Ketua Komisi V DPR RI Membuka SLI Tahap 3 di NTT

  • Ayu Isrianti Putri
  • 08 Apr 2019
Ketua Komisi V DPR RI Membuka SLI Tahap 3 di NTT

Kupang, 02 April 2019 - Stasiun Klimatologi Kelas II Kupang menggelar acara pembukaan Sekolah Lapang Iklim (SLI) Tahap 3 Tahun 2019 yang pesertanya merupakan kelompok Kompastani Kelurahan Kolhua Kecamatan Maulafa Kota Kupang. Kelompok ini merupakan kelompok binaan gereja-gereja lokal untuk memanfaatkan lahan yang ada demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Acara pembukaan ini dihadiri oleh Deputi Klimatologi BMKG, Ketua Komisi V DPR RI, Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG, Kepala Balai Besar Wilayah III MKG, Para KUPT Stasiun Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Se Nusa Tenggara Timur, perwakilan Kepala BPS Kota Kupang, Kapolsek Maulafa, Camat Maulafa, Lurah Kolhua serta tamu undangan.

Dalam laporan panitia pelaksana yang disampaikan oleh Kepala Stasiun Klimatologi Kupang, Bapak Apolinaris S. Geru mengatakan bahwa SLI Tahap 3 ini merupakan yang ke-5 diadakan di Provinsi NTT. SLI pertama di provinsi ini dilaksanakan pada tahun 2010 yang didanai oleh AusAid, dan menjadi kegiatan rutin yang menggunakan dana APBN sejak tahun 2013 hingga tahun 2019. Sejauh ini Stasiun Klimatologi Kupang telah melaksanakan 10 kali SLI tahap 2, 4 kali SLI tahap 3 serta 3 kali Sosialisasi Agroklimat.

Selanjutnya, dalam sambutan Bapak Fary Dj. Francis selaku Ketua Komisi V DPR RI menyampaikan sangat mengapresiasi adanya SLI karena sekolah ini merupakan sekolah lapangan yang benar-benar merepresentasikan apa yang dinamakan sekolah lapangan. Beliau juga mengatakan karena peranan BMKG yang sangat strategis terhadap keselamatan dan kesejahteraan masyarakat maka Komisi V DPR RI berkomitmen untuk memberikan dukungan penuh kepada BMKG. Mengakhiri sambutannya, beliau memberi catatan kepada para peserta untuk serius mengikuti pelatihan ini, menurut beliau pelatihan ini sangat baik untuk mengkombinasikan local wisdom yang sudah ada turut temurun pada masyarakat petani dengan ilmu/ peralatan BMKG untuk meningkatkan pemahaman iklim yang lebih terpercaya serta mendorong para pejabat desa baik camat, lurah maupun babinsa yang hadir untuk bersama menaruh perhatian pada kegiatan SLI ini supaya manfaatnya dapat dinikmati secara luas oleh pemerintah Kota Kupang.

Dalam sambutan pembukaan Deputi Klimatologi BMKG, Bapak Herizal menyatakan SLI yang telah dilaksanakan oleh BMKG sejak tahun 2010 ternyata telah mejadi contoh sukses pelaksanaan program literasi iklim di negara kawasan Asia-Pasifik. Timor Leste merupakan negara yang telah mempraktekkan pelatihan SLI di negaranya, menyusul Pakistan yang meminta pelatihan serupa diadakan di negaranya. Beliau juga mengatakan bahwa untuk meningkatkan produktifitas pertanian ada 3 komponen penting yang perlu diperhatikan yaitu bibit, lahan dan iklim. Terkait masalah bibit dan lahan sekarang sudah bisa direkayasa namun berbeda dengan iklim yang masih menjadi faktor pembatas dalam pertanian. Untuk saat ini kita hanya bisa mengenali pola perilaku iklim dan berusaha menyesuaikannya. Karena itu, pemahaman petani mengenai iklim perlu terus ditingkatkan, salah satu cara yaitu dengan pelatihan SLI seperti ini.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024