Penjelasan Gempabumi Merusak Di Pulau Ambalau, Maluku 17 Januari 2016

  • Petugas Web
  • 17 Jan 2016
Penjelasan Gempabumi Merusak Di Pulau Ambalau, Maluku 17 Januari 2016

Hari Minggu, tanggal 17 Januari 2016, pukul 08.22.31 WIT wilayah Pulau Ambalau dan Pulau Buru diguncang gempabumi tektonik dengan kekuatan M=5,5 Skala Richter.

Pusat gempabumi terletak pada koordinat 3,80 lintang selatan dan 127,28 bujur timur, tepatnya di Laut Banda, pada jarak 63 kilometer arah selatan Namlea, Pulau Buru atau 98 kilometer arah timur Namrole, Pulau Buru, pada kedalaman hiposenter 44 kilometer. Guncangan gempabumi ini dirasakan dalam skala intensitas IV-V MMI di Pulau Ambalau, III MMI di Namlea-Buru Selatan, dan II MMI di Ambon.

Laporan sementara, daerah yang mengalami dampak gempabumi cukup signifikan adalah Desa Masawoy dan Desa Ulima di Kecamatan Ambalau. Di Desa Masawoy terjadi kerusakan sebanyak 50 bangunan rumah, dan 2 orang menderita luka-luka. Sedangkan di Desa Ulima dilaporkan sebanyak 70 bangunan rumah mengalami kerusakan dan 6 orang menderita luka-luka.

Gempabumi yang terjadi merupakan jenis gempabumi tektonik hiposenter dangkal akibat aktivitas sesar aktif di Laut Banda. Hasil analisis mekanisme sumber menggunakan perangkat lunak JisView menunjukkan bahwa gempabumi ini dibangkitkan oleh sebuah aktivitas sesar dengan mekanisme oblique, yaitu kombinasi antara sesar mendatar dengan naik. Salah satu parameter sesar, strike menunjukkan nilai sebesar 62,3 derajat dengan nilai dip sebesar 86,0 derajat. Nilai ini menggambarkan adanya sebuah pola penyesaran yang berarah baratdaya-timurlaut.

Jika kita tinjau episenter gempabumi ini pada peta tektonik McCaffrey (1988), tampak bahwa pusat gempabumi ini terletak di zona struktur sesar oblique (mendatar-naik) yang terdapat di Laut Banda. Struktur sesar ini berarah baratdaya-timurlaut, melintas di sebelah tenggara Pulau Buru. Arah strike dari struktur sesar ini cukup relevan dengan arah strike hasil analisis mekanisme sumber di atas.

Berdasarkan monitoring BMKG hingga siang ini baru terjadi 1 kali gempabumi susulan, yang terjadi pada pukul 09.25.23 WIT dengan kekuatan M=2,7 skala Richter. Berdasarkan data gempabumi susulan ini, diyakini tidak ada potensi akan terjadi gempabumi dengan kekuatan yang lebih besar. Untuk itu, masyarakat pesisir Pulau Buru dan Pulau Ambalau, Maluku dihimbau agar tetap tenang, karena gempabumi yang terjadi tidak berpotensi menimbulkan tsunami.***

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024