Dukung Ajang Internasional World Water Forum, BMKG Beri Fokus Pada Manajemen Pengurangan Dampak Bencana

  • Miftah Fauziah
  • 16 Feb 2023
Dukung Ajang Internasional World Water Forum, BMKG Beri Fokus Pada Manajemen Pengurangan Dampak Bencana

Jakarta - Kamis (16/02/2023) Indonesia menyatakan kesiapannya menjadi tuan rumah World Water Forum (WWF) ke-10 yang akan diselenggarakan di Bali pada 2024 mendatang. Sebagai tuan rumah, Indonesia terus menggelar berbagai persiapan menuju acara utama. Rangkaian acara WWF dimulai dengan Kick off meeting yang digelar pada tanggal 15-16 Februari 2023 di Jakarta Convention Center.

Presiden Joko Widodo membuka secara resmi acara Kick off meeting ini dengan menekankan agenda-agenda yang harus dibahas di WWF ke-10. "Upaya konservasi air, ketersediaan air bersih dan sanitasi layak, ketahanan pangan dan energi, serta mitigasi pencegahan banjir dan kekeringan." tutur Jokowi.

Hal ini juga sejalan dengan prediksi BMKG mengenai musim kemarau di Indonesia. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan bahwa musim kemarau tahun 2023 akan lebih kering dibanding periode tiga tahun terakhir (2020-2022). Dalam waktu beberapa bulan mendatang, intensitas curah hujan diprediksi akan menurun di beberapa wilayah Indonesia. Sektor-sektor yang terdampak seperti sumber daya air, kehutanan, pertanian, dan kebencanaan perlu melakukan langkah antisipatif untuk meminimalkan potensi dampak kekeringan.

"Mumpung saat ini hujan masih turun, maka kami mengimbau kepada seluruh masyarakat dan pemerintah daerah untuk melakukan aksi panen hujan dengan cara menampungnya menggunakan tandon air atau bak penampung," ungkap Dwikorita di sela kegiatan 10th World Water Forum (WWF) Kick-Off Meeting.

Air yang ditampung itu, tambah Dwikorita, dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari guna mengantisipasi dampak kekeringan akibat kemarau kering. Terutama untuk wilayah yang rawan kekeringan, seperti Provinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Selain kekeringan, Dwikorita Karnawati juga menyebut bahwa krisis air semakin menjadi ancaman serius dan harus jadi perhatian seluruh negara. Menurutnya, kencangnya laju perubahan iklim menyebabkan terganggunya siklus air sehingga terjadi krisis air.

"Krisis air terjadi hampir di seluruh belahan dunia dan menjadi krisis global yang harus diantisipasi setiap negara. Tidak peduli itu negara maju atau berkembang. Karenanya, isu ini harus menjadi perhatian bersama seluruh negara tanpa terkecuali," ungkap Dwikorita

Langkah antisipasi kekeringan dan krisis air ini menjadi salah satu fokus BMKG sebagai wujud partisipasi aktif dalam menggaungkan salah satu sub tema di WWF ke-10 yaitu "Disaster Risk Reduction and Management". Dalam diskusi sub tema yang dipimpin oleh Kepala BMKG ini, para stakeholder berdiskusi untuk mencari solusi bersama terkait pengurangan dampak risiko bencana yang bisa terjadi karena air.

Sebagai informasi, World Water Forum merupakan forum lintas negara terbesar di dunia yang fokus dalam pembahasan isu-isu air dan mencari solusi global sebagai jawaban atas isu-isu tersebut. Forum ini diselenggarakan setiap tiga tahun sekali, dan di tahun 2024 nanti WWF ke-10 akan mengangkat tema "Water for Shared Prosperity". Dengan melihat kondisi global saat ini yang menghadapi tantangan ketersediaan air bersih di banyak negara, Indonesia berkomitmen memperkuat kolaborasi berbagai pemangku kepentingan dalam mencapai target SDG 6, yaitu terkait hak atas air bersih dan sanitasi. (*)

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024