KBMKG Hadiri AGU Fall Meeting di Amerika

  • Murni Kemala Dewi
  • 30 Des 2016
KBMKG Hadiri AGU Fall Meeting di Amerika

San Fransisco/ Kepala BMKG, Dr. Andi Eka Sakya, M.Eng, menyampaikan pidato ilmiah di AGU (American Geophysical Union) Fall Meeting 2016 yang berlangsung dari tanggal 12-16 Desember lalu. AGU Fall Meeting merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh American Geophysical Union sebagai forum diskusi para ilmuan, akademisi, dan praktisi seluruh dunia di bidang ilmu kebumian (geoscience), termasuk didalamnya terkait meteorologi, oseanografi dan geofisika.

Dalam paparannya yang berjudul "The Roadmap of Marine Observation Development Fostering the Understanding of Weather-Climate Characteristics in the Indonesian Maritime Continent", Kepala BMKG menyampaikan bahwa observasi maritim merupakan faktor kunci dalam memahami karakteristik cuaca dan iklim di wilayah Indonesia yang juga dikenal sebagai Benua Maritim. Hal ini didasari adanya fakta bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya berupa lautan serta terletak diantara dua samudra yaitu Samudra Pasifik dan Hindia. Kondisi tersebut diyakini memberikan dampak terhadap dinamika cuaca dan iklim di wilayah Indonesia. Namun, dikarenakan keterbatasan pengamatan observasi maritim, proses interaksi udara-laut yang paling berperan terhadap variabilitas cuaca dan iklim di Indonesia belum sepenuhnya terpantau secara mendalam dan komprehensif.
Saat ini BMKG berperan aktif dalam rangka meningkatkan aktivitas observasi maritim, diantaranya dengan melakukan berbagai kerjasama dengan lembaga interasional diantaranya NOAA melalui Program INDONESIA PRIMA. Program Indonesia Prima menunjukkan bahwa (1) pemeliharaan sistem observasi maritim global dapat dilakukan secara lebih optimal: pemanfaatan asset penelitian antar-lembaga nasional dan internasional, serta dapat memfasilitasi program capacity building; (2) data pengamatan yang dihasilkan menjadi bahan dasar interprestasi maupun pemahaman gejala cuaca dan iklim ekstrim; (3) memberikan pemahaman tentang mekanisme interaksi lautan-atmosfer baik di permukaan maupun di dalam laut, mengingat lebih dari 90% panas "tersimpan" di lautan. Hal ini dapat lebih menjelaskan peran ITF (Arus Lintas Indonesia - Arlindo) sebagai information missing link antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, terutama dalam pemahaman perubahan iklim baik nasional maupun global. Selain Indonesia Prima, BMKG juga terlibat penuh pada kegiatan Year of Maritime Continent (YMC) 2017, dan Tropical Pacific Observation System (TPOS) 2020 yang merupakan kegiatan penelitian bersama berbagai negara untuk mengungkap berbagai fenomena interaksi udara-laut di wilayah Maritime Continent melalui penempatan berbagai alat observasi udara laut di beberapa tempat di wilayah Indonesia. Melalui kerjasama-kerjasama tersebut diharapkan akan semakin mendorong peran strategis Indonesia dalam memberikan sumbangan kepada pengamatan maritim dunia.

Tantangan observasi maritim sesungguhnya adalah membangun observasi maritim yang reliable, realtime, dan kontinyu di wilayah perairan Indonesia. Oleh karena itu, dalam 5 tahun kedepan BMKG berencana meningkatkan kapasitasnya di bidang observasi maritim melalui berbagai pembangunan observasi maritim berbasis in-situ maupun inderaja dengan berdasarkan lima pendekatan pengembangan yaitu: Global Standard, SDM, Integritas, Organisasi dan Kerangka Pengelolaan/ Peraturan. Rencana ini sejalan dengan program pemerintah yang akan menjadikan Indonesia sebagai negara poros maritim, yaitu melalui adanya penguatan layanan cuaca dan iklim di laut untuk mendukung konektivitas antar-pulau, keamanan transportasi laut, kegiatan eksplorasi SDA di laut, pariwisata dan berbagai aktivitas laut lainnya.

Pada AGU Fall Meeting 2016 ini, Kepala BMKG didampingi oleh Kepala Pusat Meteorologi Maritim, Nelly Florida Riama, M.Si, Kepala Biro Umum dan Sumber Daya Manusia, Drs. Yusuf Supriyadi, MT, Kepala Sub Bidang Layanan Informasi Meteorologi Maritim, Dr. Andri Ramdhani, M.Si dan Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kepala BMKG, Helminah Herawati, S.Si. Selama kunjungan tersebut, tim BMKG juga melakukan beberapa pertemuan dengan expert dari NOAA, JAMSTEC, dan praktisi di bidang teknologi observasi maritim terbaru seperti HF Coastal Radar dan surface glider.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024