Menghitung Hari Penyelenggaraan Pertemuan IMF - WBG

  • Murni Kemala Dewi
  • 18 Sep 2018
Menghitung Hari Penyelenggaraan Pertemuan IMF - WBG

Jakarta - Senin (17/9/2018) / Annual Meeting IMF - World Bank Group (WBG) tidak terasa sudah semakin dekat. Sidang Tahunan IMF - WBG ini merupakan forum pertemuan terbesar bidang ekonomi, keuangan, dan pembangunan di tingkat global, yang mempertemukan pihak pemerintah (Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral) dari 189 negara, dan pihak non pemerintah yang menguasai sektor keuangan dan ekonomi dunia. Tentu saja menilik dari jumlah delegasi yang diperkirakan berjumlah sekitar 15.000 orang yang nantinya akan menginjakkan kaki mereka di Pulau Dewata, Pemerintah Indonesia mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pertemuan tersebut dengan hati-hati dan baik serta melakukan koordinasi antar lembaga untuk menunjang lancarnya keberlangsungan acara yang akan diselenggarakan pada tanggal 8-14 Oktober 2018 nanti. Salah satunya yang berkaitan dengan cuaca, iklim serta informasi mengenai potensi gempabumi dan tsunami.

Tertkait hal ini, bertempat di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyampaikan laporan mengenai kesiapan BMKG dalam mendukung kelancaran pertemuan IMF - WBG di Bali. Dalam Rapat Koordinasi Panitia Nasional Penyelenggara AM IMF-WBG yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Kepala BMKG menyampaikan bahwa beberapa daerah di Bali masih dalam keadaan musim kemarau karena musim hujan mundur sehingga angin masih Timur-Tenggara dan peluang terjadi hujan rendah. Selain itu BMKG juga sudah mempersiapkan kelengkapan peralatan penunjang untuk menjamin kelancaran acara, bukan hanya di Bali namun juga di beberapa daerah pendukung dan juga daerah tujuan wisata peserta, seperti di Surabaya, Makasar, Bayuwangi, Labuanbajo.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman menyampaikan ucapan terima kasih pada BMKG atas dukungan BMKG dalam penyelenggaraan IMF-WBG ini. Beliau juga berharap BMKG bisa memberikan informasi yang nantinya akan digunakan untuk kelancaran penyelenggaraan rangkaian acara IMF-WBG. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman juga berpesan pada panitia untuk menyampaikan pada para peserta pertemuan IMF-WBG link infoBMKG yang bisa di download untuk mendapatkan tambahan informasi cuaca, iklim, kualitas udara serta gempabumi dan tsunami.

Turut hadir mendampingi Kepala BMKG dalam acara ini yaitu Kepala Pusat Meteorologi Penerbangan, AGUS Wahyu Raharjo, SP dan Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami, Rahmat Triyono, ST, Dipl.Seis, M.Sc.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024