Siaran Pers Tanggapan BMKG Terkait Meningkatnya Aktivitas Kegempaan di Jailolo, Halmahera Barat

  • Pusat Gempa Nasional
  • 01 Okt 2017
Siaran Pers Tanggapan BMKG Terkait Meningkatnya Aktivitas Kegempaan di Jailolo, Halmahera Barat

Sehubungan dengan meningkatnya aktivitas kegempaan di Jailolo, Halmahera Barat, maka dengan ini kami sampaikan penjelasan, bahwa:

  1. Hasil monitoring kegempaan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), sejak Rabu 27-9-2017 hingga Minggu pagi 1-10-2017 di Jailolo, Halmahera Barat, menunjukkan bahwa sudah terjadi gempabumi sebanyak 1.582 kali. Gempabumi yang dapat dianalisis parameternya sebanyak 412 kejadian, dan gempabumi dirasakan dengan kekuatan kurang dari M=5,0 sebanyak 74 kejadian (Gambar 1). Fenomena kegempaan semacam ini pernah terjadi di Jailolo selama periode November-Desember 2015. Saat itu juga terjadi frekuensi kejadian gempabumi sangat tinggi mencapai 1.001 kali dengan kekuatan kurang dari M=5,0.Peta sebaran gempa swarm* Jailolo Maluku Utara Gambar 1. Peta sebaran gempa swarm* Jailolo Maluku Utara
  2. Berdasarkan karakteristik kegempaan, munculnya serangkaian aktivitas gempabumi yang magnitudonya kecil dan frekuensi kejadian sangat tinggi yang berlangsung dalam waktu relatif lama di suatu kawasan, tanpa ada gempabumi kuat sebagai gempa utama, maka aktivitas gempabumi semacam ini disebut sebagai aktivitas gempa swarm*.
  3. Berdasarkan data gempabumi 3 jam-an, sejak 27 September - 1 Oktober 2017 tampak telah terjadi penurunan aktivitas swarm yang signifikan (Gambar 2). BMKG akan terus melakukan monitoring aktivitas swarm Jailolo dan sekitarnya, selanjutnya menginformasikan kepada masyarakat dan stakeholder terkait. Untuk itu kepada masyarakat dihimbau agar tetap tenang dan tidak terpancing isu yang tidak bertanggungjawab.Distribusi frekuensi gempa swarm Jailolo per 3 jam Gambar 2. Distribusi frekuensi gempa swarm Jailolo per 3 jam

Demikian pernyataan resmi BMKG sehubungan dengan terjadinya peningkatan aktivitas gempabumi di Halmahera Barat.

Jakarta, 1 Oktober 2017

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG

Drs. Mochammad Riyadi, M.Si.

- Klik tautan ini jika PDF di atas tidak muncul.

*Gempa Swarm adalah serangkaian aktivitas gempa bermagnitudo kecil dengan frekuensi kejadian yang sangat tinggi yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama di suatu kawasan, dan tanpa ada gempa utama (mainshock). Karena aktivitasnya yang terus menerus, aktivitas gempa swarm hanya meresahkan dan jarang yang meninmbulkan kerusakan, jika kejadiannya di pesisir pantai gempa swarm tidak akan memicu tsunami.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024