Gempabumi Kuat Guncang Canterbury, New Zealand, Memicu Tsunami Lokal, Tidak Berdampak di Indonesia

  • Pusat Gempa Nasional
  • 13 Nov 2016
Gempabumi Kuat Guncang Canterbury, New Zealand, Memicu Tsunami Lokal, Tidak Berdampak di Indonesia

Hari Minggu (13/11/2016), wilayah Canterbury, New Zealand diguncang gempabumi tektonik dengan kekuatan dahsyat. Hasil analisis BMKG menunjukkan bahwa gempabumi ini terjadi pukul 18.02.56 WIB dengan kekuatan M=7,9. Namun demikian USGS (United States Geological Survey) merilis kekuatan gempabumi M=7,8 dengan episenter terletak pada 42,76 LS dan 173,08 BT, tepatnya di darat pada jarak 91 km arah timur laut Kota Christchurch pada kedalaman 23 km. Perbedaan magnitudo antara BMKG dan USGS gempa ini dapat dipahami karena antara BMKG dan USGS menggunakan metoda perhitungan yang berbeda.

Hasil analisis peta tingkat guncangan (shake map) menunjukkan bahwa dampak gempabumi berupa guncangan hebat terjadi pada beberapa kota seperti Cheviot, Domett, Rotherham, Waiau, Culverden, Hawarden, Waipara, Waikari, Amberley, Sefton, Loburn, Ashley, dan Christchurch pada skala intensitas IV-V SIG BMKG (VIII-IX MMI).

Dengan guncangan hebat yang mencapai skala intensitas VIII-IX MMI maka diperkirakan dampak gempabumi dapat menimbulkan kerusakan tingkat sedang hingga berat. Laporan sementara saat ini di zona gempabumi dilaporkan banyak terjadi kerusakan. Hasil monitoring gempabumi susulan hingga pukul 20.00 WIB sudah terjadi 7 kali gempabumi susulan dengan kekuatan signifikan M 5,0-6,0.

Gempabumi Canterbury, New Zealand, yang terjadi saat ini merupakan jenis gempabumi dangkal dengan mekanisme sumber berupa sesar naik (thrust fault) yang diduga kuat dipicu oleh aktivitas subduksi lempeng pada jalur Hikurangi Trough, yaitu zona paling selatan dari sistem subduksi Kermadec-Tonga. Di zona ini subduksi Lempeng Pasifik dengan laju 37 mm/tahun menunjam ke arah barat di bawah Lempeng Australia.

Pacific Tsunami Warning Center (PTWC) yang berpusat di Hawaii melaporkan bahwa gempabumi ini telah memicu terjadi tsunami lokal di sekitar pusat gempabumi, seperti di Kaikoura (1,47 m), Wellington (0,43 m), dan Castlepoint (0,12 m). Namun demikian, berdasarkan analisis BMKG, tsunami yang terjadi tidak akan berdampak di wilayah Indonesia. Untuk itu kepada warga pesisir pantai di wilayah Indonesia dihimbau untuk tetap tenang dan tidak terpancing isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.***

Jakarta, 13 November 2016

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG
Drs. Mochammad Riyadi, M.Si.
Teitter: @infobmkg

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024