Sekolah Lapang Geofisika Kab. Majene untuk Siap dan Tanggap Informasi Gempa Bumi & Tsunami

  • Ayu Isrianti Putri
  • 02 Mei 2019
Sekolah Lapang Geofisika Kab. Majene untuk Siap dan Tanggap Informasi Gempa Bumi & Tsunami

Majene, (29 April 2019) - Edukasi kepada masyarakat terkait dengan bencana alam, salah satunya adalah dengan tanggap terhadap informasi. Pemberitahuan dini terkait kondisi alam yang merujuk pada potensi bencana alam memang menjadi kewenangan BMKG, namun hal tersebut tidak lantas menjamin ke akuratan informasi yang ada, untuk itu masyarakat tetap di harapkan tanggap informasi darurat bencana demi meminimalkan dampak bencana alam di sekitar kita. Hal ini pula lah yang menjadi tujuan pembukaan Sekolah Lapang Geofisika Kab. Majene oleh Stasiun Geofisika Kelas II Gowa yang dilaksanakan Senin-Selasa 29- 30 April 2019 di Aula Hotel Villa Bogor Majene.

Sekolah lapang geofisika ini menjadi wadah bagi BMKG dan BPBD untuk saling berkoordinasi menguatkan peran masing-masing dalam upaya pengurangan resiko bencana gempa bumi BPBD sebagai ujung tombak dari penyebarluasan informasi gempa bumi di daerah. Selain itu, UPT geofisika BMKG sebagai perwakilan BMKG di daerah hendaknya mampu membantu BPBD memberikan pemahaman yang benar atas informasi yang dikeluarkan oleh BMKG. "bila pelatihan dan sosialisasi dilakukan secara rutin maka masyarakat kita akan sigap & tanggap terhadap bencana" ungkap Kepala Pusat Seismologi Tekhnik dan Tanda Waktu BMKG Bambang Setiyo Prayitno.

Kepala Stasiun Geofisika Gowa Gandamana Matondang mengatakan untuk menguatkan peran UPT geofisika sebagai perpanjangan tangan BMKG pusat, yang berperan aktif dalam memberikan pemahaman yang benar mengenai rantai peringatan dini Tsunami dan produk peringatan dini tsunami kepada BPBD sebagai institusi interface. Juga untuk menguatkan peran BPBD sebagai simpul utama peringatan dini Tsunami di daerah dalam memberikan informasi dan arah yang benar kepada masyarakat dan SKPD terkait atas peringatan dini tsunami.

Bupati Majene Fahmi Massiara berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada BMKG yang berkenan untuk bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten Majene dalam segala unsur yang terkait untuk menyelenggarakan sekolah lapang geofisika tahun 2019 di Kabupaten Majene.

Kabupaten Majene memang dianggap sebagai daerah yang rawan gempa dan tsunami. Sebelumnya pernah terjadi pada Tahun 1969 lalu. "menurut teori, lempengan dibumi ini yang selalu bergeser, namun semua itu kembali berpulang kepada pemahaman masing-masing, supaya kita tetap berdo'a kepada Allah SWT untuk diberi keselamatan" sebut Fahmi.

BPBD yang menangani persoalan ini juga tanggap dalam menangani persoalan bencana, pada jumat kemarin telah di lakukan simulasi Gempa & Tsunami. Hal tersebut dilakukan untuk mengedukasi masyarakat, bukan bermaksud untuk menakut nakuti, namun berharap agar kita semua dapat tanggap terhadap bencana yg terjadi.

Acara tersebut juga di hadiri, Kepala Balai Besar BMKG Wilayah IV, Darmawan, Kepala Stasiun Geofisika Gowa, Gandamana Matondang, Kepala Stasiun Meteorologi Majene Agus, Sekretaris BPBD Majene, Camat Banggae Timur, Lurah Baurung , Lurah Pangali Ali dan 32 peserta lainya. (DokFoto : Stageof Gowa)

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024