Pemantauan Musiman Januari - Maret (Q1) 2023

  • Kukuh Prasetyaningtyas
  • 29 Mei 2023
Pemantauan Musiman Januari - Maret (Q1) 2023

Situasi Iklim- Q1 2023 : Antara Januari hingga Maret 2023, sebagian besar wilayah di Indonesia mengalami pola curah hujan normal jika dibandingkan dengan rata-rata jangka panjang tiga puluh tahun. Namun, beberapa daerah di Sumatera, Kalimantan, Maluku, Sulawesi bagian utara, dan Papua mengalami curah hujan di atas normal. Sebaliknya, curah hujan di bawah normal terjadi di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua bagian utara, mengakibatkan kondisi yang lebih kering daripada rata-rata jangka panjang.

Dampak Bencana - Q1 2023 : Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan 747 bencana tercatat di Indonesia, berkurang 34% dibandingkan periode yang sama tahun 2022. Sebagian besar bencana tersebut disebabkan oleh bencana hidrometeorologi seperti banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor. Pulau Jawa mengalami jumlah bencana tertinggi, hampir lima puluh persen dari semua kejadian bencana.

Status Ketahanan Pangan dan Gizi : Menurut Badan Pangan Nasional (NFA), lebih dari separuh provinsi di Indonesia berada dalam kondisi aman pada Februari 2022. Sembilan belas provinsi berada dalam kategori amaan, sementara 15 provinsi berada dalam kategori waspada dalam hal ketahanan pangan dan gizi di beberapa wilayah di Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Produksi Padi : Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan produksi beras Januari-April 2023 mencapai 13,8 juta ton, dengan peningkatan luas panen sebesar 2,13% dan produksi beras sebesar 0,56% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Produksi beras tertinggi berada di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat dengan total produksi 7,5 juta ton.

Prakiraan Iklim untuk Pertanian : Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperkirakan risiko kekeringan lebih tinggi di provinsi penghasil beras utama, dengan 45% area tanam padi diperkirakan akan menerima curah hujan lebih sedikit dari Mei hingga Juli 2023.

Prakiraan Iklim (Mei - Juli 2023) : Fenomena triple-dip La Nina yang berlangsung selama tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2020 akhirnya berakhir. Namun, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan beberapa lembaga iklim global lainnya, indeks ENSO diperkirakan akan bergeser secara bertahap menuju fase El-Nino pada semester II 2023. BMKG juga memprediksi sebagian besar provinsi di Indonesia akan mengalami awal musim kemarau yang lebih cepat.

- Klik tautan ini jika PDF di atas tidak muncul.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024