Rawan Tsunami, Indonesia Dorong Negara Pesisir Samudera Hindia Perkuat Sistem Mitigasi dan Peringatan Dini

  • Akhmad Fadilah
  • 08 Feb 2024
Rawan Tsunami, Indonesia Dorong Negara Pesisir Samudera Hindia Perkuat Sistem Mitigasi dan Peringatan Dini

SIARAN PERS

INDIA (8 Februari 2024) - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika yang sejak tahun 2019 terpilih sebagai Ketua Koordinasi Antar Pemerintah untuk Sistem Peringatan Dini dan Mitigasi Tsunami di Samudra Hindia (Inter-governmental Coordination Group on Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System - ICG IOTWMS), menyebut negara-negara pesisir Samudra Hindia harus terus meningkatkan dan memperkuat Sistem Mitigasi dan Peringatan Dini Tsunami.

Menurutnya, hal tersebut sangat penting guna mereduksi risiko bencana tsunami, utamanya dalam meminimalisir jumlah korban. Hal ini disampaikan Dwikorita dalam Steering Group Meeting selama ICG/IOTWMS, yang dilaksanakan di Hyderabad, India pada tanggal 5 - 7 Februari 2024.

Dwikorita menyebut bahwa Samudra Hindia merupakan salah satu wilayah di dunia yang sangat rawan terhadap tsunami. Diterangkan, Samudra Hindia terdiri dari dua zona subduksi yang dapat menyebabkan tsunami di seluruh samudra.

Maka dari itu, ancaman tersebut, kata Dwikorita, harus diantisipasi dengan membangun kapasitas seluruh negara anggota agar dapat merespon Peringatan Dini Tsunami secara cepat, tepat dan akurat. Utamanya dalam peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat, serta peningkatan keterjangkauan informasi kepada masyarakat.

Salah satu cara untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap ancaman tsunami, tambah dia, yakni dengan membentuk Tsunami Ready Community. Tsunami Ready Community adalah program peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi ancaman tsunami berbasis pada 12 indikator aspek penilaian potensi bahaya (assessment), kesiapsiagaan (preparedness) dan respon yang telah ditetapkan UNESCO-IOC.

"Saat ini telah terdapat 12 Komunitas Tsunami Ready di Samudra Hindia yang diakui Unesco, dimana 10 diantaranya merupakan Komunitas Tsunami Ready dari Indonesia, dan 2 komunitas lainnya dari India. Saya berharap jumlahnya akan semakin bertambah dari negara-negara lain," ujarnya.

Lebih lanjut, Dwikorita juga menyampaikan bahwa ICG/IOTWMS yang dipimpinnya, secara aktif memberikan pendampingan kepada seluruh negara yang memiliki potensi tsunami di Samudra Hindia untuk membangun dan meningkatkan Sistem Peringatan Dini dan Mitigasi Tsunami di negaranya. Oman, Seychelles dan Timor Leste adalah contoh dari negara yang mendapatkan dampingan penguatan kapasitas melalui Training Tsunami Ready.

Peristiwa Tsunami Aceh, Tsunami Palu serta Tsunami Selat Sunda, lanjut Dwikorita, menunjukkan bahwa selain membangun sistem peringatan dini yang cepat, tepat, dan akurat, juga dibutuhkan kesiapan masyarakat dalam merespon peringatan dini tersebut. Maka dari itu, BMKG terus gencar mengkampanyekan "Early Warning, Early Action" guna semakin meminimalisir risiko yang mungkin ditimbulkan.

Dalam Steering Group Meeting tersebut, yang diselenggarakan di Indian National Centre for Ocean Information Services (INCOIS), dibahas berbagai Progress capaian dan rencana aksi untuk memperkuat Sistem Mitigasi dan Peringatan Dini Tsunami di Samudra Hindia.

Sejalan dengan mandat Sekjen PBB bahwa 100% komunitas rawan Tsunami harus siap dan diperkuat dengan Peringatan Dini yang handal, beberapa isu dan tantangan dibahas dalam pertemuan ini.

Diantaranya, perlunya segera dikembangkan teknologi untuk memberikan Peringatan Dini Tsunami Non-seismik. Saat ini banyak negara di dunia masih belum terlindungi dengan Peringatan Dini Tsunami non seismik, karena memang belum ditemukan teknologi yg mumpuni dan benar-benar sudah teruji untuk non seismik Tsunami.

Dengan masih adanya keterbatasan teknologi untuk mitigasi dan peringatan dini Tsunami, kearifan lokal dan kapasitas komunitas masyarakat pantai rawan Tsunami harus terus ditingkatkan dan diperkuat, antara lain melalui Program Tsunami Ready (UNESCO), serta Destana (Desa Siaga Bencana) dan Katana (Keluarga Siaga Bencana) yg dicanangkan Pemerintah Indonesia (BNPB).

Selain itu, dibahas pula pentingnya terus digalakkan penguatan Kapasitas negara-negara anggota ICG/IOTWMS, serta penerapan Program dan Aksi Tsunami Ready untuk infrastruktur kritis dan pertukaran data monitoring untuk Peringatan Dini.
(*)

Biro Hukum dan Organisasi
Bagian Hubungan Masyarakat

Instagram : @infoBMKG
Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG
Facebook : InfoBMKG
Youtube : infoBMKG
Tiktok : infoBMKG

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024