Kunjungi NTT, BMKG Mitigasi Bencana Hidrometeorologi Akibat La Nina

  • Ibrahim
  • 21 Nov 2021
Kunjungi NTT, BMKG Mitigasi Bencana Hidrometeorologi Akibat La Nina

KUPANG (20 November 2021) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, mengunjungi Nusa Tenggara Timur (NTT) guna melakukan mitigasi potensi bencana hidrometeorologi akibat fenomena La Nina.

Dwikorita menyebut sejumlah daerah di NTT berpotensi diterjang bencana hidrometeorologi diantaranya Kupang, Balawa, Ende, Ruteng, Manggarai, Sumba Barat, dan Sumba Timur. Maka dari itu, menurutnya, dibutukan kewaspadaan dan kesiap-siagaan seluruh komponen baik pemerintah daerah maupun masyakarat.

"Meski masih prediksi, namun hal ini perlu diantisipasi mengingat fenomena cuaca sangat dinamis dan cepat berubah," ungkap Dwikorita saat bertemu dengan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, Jum'at (19/11).

Sejumlah rekomendasi disampaikan Dwikorita kepada Laiskodat, diantaranya untuk kondisi Nusa Tenggara Timur saat ini sendiri dalam kondisi normal, dilihat dari curah hujan tiap bulan masih dalam kategori dari rendah sampai menengah. Sehingga dengan adanya La Nina, nantinya curah hujan dapat bertambah hingga 100 persen lebih.

"Itu justru dapat menjadikan berkah, karena dapat ditampung air hujannya. Kemungkinan curah hujan akan semakin meningkat pada Desember, Januari hingga Februari," ungkapnya,

"Ada potensi bencana didaerah-daerah lereng seperti longsor, banjir, dan banjir bandang, namun semoga saja hal itu tidak terjadi, sehingga kelebihan air dapat dimanfaatkan untuk tabungan saat kering," jelasnya.

Hal ini mengingat, musim kemarau di NTT jauh lebih panjang daripada musim penghujan sehingga bisa dimaksimalkan menjadi berkah asalkan ada tata kelola manajemen mitigasi.

Dwikorita berharap pemerintah daerah dapat melibatkan seluruh unsur 'pentaheliks' dalam memperkuat kesiapsiagaan menghadapi bencana. Selain itu, penguatan sistem peringatan dini berbasis masyarakat untuk kepentingan kedaruratan dan evakuasi juga harus ditingkatkan.

"Seperti penguatan jejaring komunikasi, pemasangan rambu daerah rawan bencana, jalur evakuasi dan simulasi evakuasi secara berkala," imbuhnya.

Dwikorita juga mengimbau pada masyarakat untuk turut aktif berpartisipasi dalam menyiapkan mitigasi, misalnya, menyiapkan tandon-tandon tampungan air agar tidak segera lari ke laut atau melintas banjir tanpa terkendali.

Untuk diketahui, berdasarkan data terkini BMKG, menunjukkan bahwa saat ini nilai anomali telah melewati ambang batas La Nina, yaitu sebesar -0,99 pada Dasarian I November 2021.

Dari data tersebut, potensi La nina diprediksi terus berkembang dan diprakirakan akan berlangsung dengan intensitas lemah - moderate, setidaknya hingga Februari 2022.

Berkaca pada kejadian La Nina tahun 2020 lalu, secara umum wilayah Indonesia mengalami peningkatan curah hujan pada November-Desember-Januari berkisar antara 20 - 70 persen di atas normalnya, sedangkan untuk wilayah NTT peningkatan curah hujan yang signifikan terjadi di bulan Oktober - November berkisar lebih dari 70 persen di atas normalnya. La Nina tahun ini diprediksikan memiliki dampak yang relatif sama dengan tahun 2020.

Sementara itu, Gubernur NTT Victor B Laiskodat menjelaskan pihaknya akan terus melakukan koordinasi, kolaborasi dengan pemerintah daerah di seluruh NTT, dan pada tanggal 30 November 2021 akan dilakukan rapat koordinasi terkait apa yang disampaikan oleh BMKG.

"Jangan sampai nanti terjadi seperti bulan April itu di Nelelamadike, di Adonara itu, kampungnya di atas kemudian mereka tidak melakukan palang dan sebagainya, sehingga seluruh kampung itu dibawa banjir. Begitu pun juga di Lembata," tegasnya.

Victor mengatakan bahwa untuk pemerintah daerah yang memiliki tingkat kerawanan bencana hidrometeorologi yang sudah diperingatkan BMKG, akan dipersiapkan bentuk-bentuk mitigasi bencana yang lebih sigap, guna menghindari kejadian bencana alam yang dapat menimbulkan korban jiwa.

Laiskodat mengatakan juga akan meminta jajarannya untuk melakukan antisipasi seperti yang sudah direkomendasikan BMKG, antisipasi tersebut diantaranya adalah mengelolaan sumber daya air terintegrasi dari hulu ke hilir untuk mengantisipasi debit air yang berlebih akibat peningkatan curah hujan.

Kedua, mengoptimalkan kapasitas tandon air/embung/waduk dan juga memastikan sungai-sungai dan aliran air siap untuk menerima dan mengalirkan air.

Selanjutnya, memangkas dahan dan ranting pohon yang rapuh serta menguatkan tegakan tinggi serta atap bangunan. Tidak lupa juga menghindari kerusakan lingkungan (penggalian/penambangan dan pemotongan lereng yang tidak terkontrol. Lebih lanjut yaitu menggalakkan penghijauan secara masif. Dan terakhir, mengupdate informasi prakiraan cuaca, iklim dan peringatan dini secara rutin. (*)

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024