Sekolah Lapang Nelayan Provinsi Sultra Tahun 2019

  • Rozar Putratama
  • 10 Apr 2019
Sekolah Lapang Nelayan Provinsi Sultra Tahun 2019

Sekolah Lapang Nelayan adalah kegiatan rutin yang dilakukan setiap tahunnya di Stasiun Meteorologi Maritim Kelas II Kendari sejak tahun 2017. Kegiatan ini berfungsi untuk melatih penyuluh - penyuluh dari Dinas Perikanan dan Kelautan serta beberapa kelompok nelayan di Sulawesi Tenggara untuk lebih mengetahui tentang data - data dan pelayanan - pelayanan di BMKG terutama Stasiun Meteorologi Maritim Kendari juga hal - hal yang berkaitan dengan cuaca kemaritiman.

Pada tahun 2019 ini, kegiatan Sekolah Lapang Nelayan (SLN) dilakukan pada tanggal 1 - 4 April 2019 di wilayah Kota Kendari dengan peserta sebanyak 26 orang dari berbagai kabupaten di Sulawesi Tenggara. Pada hari pertama peserta melakukan registrasi serta terdapat materi mengenai kontrak belajar oleh Rizka Erwin Lestari, Gabriella Larasati dan Luh Nyoman Didik Tri Utami yang berisi games, pembentukan kelompok dan ketua angkatan, pembuatan yel - yel kelompok, menari bersama, menjelaskan gambar yang berkaitan dengan global warming, berbagi pengalaman antar peserta yang berkaitan dengan fenomena cuaca didarat maupun dilaut serta terdapat diadakan Pre-Test.

Dalam setiap games terdapat hadiah untuk pemenang juara 1, 2 dan 3. Pada hari kedua, dimulai materi tentang pengenalan alat - alat ukur cuaca oleh narasumber Yamin Saleh Saidu dan didampingi moderator Faizal Habibie. Selain itu pada siang hari dilakukan Pembukaan Sekolah Lapang Nelayan oleh Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG yang dimulai dengan adanya Tarian Mondo Tambe. Pembukaan dihadiri oleh beberapa Kepala dari Dinas lain di Sulawesi Tenggara dan pembukaan SLN ini juga dilanjutkan dengan acara pisah sambut pegawai purna tugas di BMKG Sulawesi Tenggara dan pemaparan materi dari Kepala Pusat Maritim BMKG.

Pada hari ketiga materi yang diberikan kepada peserta berisi tentang pemahaman infromasi prakiraan cuaca maritim oleh Faizal Habibie dengan moderator Zumiana. Pada materi ini, peserta di tunjukkan peta - peta analisis dan prakiraan maritime yang dibuat BMKG serta cara membaca peta - peta tersebut dan latian soal. Materi kedua adalah pemahaman musim tangkap, faktor alat dan alat tangkap dari Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Tenggara. Materi ketiga yang dilakukan setelah Ishoma di siang hari yaitu pengenalan unsur cuaca dan iklim maritim oleh narasumber Rino Indra Natsir didampingi moderator yaitu Syamsuddin Jufri. Selain penjelasan materi melalui presentasi juga dilakukan simulasi langsung dalam proses pembentukan awan, pembentukan arus laut dan gelombang laut dengan berbagai alat peraga yang telah disediakan dilanjutkan dengan pelaksanaan Post-Test.

Penutupan kegiatan SLN dilakukan pada malam hari pada Rabu, 3 April 2019 oleh Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Kendari. Rangkaian kegiatan terakhir pada Sekolah Lapang Nelayan 2019 ini adalah Field Trip ke kampung nelayan dan Stasiun Meteorologi Maritim Kendari. Kegiatan Field Trip di kampung nelayan diisi dengan acara penjelasan oleh para peserta kepada nelayan - nelayan mengenai data - data dari BMKG yang mendukung proses pencarian ikan di laut seperti keadaan gelombang laut, angin, kondisi perawanan dan unsur - unsur kemaritiman lainnya. Para nelayan juga berbagi pengalaman ketika melakukan perjalanan dalam pencarian ikan di laut. Sedangkan Field Trip ke Stasiun Meteorologi Maritim Kendari diisi dengan penjelasan alat - alat meteorologi oleh pegawai - pegawai di Stasiun Meteorologi Maritim Kendari.

Gempabumi Terkini

  • 21 Mei 2024, 02:42:13 WIB
  • 5.3
  • 10 km
  • 9.28 LS - 112.61 BT
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024