LIPI dan BNPB Menyelenggarakan Seminar Nasional ``Penguatan Ketangguhan Berbasis Masyarakat dalam Mitigasi Bencana Alam dan Perubahan Iklim``

  • Rozar Putratama
  • 01 Des 2016
LIPI dan BNPB Menyelenggarakan Seminar Nasional ``Penguatan Ketangguhan Berbasis Masyarakat dalam Mitigasi Bencana Alam dan Perubahan Iklim``

Pada hari Rabu (30/11) pukul 9.00-18.00 WIB bertempat di Gedung 10 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung, LIPI bekerjasama dengan BNPB menyelenggarakan Seminar Nasional ``Penguatan Ketangguhan Berbasis Masyarakat dalam Mitigasi Bencana Alam dan Perubahan Iklim``. Peserta yang diundang pada Seminar ini adalah institusi, media, perguruan tinggi dan praktisi yang bekerja di bidang kebencanaan termasuk BMKG.

Seminar Perubahan Iklim mengundang dua pemateri kunci yakni Dra. Anny Isgiati dari Direktorat Pemberdayaan Masyarakat BNPB dan Prof. Dr. Agus Supangat dari Tim Kajian Ekonomi Maritim Dewan Pertimbangan Presiden serta tujuh pemateri undangan yakni Drs. Gunawan dari Balitbang Kementerian Sosial RI, Dra. Kusumawardhani M.Si dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, Dr. Milly Mildawati dari STKS, Walikota Padang H. Mahyeldi Asharullah, SP., Dr. Saut Sagala dari Planologi ITB, Dr. Harkunti Rahayu dari Planologi ITB dan Dr. Beta Paramita dari Arsitektur UPI. Acara dibuka oleh MC dan dilanjutkan sambutan dari Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Dr. Eko Yulianto. Dalam sambutannya, Dr. Eko menyatakan bahwa mitigasi bencana alam tidak lagi sekedar memindahkan manusia secara masal ke bukit, namun juga memperbaiki mental manusianya serta perlu strategi untuk tidak selalu mengandalkan anggaran negara dalam kegiatannya.

Pada sesi pembicara kunci, Prof. Agus membawakan materi `Climate Change: Loss and Damage`. Prof Agus menyatakan bahwa faktor antropogenik menjadi pemegang peran penting dalam perubahan iklim. Prof. Agus juga berbagi pengalamannya bahwa dalam rangka mengurangi dampak perubahan iklim, Konferensi Perubahan Iklim di Paris 2015 menetapkan kesepakatan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca. Prof. Agus memperlihatkan statistik yang menunjukkan makalah-makalah yang menyimpulkan bahwa kini suhu udara di daratan lebih tinggi dari 100 tahun yang lalu dan permukaan laut global naik 0,19m setiap tahun. Kemudian sebagai penutup, Prof. Agus menyarankan agar institusi pemerintah dapat mengupayakan koordinasi yang tertata dalam penanganan Loss and Damage (LD) di Indonesia, penerapan metode risk assessment, melakukan 4A (Amati, Analisa, Ajarkan, Aksi), memanfaatkan South-south cooperation dalam early warning system, risk management strategy dan insurance facilities.

Kemudian Dra. Anny Isgiati, MM membawakan materi `Membangun Ketangguhan Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana`. Pada paparannya beliau mengajak pemerintah dan peneliti bekerjasama kuat dalam penentuan kebijakan berbasis kajian ilmiah sebab kebijakan terkait penanggulangan bencana akan mendukung nawacita Presiden kita yakni pelestarian lingkungan dan pengurangan risiko bencana. Beliau menyatakan bahwa secara kebijakan, internal BNPB telah membangun partisipasi masyarakat dalam meningkatkan ketangguhan seperti responsif, mampu beradaptasi, dan mampu pulih kembali. Program yang sudah dilaksanakan BNPB berorientasi pada masyarakat diantaranya Desa Tangguh Bencana, Forum Diskusi Penanggulangan Bencana Daerah, Madrasah Aman Bencana, dan Relawan Tanggap Bencana.

Pada sesi pertama Drs. Gunawan membawakan materi `Potensi Ketangguhan Masyarakat di Indonesia: Konsep Kampung Siaga Bencana`. Pada pemaparannya, Drs. Gunawan menyatakan bahwa partisipasi masyarakat pada tahap awal umumnya mengalami peningkatan, namun pada titik jenuh dapat terjadi penurunan partisipasi, sehingga perlu pilar untuk menjaga agar partisipasi tidak terus menurun. Kampung Siaga Bencana memperkenalkan contoh yang baik sebab masyarakat akan mendapat hak informasi bencana setiap harinya, diibaratkan pramugari dalam pesawat yang selalu memperkenalkan alat, fungsi dan cara pemakaiannya dalam kondisi darurat sebelum pesawat terbang.

Dra. Kusumawardhani M.Si membawakan materi `Signifikansi Modal Sosial Dalam Membangun Masyarakat Tangguh Bencana`. Beliau menyebutkan bahwa modal sosial menjadi modal terpendam yang harus diasah dalam pengurangan risiko bencana. Modal sosial yang dapat dikuatkan diantaranya peningkatan kapasitas kerjasama komunitas tingkat desa berupa tradisi penghijauan untuk menghindari longsor dan banjir. Kemudian Dr. Milly membawakan materi `Peran Modal Sosial Dalam Penguatan Ketangguhan Masyarakat`. Dr. Milly menekankan bahwa bilamana pemerintah tidak dapat `memindahkan`, atau warga tidak dapat `dipindahkan`, maka warga harus `disiapkan` atau menjadi tangguh bencana.

Pada sesi kedua, Walikota Padang H. Mahyeldi Asharullah membawakan materi `Tata Kelola Risiko Bencana di Kota Padang`. Pada paparannya, bapak Walikota mengatakan Padang bukanlah `siap` bencana, melainkan `siaga` bencana sebab kata `siap` seakan menunggu datangnya bencana. Kemudian bapak walikota menunjukkan program prioritas pembangunan kota padang yang di dalamnya terdapat Pengelolaan Risiko Bencana dimana dalam penerapannya Padang mencontoh provinsi Chengdu di China yang sudah berpengalaman dalam menangani risiko bencana. Pada akhir pemaparan, bapak Walikota menekankan perlunya sumber yang jelas dalam diseminasi informasi bencana agar tidak meresahkan masyarakat.

Pada sesi ketiga Dr. Saut Sagala membawakan materi `Tata Ruang dan Perubahan Iklim`. Dr. Saut menjelaskan bahwa tata ruang tidak hanya konsep spasial, namun juga kebijakan. Produk tata ruang yang dapat menjadi pertimbangan kebijakan diantaranya adalah Peta Risiko Genangan pada Pesisir suatu provinsi. Dr Harkunti Rahayu membawakan materi `Kebijakan Pembangunan Berorientasi Pada Masyarakat yang Terintegrasi dengan Tata Kelola Risiko Bencana`. Pada awal paparan, Dr. Harkunti menerangkan isu strategis penataan ruang yang menjadi perhatian dalam Pengurangan Risiko Bencana seperti infrastruktur yang kurang memadai. Kemudian Dr. Harkunti juga menekankan perlunya pergeseran pola pikir dari disaster management menjadi disaster reduction. Dr. Beta Paramita membawakan materi `Perspektif Penataan Ruang Berbasis Mitigasi Bencana Alam`. Dr. Beta dalam paparannya menjelaskan pentingnya data bencana yang lengkap dan prakiraan risiko untuk pembangunan.

Pegawai BMKG yang ikut dalam seminar ini adalah dua orang yang masing-masing dari kedeputian Meteorologi dan kedeputian Geofisika. Dalam kesempatan diskusi, perwakilan dari BMKG berkesempatan mengenalkan kegiatan BMKG yang juga menunjang ketangguhan masyarakat seperti Gladi Ruang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami serta Sekolah Lapang Iklim.

(A Musa Julius - PGN BMKG)

 

Gempabumi Terkini

  • 16 April 2024, 23:10:22 WIB
  • 2.1
  • 15 km
  • 2.55 LS - 120.79 BT
  • Pusat gempa berada di darat 42 km BaratLaut Luwu Timur
  • Dirasakan (Skala MMI): II Mangkutana
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di darat 42 km BaratLaut Luwu Timur
  • Dirasakan (Skala MMI): II Mangkutana
  • Selengkapnya →

Siaran Pers