Kepala BMKG Diskusikan Kerjasama Peningkatan Teknologi MKG dengan JMA JST dan JICA

  • Murni Kemala Dewi
  • 23 Nov 2017
Kepala BMKG Diskusikan Kerjasama Peningkatan Teknologi MKG dengan JMA JST dan JICA

Tokyo - Kepala BMKG, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc, Ph.D, mendapatkan undangan dari Presiden Japan Science and Technology Agency (JST) untuk menghadiri Pertemuan Science Agora 2017 yang diselenggarakan di Tokyo, Jepang dari tanggal 22 sd 25 November 2017. Dalam pertemuan tersebut diadakan serangkaian pembicaraan terkait kerjasama pengembangan inovasi untuk peningkatan kualitas dan akurasi layanan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (MKG), antara lain dengan JST, Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Japan Meteorological Agency (JMA).

Dalam pertemuan dengan Head of JMA, Mr. Hashida Toshihiko dan Vice President of JICA, Mr. Ejima Shinya, Kepala BMKG menyampaikan harapannya untuk dapat melanjutkan kerjasama yang telah lama dibangun antara JMA-BMKG dan JICA-BMKG. Apalagi dengan adanya tuntutan peningkatan safety dari bencana. Selain itu, Indonesia juga merupakan salah satu poros maritim dunia sehingga BMKG perlu meningkatkan teknologi dari segi hulu dan human resources capacity development.

Dengan JMA, yang menjadi fokus pembicaraan adalah mengenai pemanfaatan satelit Himawari Jepang untuk mendukung informasi meteorologi. Saat ini JMA juga sedang mengembangkan Advanced Weather Radar, yang mana dengan radar tersebut akurasi prediksi cuaca akan lebih meningkat.

JICA sendiri merupakan internasional partner yang telah lama membantu pemerintah Indonesia. Namun bantuan JICA sangat parsial dengan berbagai user yang belum tentu dapat mempertahankan sustainability. Agar kedepan dalam hal memberi bantuan lebih diutamakan sistem kerjasama yang sustain.

Kepala BMKG menyampaikan proposal program untuk National Safety Enhancement dalam bidang MKG yang berhubungan dangan penerbangan (bandara), maritim (pelabuhan) serta geo-disaster (gempabumi dan tsunami). BMKG saat ini perlu untuk meningkatkan kapasitas teknologi untuk prediksi cuaca, perubahan iklim, pemanasan global, kebakaran hutan serta analisis gempabumi & tsunami. Penggunaan data MKG oleh stakeholders sangatlah luas, sehingga jika kapasitas teknologi MKG meningkat maka akan meningkatkan akurasi data MKG, yang tentunya akan membantu berbagai sektor yang memerlukan data MKG.

Pada pertemuannya dengan Kepala Departemen Kerjasama Luar Negeri JST, Kepala BMKG mendiskusikan mengenai kemungkinan BMKG menjadi anggota The e-ASIA Joint Research Program, dimana program ini memungkinkan penelitian dengan berbagai institusi serta berbagai negara di Asia. Dengan mengikuti program ini, maka akan membuka kesempatan penelitian dengan dasar multilateral yang berskala internasional.

Kerjasama yang dirintis dengan JST, JICA, dan JMA ini, diharapkan dapat mengakselerasi peningkatan kualitas layanan MKG, khususnya untuk mendukung percepatan terwujudnya keselamatan masyarakat dari potensi bencana MKG, serta mendukung keamanan di bidang perhubungan, infrastruktur dan ketahanan pangan.

Ikut serta dalam pertemuan tersebut President RA V WMO Dr. Andi Eka Sakya, Dekan Fakultas Teknik UGM, Prof. Nizam, Dekan Sekolah Vokasi UGM, Dr. Wikan Sakarinto dan Atase Perhubungan KBRI Tokyo Dian Wahdiana. Disela pertemuan, Kepala BMKG melakukan kunjungan ke KBRI Tokyo.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024