SLI BMKG Dorong Petani Melek Teknologi dan Ilmu Iklim

  • Hatif Thirafi
  • 06 Mei 2021
SLI BMKG Dorong Petani Melek Teknologi dan Ilmu Iklim

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menginginkan program Sekolah Lapang Iklim (SLI) Operasional dapat mendorong petani untuk makin melek teknologi dan ilmu keikliman demi meningkatkan produktivitas pertanian.

"Biasanya dingin jadi panas. Gurun Sahara yang biasa panas, tiba-tiba turun salju. Gunungkidul yang biasa panas tiba-tiba hujan es. Iklim ini kebolak balik kacau. Dulu ada ilmu "titen", sekarang berubah. Di situlah kita perlu membaca iklim dengan ilmu dan peralatan," kata Dwikorita saat menghadiri Panen SLI Operasional Kapanewon Playen, Gunungkidul, Rabu (5/5).

Petani di Playen, Gunung Kidul, kata dia, ke depan harus bisa menembus pasar global sehingga secara langsung atau tidak mereka dapat menjadi pahlawan yang menyediakan kebutuhan pangan dalam negeri dan lintas negara.

Dwikorita menyebutkan, SLI ini merupakan rangkaian kegiatan SLI operasional kedua yang digelar Stasiun Klimatologi Sleman. Agustus 2020 lalu BMKG juga telah menggelar SLI di tiga lokasi, di antaranya Kapanewon Gedangsari, Ponjong, dan Rongkop. Pelatihan yang digelar di tengah pandemi menjadi pengalaman baru bagi petani.

Untuk tahun ini, lanjut Dwikorita, BMKG mengusung konsep kegiatan SLI Operasional dengan target kegiatan fokus pada kelompok tani binaan. Kegiatan SLI Operasional diadakan 5 kali pertemuan secara tatap muka dan virtual. Untuk pembelajaran virtual, BMKG menyiapkan modul-modul video visual yang dapat dimanfaatkan oleh para peserta SLI.

"Selain itu, konsep SLI Operasional new normal juga menyediakan media konsultasi iklim yang memanfaatkan media komunikasi WhatsApp group sehingga lebih interaktif," kata dia.

Adapun SLI yang digelar di Lahan Kelompok Tani Karangrejo, yang memiliki potensi tanaman kedelai tumpangsari dengan tanaman kayu putih. Selama pelatihan, terdapat 35 orang peserta yang terdiri dari 32 anggota kelompok tani Karangrejo, 2 PPL, 1 POPT di lingkup Padukuhan Sawahan 2, Kelurahan Bleberan, Kepanewon Playen, Kabupaten Gunungkidul, dengan rincian Laki-laki 20 orang dan perempuan, 15 orang.

Berdasarkan hasil Stasiun Klimatologi Sleman (BMKG) dalam pelaksanaan SLI Operasional di Padukuhan Sawahan 2, Kelurahan Bleberan, Kepanewon Playen, Kabupaten Gunungkidul, terjadi perubahan pemahamanan mengenai pola tanam dan cuaca. Hasilnya terjadi peningkatan panen kedelai sebesar 9 persen bila dibanding tahun sebelumnya.

Panen tahun 2020 mencapai 1,4 ton per hektar dengan harga rata-rata Rp7 ribu per kilogram sehingga pendapatan 1 hektar sebesar Rp9.800.000.

Tahun 2021 produktivitas (panen) mencapai 1,525 ton per hektar dengan harga jual Rp9.500 per kilogram sehingga pendapatan 1 hektar Rp14.487.500. Hasil produktivitas meningkat dan harga jual meningkat, petani tetap untung sebesar Rp4.687.500 per hektar.

Mijo, salah satu petani binaan bersyukur karena ilmu yang didapat dalam SLI menambah wawasan dan pedoman mengenai kondisi iklim dan cuaca.

"Paling tidak memahami bedanya iklim dan cuaca," ucap dia.

Mijo mengatakan, selama pendidikan, dia diperkenalkan dengan alat-alat pengukur suhu dan curah hujan. Selain itu, dia juga mendapat pengetahuan mengenai istilah-istilah dalam informasi iklim.

"Ini bagi kami sesuatu yang baru. ini pengalaman yang berharga bagi kami para petani," ujar dia.

Meskipun terbatas hanya menjalani lima kali pertemuan tatap muka, namun dilakukan pula pendampingan secara digital selama masa tanam hingga panen, dan dilanjutkan dengan tambahan tatap muka dalam Focus Group Discussion. Mijo dan rekan-rekan petani lainnya bersyukur karena ilmu pengetahuan tersebut menjadikan hasil panen dan harga jual kedelai meningkat.

Sementara itu, Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto berharap hasil produksi kedelai di kabupatennya dapat terus meningkat. Menurut dia, sebanyak 2 ribu ton kedelai di Gunungkidul bisa untuk mensubsidi kebutuhan benih nasional.

Heri optimistis kedelai akan terus dibutuhkan masyarakat Indonesia menilik komoditas tersebut menjadi kebutuhan pangan warga. Ia mencontohkan tempe sebagai salah satu produk pangan masyarakat berbahan kedelai.

"Agar produksi kedelai bisa lebih dari itu (2 ribu ton). Potensi alam kita cukup. Kedelai memang dibutuhkan menilik itu sebagai sumber protein yang bagus, sesuai kultur Indonesia, maka saya pikir ini produk kedelai akan tetap digunakan," katanya.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024