Pandangan BMKG Terkait Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana

  • Murni Kemala Dewi
  • 14 Okt 2018
Pandangan BMKG Terkait Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana

Bali, Rabu (10/10) / Hari kedua misi BMKG di pertemuan IMF - World Bank yang diadakan di Nusa Dua, Bali, adalah mengikuti High-Level Dialogue on Disaster Risk Financing and Insurance in Indonesia. Wakil Presiden Jusuf Kalla hadir membuka pertemuan yang mengangkat tema Announcing Indonesia's National DRFI (Disaster Risk Financing) Strategy to Build Fiscal Resilience.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan bahwa Indonesia yang dilalui jalur ring of fire dikenal sebagai supermarket bencana. Tidak akan cukup dana dari APBN untuk mengatasi setiap bencana yang terjadi di Indonesia, sehingga diperlukan mitigasi dan pembiayaan bencana di luar APBN menjadi salah satu solusi. Asuransi merupakan salah satu upaya trobosan untuk pembiayaan pencegahan bencana demi memberikan jaminan keselamatan masyarakat dan keamanan asset-aset negara.

Kepala BMKG sendiri menyampaikan dalam wawancara dengan TVRI Pusat bahwa disaster risk financing seharusnya diterapkan mulai sebelum terjadinya bencana, karena daerah yang berpotensi terdampak bencana sudah dapat diindentifikasi dan dipetakan sejak dini. Berdasarkan identifikasi tersebut, tentunya sudah dapat diperkirakan dan diperhitungkan biaya yang harus dikeluarkan untuk mencegah atau memitigasi terjadinya bencana, dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendanai proses rehabilitasi dan rekonstruksi daerah yang terdampak bencana apabila dilakukan tanpa mitigasi yang tepat.

BMKG juga telah bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk memetakan daerah-daerah yang berpotensi terdampak saat terjadi gempabumi, tsunami dan banjir. Berdasarkan peta tersebut, maka pemerintah pusat ataupun daerah dapat mengembangkan tata ruang wilayahnya ataupun membangun infrastruktur dan tempat hunian, dengan menghindari zona-zona rawan bencana.

Harus diakui bahwa pada saat ini sistim pembiayaan untuk kebencanaan masih banyak berfokus pada emergency response setelah bencana terjadi. BMKG berharap untuk kedepan, pemerintah perlu lebih memperhatikan dan bahkan melompatkan efektifitas program kesiap-siagaan dan pengurangan resiko bencana. Mengingat besarnya anggaran yang diperlukan dalam pencegahan atau pengurangan resiko bencana, keterlibatan semua pihak terutama pihak pemegang kebijakan / pemerintah, swasta dan masyarakat ataupun akademisi sangat diperlukan. Saat ini umumnya pihak swasta baru terlibat pada saat bencana telah terjadi, padahal mereka diharapkan dapat menjadikan upaya pengurangan resiko bencana ini sebagai bagian dari investasi untuk menjamin keberlanjutan proses bisnis yang mereka lakukan, bukan sekedar menjalankan program CSR perusahaan. Pemerintah dalam hal ini diharapkan lebih memperketat regulasi agar pengembangan perekonomian di daerah rawan bencana benar-benar memperhatikan tata ruang. Pengetatan regulasi tersebut antara lain melalui diperketatnya penerapan izin bangunan, serta keselamatan bangunan dengan menerapkan building code serta sertifikasi keselamatan bangunan dan lingkungan. Pihak akademisi diharapkan sebagai motor penggerak inovasi dan terobosan melalui berbagai kajian akademik dan riset, sehingga dapat terbangun sistim yang handal dan tepat untuk mitigasi bencana dan pembiayaannya.

Sementara itu asuransi bencana penting dilakukan untuk menjadi salah satu persyaratan dalam mendapatkan sertifikasi atau izin pengelolaan lahan / asset, termasuk gedung ataupun infrastruktur. Dana yang terkumpul dari asuransi tersebut bermanfaat untuk mendukung pembiayaan program-program pencegahan / mitigasi bencana ataupun program penanganan pasca bencana

 

Gempabumi Terkini

  • 19 April 2024, 14:22:55 WIB
  • 3.5
  • 6 km
  • 2.93 LS - 119.40 BT
  • Pusat gempa berada di darat 8 km Tenggara Mamasa
  • Dirasakan (Skala MMI): III Mamasa
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di darat 8 km Tenggara Mamasa
  • Dirasakan (Skala MMI): III Mamasa
  • Selengkapnya →

Siaran Pers