil Gubernur Sumatra Barat Audy Joinaldy, Inspektur BMKG, pejabat sturktural BMKG, Polri, TNI, Forkopinda, dan tamu undangan.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024