Sejumlah Perairan Indonesia Berpotensi Gelombang Tinggi

  • Humas
  • 17 Jun 2019
Sejumlah Perairan Indonesia Berpotensi Gelombang Tinggi

JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) merilis peringatan dini gelombang tinggi yang berpotensi terjadi di sejumlah wilayah perairan Indonesia dalam waktu empat hari kedepan (17-20 Juni 2019).

Peningkatan gelombang tinggi terjadi menyusul adanya pola sirkulasi angin di Kalimantan Barat dan Samudera Pasifik Utara Papua. Pola angin di wilayah utara ekuator umumnya dari Tenggara hingga Barat Daya dengan kecepatan 4 - 20 knot, sedangkan di wilayah selatan ekuator umumnya dari Timur - Tenggara dengan kecepatan 4 - 25 knot.

BMKG memantau Kecepatan angin tertinggi terpantau di elat Malaka Utara Aceh, Samudra Hindia Barat Lampung, Selat Sunda bagian Selatan, Samudra Hindia Selatan Jawa, Laut Banda, Samudra Pasifik Utara Halmahera hingga Papua, Perairan Utara Jayapura, Laut Arafuru. Kondisi ini dapat mengakibatkan peningkatan tinggi gelombang di sekitar wilayah tersebut.

Dari hasil pantauan BMKG, terdapat peningkatan gelombang setinggi 1,25 hingga 2,5 meter yang berpeluang terjadi di beberapa perairan seperti Selat Karimata, Laut Jawa, Perairan Utara P. Madura hingga Kep. Kangean, Perairan Selatan Kotabaru, Selat Makassar, Perairan Bau Bau hingga Kep. Wakatobi, Perairan Manui - Kendari, Teluk Tolo, Perairan Selatan Kep. Sula hingga Kep. Banggai, Laut Flores, Perairan Selatan Flores, Laut Sawu bagian utara, Laut Sulawesi bagian barat, Perairan Selatan Sulawesi Utara, Perairan Bitung - Manado, Laut Maluku, Perairan Kep. Sangihe - Kep. Talaud, Perairan Halmahera, Laut Halmahera, Samudera Pasifik Utara Halmahera, Perairan Kep. Sermata hingga Kep. Tanimbar, Perairan Kep. Kei hingga Kep. Aru, Laut Banda, Perairan Selatan Ambon, Laut Seram, Perairan Fak Fak - Kaimana, Perairan Agats - Amamapere, Perairan Utara Papua, Teluk Cendrawasih, dan Laut Arafuru.

Beberapa perairan Indonesia lainnya juga berpotensi mengalami gelombang yang lebih tinggi dengan kisaran 2,5 hingga 4 meter. Wilayah tersebut adalah Perairan Utara Sabang, Perairan Barat Aceh, Perairan Barat P. Simeulue hingga Kep. Mentawai, Perairan Bengkulu hingga barat Lampung, Perairan Barat Kep. Enggano, Samudera Hindia barat Sumatera, Selat Sunda bagian selatan, Perairan Selatan Banten hingga P. Sumba, Selat Bali - Lombok - Alas bagian selatan, Samudera Hindia selatan Jawa hingga NTT, Laut Sawu bagian selatan, Perairan Timor selatan NTT, Perairan Selatan Kep. Sermata hingga Aru, Laut Arafuru, serta Samudera Pasifik utara Biak hingga Jayapura.

BMKG selalu mengimbau pada masyarakat terutama nelayan yang beraktivitas dengan moda transportasi seperti perahu nelayan (kecepatan angin lebih dari 15 knot dan tinggi gelombang di atas 1.25 m), kapal tongkang (kecepatan angin lebih dari 16 knot dan tinggi gelombang di atas 1.5 m), kapal ferry (kecepatan angin lebih dari 21 knot dan tinggi gelombang di atas 2.5 m), dan kapal ukuran besar seperti kapal kargo/kapal pesiar (kecepatan angin lebih dari 27 knot dan tinggi gelombang di atas 4.0 m) untuk selalu waspada.

Bagian Hubungan Masyarakat
Biro Hukum dan Organisasi

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024