SIARAN PERS
AGAM - SUMATERA BARAT (22 Maret 2023) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati meresmikan Sistem Informasi GAS Rumah Kaca Terintegrasi Global untuk pemantauan Gas Rumah Kaca (GRK) di Stasiun Pemantau Atmosfer Global atau Global Atmosphere Watch (GAW) di Bukit Kototabang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Senin (20/3/2023).
Peresmian Sistem Informasi GRK tersebut bertepatan dengan puncak peringatan hari meteorologi dunia (HMD) ke-73 tahun 2023 dengan tema "The future of weather, climate and water across generations" atau "Cuaca, Iklim dan Air di Masa Depan Untuk Lintas Generasi".
Presiden Indonesia Joko Widodo melalui Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi menyampaikan apresiasi dan dukungan kepada BMKG untuk menangani secara maksimal dampak perubahan iklim yang menjadi tantangan besar saat ini. Budi Karya menyebut bahwa BMKG memiliki peran kunci dalam melakukan monitoring terhadap cuaca dan iklim, termasuk pula Kualitas Udara.
Mulai dari memperkuat jaringan Alat Operasional Utama (Aloptama) ; pemuktahiran teknologi yang digunakan ; membangun sistem peringatan dini potensi bencana secara integratif ; dan melakukan sosialisasi dan edukasi kepada seluruh masyarakat.
"Mewakili Presiden, kami mengucapkan selamat HMD dan ini momentum baik bagi kita semua untuk lebih serius mengatasi perubahan iklim dan dampaknya bagi bumi Indonesia," ujarnya.
Budi Karya mengatakan ada sejumlah pesan Presiden Joko Widodo terkait langkah strategis dalam mewujudkan pembangunan berketahanan iklim. Antara lain yaitu, memformulasikan kebijakan mitigasi dan adaptasi dalam perubahan iklim dengan cepat, serta siapkan penanganan yang lebih baik; dan mengembangkan sistem peringatan dini yang andal di seluruh daerah.
Selain itu, tambah Budi Karya, menumbuhkan sistem edukasi kebencanaan yang berkelanjutan dengan melakukan edukasi, literasi, dan advokasi berkelanjutan ; serta memperkuat kolaborasi dengan melibatkan berbagai pihak, baik lintas kementerian/lembaga, maupun dengan swasta dan organisasi sosial.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden ke-V Indonesia Megawati Soekarno Putri menyoroti dampak perubahan iklim yang mengancam keberadaan pulau-pulau di Indonesia. Menurut Megawati, apabila pulau-pulau tersebut tenggelam maka akan berpengaruh terhadap batas terluar wilayah Indonesia.
"Contohnya Pulau Nipa yang mana memiliki arti yang sangat strategis bagi kedaulatan negara karena letaknya yang cukup dekat dengan Singapura dan berada di jalur pelayaran internasional," ujarnya.
Megawati mengatakan untuk mengatasi perubahan iklim butuh gotong royong semua pihak dan elemen masyarakat. BMKG, kata dia, membutuhkan keterlibatan lebih banyak lagi komponen masyarakat untuk mensosialisasikan dan mengedukasi masyarakat tentang apa itu perubahan iklim, penyebab, dan juga dampak yang ditimbulkan.
Sementara itu, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan, GAW Kototabang memiliki peran besar dalam memberikan informasi perubahan iklim ke seluruh dunia. Disebutkan jika GAW Kototabang berdiri sejak 1996 dan mulai mengukur Gas Rumah Kaca di atmosfer pada tahun 2004, terletak di kawasan tengah hutan di Bukit Kototabang, pada koordinat 0.20 LS 100,32 BT dengan ketinggian 864.5 mdp.
"Sebenarnya ada dua lagi GAW di Indonesia yaitu di Palu dan Sorong tapi belum maksimal dan semaju Kototabang, sehingga masih dalam pengembangan. GAW Kototabang diawasi oleh badan dunia, dan kami menegaskan ke semua pejabat teknis yg menagani Alat Operasional Utama (Aloptama) di BMKG, termasuk pula di GAW Bukit Kototabang Prinsip "No Off- No Error untuk kinerja aloptama dan No Insiden, kalau sampai terjadi insiden krn alat off atau error, pejabat teknis dan petugasnya bisa langsung dicopot," imbuhnya.
Dwikorita menekankan, data Gas Rumah Kaca (GRK) yang dipantau dari Bukit Kototabang menjadi kontribusi penting untuk Global, sebagai representasi pemantauan dari wilayah ekuatorial tropis. Sistem informasi terintegrasi global ini dibangun sebagai jaringan yang terdiri dari beberapa Tower Pemantau GRK setinggi 100 meter, yang dilengkapi dengan sensor meteorologi yang berfungsi melakukan pemantauan di tiga titik ketinggian, yaitu masing-masing 30 meter, 70 meter, dan 100 meter.
"Pemantauan GRK dari tower akan memberikan gambaran profil GRK pada ketinggian yang berbeda, dan menjadi wujud kontribusi Indonesia pada umumnya, dan BMKG pada khususnya dalam program Integrated Global Greenhouse Gas Information System (IG3IS)," pungkasnya. (*)
Biro Hukum dan Organisasi
Bagian Hubungan Masyarakat
Instagram : @infoBMKG
Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG
Facebook : InfoBMKG
Youtube : infoBMKG
Tiktok : infoBMKG