Jumpa Pers Terkait Prediksi Iklim Tahun 2020 dan Update Gempabumi yang Melanda Mindanao

  • Rozar Putratama
  • 31 Okt 2019
Jumpa Pers Terkait Prediksi Iklim Tahun 2020 dan Update Gempabumi yang Melanda Mindanao

Jakarta, Kamis (31/10) , Kepala BMKG Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D. dengan didampingi Pejabat Eselon I - II di Kedeputian MKG menjadi narasumber pada kegiatan Konfrensi Pers yang diselenggarakan di ruang Studio Mini Kantor BMKG Pusat.

Tema jumpa pers kali ini terbagi menjadi 2 yakni mengenai Klimatologi dan Geofisika. Pada sesi Klimatologi Dwikorita menjelaskan bahwa "wilayah Indonesia mengalami musim kemarau panjang di tahun 2019. Fenomena ini bisa terjadi karena rendahnya suhu permukaan laut daripada suhu normalnya yang berkisar antara 26 - 27 derajat celcius di wilayah perairan Indonesia bagian selatan dan barat, sehingga berimplikasi pada kurangnya pembentukan awan di wilayah Indonesia dan kondisi ini mengakibatkan kekeringan yang berdampak pada ketersediaan air bersih, kebakaran hutan dan lahan, serta suhu panas".

Lebih lanjut beliau menyampaikan "Dengan adanya fenomena tersebut, mengakibatkan awal musim hujan periode 2019/2020 mengalami kemuduran, dan sebagian besar wilayah Indonesia - mulai memasuki musim hujan pada bulan November, kecuali untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan yang dimulai sejak pertengahan Oktober 2019".

Akan tetapi, sambung Dwikorita "pada tahun 2020 BMKG memprediksi tidak akan terjadi kondisi yang serupa tahun 2019 (anomali iklim yang berdampak pada curah hujan di Indonesia), bahkan Badan Meteorologi milik Amerika seperti (NASA) dan Jepang (JAMSTEC) memprediksikan hasil yang sama dengan BMKG, tegasnya".

"Maka pada tahun 2020 nanti musim kemarau umumnya akan dimulai pada bulan April - Mei hingga Oktober 2020, sedangkan wilayah yang terletak di dekat ekuator seperti Aceh, Sumatera Dan Riau

Kondisi iklim di Indonesia sangat dikontrol oleh kondisi suhu muka air laut di Samudera Hindia sebelah Barat - Barat Daya Pulau Sumatera dan di Samudera Pasifik, serta di perairan laut Indonesia, tutur Dwikorita.

"Musim hujan 2019/2020 sebentar lagi akan dimulai sesuai prakiraan yang telah dibuat BMKG. Saat ini sebagian daerah telah memulai masa peralihan dari musim kemarau ke hujan bahkan beberapa daerah (sebanyak 15%) yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumbar, Palembang, Riau, Kaltim, sebagian Sulawesi dan Sebagian Papua bagian Barat sudah memasuki musim hujan", paparnya.

"Di masa peralihan atau pancaroba, kondisi cuaca biasanya ditandai dengan perubahan arah angin dan peningkatan kecepatan. Kondisi seperti ini sering menimbulkan cuaca ekstrim seperti angin kencang dan puting beliung. Hal ini yang perlu diwaspadai. Hujan dapat turun sesaat namun pada sektor pertanian tetap memperhatikan prakiraan yang dikeluarkan BMKG saat akan memulai musim tanam", tambah Dwikorita

Sedangkan untuk prospek musim kemarau 2020, lebih lanjut Dwikorita menjelaskan "hasil prediksi menunjukkan prospek curah hujan yang cenderung normal sesuai klimatologisnya dan kecil peluang terjadinya gangguan anomali iklim global".

"Kiranya pemenuhan dan penyimpanan cadangan air pada waduk-waduk, embung-embung, kolom retensi, dan sistem polder dapat dilakukan lebih dini pada saat puncak musim hujan hingga peralihan musim, sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal untuk keperluan mendesak penanganan kebakaran hutan dan lahan serta kebutuhan pertanian"imbuh Dwikorita mengakhiri sesi bidang Klimatologi

Usai pemaparan mengenai prediksi iklim tahun 2020, kegiatan jumpa pers dilanjutkan dengan tema kedua yakni mengenai gempabumi yang melanda Mindanao, Filipina Selatan.

Dalam paparannya Dwikorita menjelaskan "gempa ini memiliki magnitudo M=6,5 dengan episenter terletak di darat pada pada koordinat 6,95 Lintang Utara dan 125.21 Bujur Timur tepatnya di darat pada jarak 46 kilometer arah baratdaya Kota Davao, pada kedalaman 10 km, dan penyebab gempabumi ini diduga kuat dipicu oleh aktivitas Sesar Cotabato yang jalur sesarnya melintasi Provinsi Cotabato dan Davao berarah baratlaut-tenggara. Hasil analisis menunjukkan bahwa gempa ini memiliki mekanisme sesar geser (strike-slip)" ujar Dwikorita.

Lebih lanjut Dwikorita menjelaskan bahwa "wilayah Indonesia dan Filipina sama sama sebagai kawasan seismik aktif dan kompleks yang memiliki banyak sumber gempabumi dengan tingkat aktivitas gempabumi yang sangat tinggi dengan 13 segmentasi zona megathrust dan lebih dari 295 segmentasi sesar aktif perlu memiliki kesiagaan yang tinggi dan persiapan terhadap ancaman gempa bumi".

Untuk mengantisipasi dalam hal mitigasi maka Dwikorita mengimbau "Kewaspadaan kita terhadap sesar aktif harus ditingkatkan, sumber gempa sesar aktif adalah potensi ancaman bagi kita, karena lokasinya yang berada di daratan berdekatan dengan tempat kita tinggal, sehingga kita semua sepatutnya perlu memiliki sikap waspada terhadap jalur sesar aktif", tuturnya.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024