Teken MoU dengan Media Group Network, BMKG Ajak Awak Media Tingkatkan Literasi Bencana Masyarakat

  • Hatif Thirafi
  • 31 Agu 2021
Teken MoU dengan Media Group Network, BMKG Ajak Awak Media Tingkatkan Literasi Bencana Masyarakat

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengajak awak media untuk ikut aktif mengedukasi masyarakat dalam hal mitigasi bencana.

"Literasi masyarakat mengenai bencana masih sangat minim. Sementara situasi saat ini, masyarakat sangat membutuhkan pengetahuan yang baik tentang mitigasi bencana sehingga bisa meminimasir risiko dan kerugian akibat bencana," ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati saat Penandatanganan MoU antara BMKG dengan Media Group Network di Jakarta, Selasa (31/8).

Dwikorita mengungkapkan, harus diakui bahwa saat ini pengurangan risiko bencana masih belum maksimal. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan masyarakat terkait bencana dan cara untuk menolong atau menyelamatkan diri. Khususnya masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana.

Padahal, kata dia, jika literasi bencana baik, maka masyarakat tidak akan gugup dan gagap dalam menghadapi bencana berikut dampak yang ditimbulkannya. Secara sadar masyarakat dapat melakukan antisipasi lebih dini dan beradaptasi ketika menghadapi kejadian bencana.

Dwikorita memaparkan, Indonesia saat ini menghadapi ancaman risiko multi bencana geo-hidrometeorologi. Hal tersebut tidak lepas dari fenomena cuaca, iklim, dan tektonik di Indonesia yang semakin dinamis, kompleks, tidak pasti dan ekstrem. Fakta yang tidak bisa dibantah, kata Dwikorita, Indonesia berada dalam kepungan lempeng-lempeng tektonik aktif dan dikelilingi oleh cincin api.

Letak Indonesia yang berada diantara dua benua dan lautan menyebabkan terjadinya cuaca, iklim dan alam yang khas. Tidak hanya itu, tambah Dwikorita, gugusan pulau besar dan kecil pun membawa dampak pada fenomena meteorologi, klimatologi dan geofisika yang tidak sama di setiap tempat.

Tentunya ini membutuhkan ketersediaan informasi di bidang meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika yang akurat dan berkelanjutan agar setiap masyarakat di berbagai pelosok Indonesia mampu mendayagunakan kondisi alam dan dinamika meteorologi, klimatologi dan geofisika bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.

"Oleh karena itu, BMKG terus berupaya menyajikan data secara cepat, tepat dan akurat terkait potensi kebencanaan. Kami harap data-data tersebut bisa digunakan untuk meminimalkan potensi kerugian akibat bencana," ujarnya.

Dwikorita menyebut, kerjasama yang dilakukan dengan seluruh media dan stakeholder strategis lainnya dapat mempercepat terwujudnya masyarakat sadar dan tangguh bencana.

"Perlu dipahami bersama bahwa sistem mitigasi bencana yang dibangun bukan berorientasi meniadakan bencana, melainkan pada upaya-upaya pengurangan risiko bencana," imbuhnya.

"Kami harap, data dan informasi yang dimiliki BMKG dapat disebarluaskan dengan tepat waktu, tepat sasaran, tepat manfaat dan tepat interpretasinya sehingga dapat meminimalisir resiko bencana dan meningkatkan keselamatan jiwa dan harta masyarakat Indonesia," tambah Dwikorita. (*)

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024