Kearifan Lokal Dukung Teknologi Peringatan Dini

  • Rama Aditya
  • 03 Nov 2023
Kearifan Lokal Dukung Teknologi Peringatan Dini

(Jakarta, 03 November 2023) Sebagai bahan pembelajaran dari bencana gempa bumi maupun tsunami yang pernah terjadi di Aceh dan Palu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menggelar Dialog Mitra di Kantor Pusat BMKG, Jakarta Pusat, Jumat (3/11).

Diskusi ini mengusung tema "Melawan Kesenjangan, Menata Ketangguhan Mitigasi Gempa Bumi, dan Tsunami Masa Depan".

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam sambutannya menuturkan, kegiatan ini diupayakan bisa menguatkan ketangguhan masyarakat menghadapi ancaman gempa bumi dan tsunami.

"Kita harus memetik pelajaran penting dari tragedi 20 tahun yang lalu saar tsunami di Aceh. Jangan sampai korban jiwa dan kerugian ekonomi yang sangat besar terulang," ucapnya.

Saat itu, kata Dwikorita, kapasitas BMKG masih sangat terbatas, bahkan belum memiliki jaringan pengamatan seismik yang memadai.

"Kurang lebih hanya memiliki 50 sensor bahkan kurang antara 25-50 sensor seismograf yang tersedia saat itu. Pengolahannya masih manual, komputerisasinya saat itu pun masih sangat tertinggal. Sehingga BMKG sulit untuk segera mengetahui posisi gempa bumi dan magnitudonya di mana, berpotensi tsunami atau tidak," jelas Dwikorita.

Dwikorita menambahkan, kejadian tsunami Palu juga menyadarkan pihaknya bahwa betapa pentingnya sistem peringatan dini terutama untuk tsunami non seismik. Ia menilai perlu ada penyempurnaan dari sistem-sistem pendukungnya.

Pasca tsunami Palu, Dwikorita mengatakan, BMKG terus berupaya dengan dukungan perguruan tinggi membentuk konsorsium membuat sistem processing merah putih dengan target 5-10 tahun .

"Kami terus bekerja keras mengejar kemajuan tekhnologi demi terwujudnya kecepatan peringatan dinu tsunami. Mengingat fenomana alam itu sangat rumit," tuturnya.

Selain itu, Dwikorita menyampaikan bahwa dalam keselamatan masyarakat tidak cukup mengandalkan tekhnologi, melainkan center-nya ada di masyarakat. Menurutnya kearifan lokal terbukti bisa menyelamatkan masyarakat.

"Jangan terlalu puas dengan teknologi karena masih banyak ditemukan kekurangan," ujarnya.

Ia mengatakan, BMKG bersama BNPB, perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan masyarakat akan terus bergotong royong untuk membangun kekuatan masyarakat dengan kearifan lokalnya serta kesiapan masyarakat yang lebih tangguh.

Seperti yang dicanangkan oleh sekjen PBB hingga tahun 2027 diharapkan 100% masyarakat di daerah rawan selalu siap dalam menyelamatkan diri saat tsunami demi mewujudkan Safe Ocean.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024