Sekolah Lapang Iklim dan FGD Provinsi Aceh Tahun 2018

  • Ayu Isrianti Putri
  • 23 Apr 2018
Sekolah Lapang Iklim dan FGD Provinsi Aceh Tahun 2018

Banda Aceh, 21 April 2018 - Bertempat di Oasis Atjeh Hotel Banda Aceh, Stasiun Klimatologi Aceh Besar telah melaksanakan kegiatan Sekolah Lapang Iklim (SLI) tahap II dan Focus Group Discussion (FGD) Tahun 2018 se Provinsi Aceh. Acara SLI dilaksanakan selama 3 hari yaitu 19 s/d 21 April 2018 dan dan FGD dilaksanakan pada tanggal 19 s/d 20 April 2018

Adapun peserta Sekolah Lapang Iklim (SLI) berjumlah 25 orang, terdiri dari 10 orang Penyuluh Pertanian Lapang (PPL), 9 orang dari UPTD BPTPH, 6 orang dari Koperasi Kopi Gayo Mandiri, Perkebunan Kurma, dan LSM. Sedangkan Focus Group Discussion (FGD) berjumlah 10 orang yang merupakan alumni Sekolah Lapang Iklim Provinsi Aceh.

Acara pembukaan dihadiri oleh Deputi Klimatologi BMKG, Bapak Drs. Herizal, M.Si., Perwakilan Kepala Bank Indonesia Provinsi Aceh, Kepala BPTP Provinsi Aceh, Perwakilan Dekan Fakultas Pertanian Unsyiah, Kepala Sub Bidang Gas Rumah Kaca, Kepala BPTH Provinsi Aceh, dan Pejabat BMKG di Provinsi Aceh.

Deputi Klimatologi BMKG Bapak Drs. Herizal, M.Si memaparkan bahwa adanya Sekolah Lapang Iklim bekerjasama antara BMKG dengan Penyuluh pertanian dan petani guna untuk meningkatkan pengetahuan dalam memahami dan mempelajari kondisi dan informasi iklim guna mendukung ketahanan pangan. Adanya dampak perubahan iklim yang sangat berpengaruh terhadap pertanian dalam hal kekeringan ataupun banjir menjadi ancaman serius bagi petani dalam menentukan musim tanam dan hasil panen.

Menurut beliau, pertanian tidak terlepas dari penggunaan bibit, lahan, dan irigasi yang masih dapat dikendalikan, sedangkan iklim tidak dapat dikendalikan. "Dengan adanya pelatihan SLI kepada penyuluh lapang pertanian dapat menjadi mediator yang sangat potensial untuk mentransfer pengetahuan iklim yang didapat nanti kepada para penyuluh kelompok petani lainnya sehingga semakin banyak petani yang mempunyai kesadaran terhadap adanya variabilitas atau iklim ekstrem, serta dapat melakukan berbagai upaya dalam antisipasi maupun adaptasi pada kegiatan usaha tani mereka" Imbuhnya.

Dalam Sambutannya, Bapak Wahyudin, SP. M.I.Kom. selaku Kepala Stasiun Klimatologi Aceh Besar mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan ajang tahunan yang sudah berjalan selama delapan tahun dan telah menghasilkan alumni SLI sebanyak 308 orang. Tujuannya agar peserta mampu dan terampil dalam memahami informasi iklim dan dampaknya terhadap kegiatan pertanian, sehingga dapat melakukan berbagai upaya adaptasi dan mitigasi perubahan Iklim. (Ed. Humas)

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024