Puslitbang BMKG Gelar Webinar "Dua Tahun Gempabumi dan Tsunami Palu: Tantangan dan Peluang ke Depan"

  • Ibrahim
  • 29 Sep 2020
Puslitbang BMKG Gelar Webinar "Dua Tahun Gempabumi dan Tsunami Palu: Tantangan dan Peluang ke Depan"

Jakarta - Bencana gempabumi dan tsunami yang melanda Palu dan Donggala tepat 2 tahun lalu tercatat sebagai salah satu bencana paling mematikan, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. Peristiwa yang terjadi pada tanggal 28 September 2018 tersebut banyak meninggalkan pelajaran penting yang bisa dijadikan kajian untuk mengurangi risiko kejadian potensial di masa mendatang.

Memperingati 2 tahun peristiwa gempabumi dan tsunami Palu, Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG menyelenggarakan Litbang Webinar Series #2 dengan tema Dua tahun gempabumi dan tsunami Palu: Tantangan dan peluang ke depan!, Senin (28/9). Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan pemahaman baru dari pakar tentang kegiatan serta riset-riset terbaru terkait monitoring dan mitgasi gempabumi dan tsunami.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati kembali mengingat, kejadian gempa bumi dan tsunami di Palu dua tahun lalu sangat mengguncang dunia. Dwikorita menyebutkan peristiwa tersebut sebagai anomali, karena sama sekali di luar dugaan. "Pertama karena mekanisme patahannya strike slip yang biasanya tidak membangkitkan tsunami, namun dalam hal ini gempabumi Palu mengakibatkan longsor bawah laut dan menimbulkan tsunami, yang kedua karena tsunaminya datang dengan sangat cepat 2 menit setelah gempa terjadi, tutur beliau. Dwikorita menjelaksan hal tersebut yang perlu dicermati lanjut. "Target BMKG ke depan adalah bagaimana peringatan dini tsunami BMKG bisa disampaikan lebih cepat di menit ke 2-3 setelah gempabumi terjadi, ujar Dwikorita.

Kegiatan webinar ini menghadirkan narasumber yang merupakan pakar dalam gempabumi dan tsunami. Sesi pertama diskusi menghadirkan Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono yang membawakan materi "Perkembangan terkini INATEWS dan InaEEWS". Selain itu juga menghadirkan Dr. Aditya Gusman dari GNS New Zealand dengan materi "Riset landslide tsunami dan tantangan mitigasi tsunami di Indonesia", serta Dr. Irwan Meilano dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB yang membawakan materi "Deformasi tektonik di Palu dan sekitarnya".

Sesi kedua dilanjutkan dengan materi "Kajian seismologi teknik di daerah Palu" yang disampaikan oleh Dr. Sigit Purnomo dari Pusat Seismologi Teknik, Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG. Dilanjutkan dengan Dr. Erdinc Saygin dari CSIRO Australia yang mempresentasikan "Onshore and offshore seismic monitoring and imaging with conventional and unconventional sensors". Materi terakhir diisi oleh Dr. Agustya Adi Martha dari Puslitbang BMKG yang berjudul "Ambient Noise Tomography".

Dengan dilaksanakannya webinar ini, diharapkan dapat meningkatkan kapasitas SDM khususnya operasional BMKG baik yang bertugas di pusat maupun di Unit Pelaksana Teknis (UPT) daerah, dan juga untuk peneliti serta akademisi bidang Geofisika di Indonesia pada umumnya, sehingga didapatkan pengetahuan dan pandangan baru yang dapat diterapkan oleh BMKG sebagai usaha untuk meningkatkan kinerja monitoring dan mitigasi gempabumi dan tsunami di Indonesia.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024