Gempabumi Guncang Zona Selatan Jawa Timur, Bali, dan Lombok, Tidak Berpotensi Tsunami

  • Pusat Gempa Nasional
  • 16 Nov 2016
Gempabumi Guncang Zona Selatan Jawa Timur, Bali, dan Lombok, Tidak Berpotensi Tsunami

Hari Rabu 16 November 2016 gempabumi tektonik mengguncang wilayah Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Lombok. Hasil analisis pemutakhiran data BMKG menunjukkan bahwa gempabumi terjadi pada pukul 22.10.11 WIB dengan kekuatan M=5,8. Episenter terletak pada koordinat 9,39 LS dan 113,09 BT, tepatnya di cekungan busur muka (fore arc basin) Samudra Hindia pada jarak 165 km arah tenggara Kota Malang pada kedalaman 91 km.

Peta tingkat guncangan (shake map) BMKG menunjukkan bahwa dampak gempabumi berupa guncangan dirasakan di Yogyakarta, seluruh wilayah Jawa Timur, Bali, dan Lombok. Guncangan paling kuat dirasakan di Malang, Karangkates, Kepanjen, Lumajang, dan Jember, dalam skala intensitas II SIG BMKG (IV MMI). Menurut laporan, di daerah ini guncangan gempabumi dirasakan cukup kuat hingga warga yang belum tidur terkejut dan mencoba berlarian keluar rumah. Hingga saat ini belum ada laporan kerusakan sebagai akibat dampak gempabumi.

Ditinjau dari kedalaman hiposenternya, gempabumi ini merupakan jenis gempabumi menengah akibat aktivitas subduksi Lempeng. Dalam hal ini Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Eurasia dengan laju sekitar 70 mm/tahun mengalami deformasi batuan di zona Benioff pada kedalaman 91 km hingga memicu terjadinya gempabumi. Ciri gempabumi berkedalaman menengah semacam ini memiliki spektrum guncangan yang luas, sehingga wajar jika gempabumi ini dirasakan hingga Yogyakarta dan Lombok.

Hasil monitoring BMKG hingga pukul 23.00 WIB baru terjadi 1 kali aktivitas gempabumi susulan dengan kekuatan M=4,3. Kepada warga masyarakat pesisir pantai selatan Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Lombok dihimbau agar tetap tenang, karena gempabumi yang terjadi tidak berpotensi tsunami.***

Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG

Dr. DARYONO, S.Si., M.Si.

Gempabumi Terkini

  • 21 Mei 2024, 02:42:13 WIB
  • 5.3
  • 10 km
  • 9.28 LS - 112.61 BT
  • 127 km Tenggara KAB-MALANG-JATIM
  • tidak berpotensi TSUNAMI
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024