Edukasi Para Jurnalis TVRI ke BMKG

  • Judith Marris
  • 15 Nov 2018
Edukasi Para Jurnalis TVRI ke BMKG

Jakarta-Kamis (15/11), Televisi merupakan salah satu media yang dapat memberikan informasi secara cepat dan luas kepada masyarakat. Perkembangan televisi sebagai media massa begitu pesat, dalam kurun waktu yang relatif singkat, dapat menjangkau wilayah dan jumlah penonton yang tidak terbatas. Televisi dinilai mempunyai peran penting untuk membantu menyiarkan informasi khususnya terkait kebencanaan, salah satunya gempabumi dan tsunami.

Untuk itu, dalam rangka edukasi dan kesiapsiagaan menghadapi bencana, sekitar kurang lebih 80 peserta jurnalis Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang terdiri dari TVRI pusat dan seluruh provinsi di Indonesia berkunjung ke Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan disambut serta diterima langsung Kepala Bagian Hubungan Masyarakat, Hary Tirto Djatmiko, ST di Ruang Studio Mini, BMKG.

Hary Tirto mengatakan bahwa bencana hidrometeorologi bisa diprediksi sedangkan gempa bumi tidak bisa diprediksi. Bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang timbul dari cuaca seperti hujan yang bisa mengakibatkan banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin puting beliung, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan dan gelombang laut. Bencana geologis yang timbul dari gempa.

Faktor pengendali curah hujan di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh kondisi sistem atmosfer (seasonal) dalam kurun waktu 4-6 bulan kedepan yaitu sirkulasi massa uap air di Samudera Pasifik (El Nino dan La Nina) sedangkan sirkulasi massa uap air di Samudera Hindia (Dipole Mode Positif dan Negatif) dan penguapan: penambahan massa uap air di perairan Indonesia (suhu hangat atau dingin).

"Gempa tektonik terjadi karena pergerakan lempeng-lempeng atau kerak bumi. Tiap- tiap lapisan memiliki kekerasan dan massa jenis yang berbeda satu sama lain. Lapisan kulit bumi tersebut mengalami pergeseran akibat arus konveksi yang terjadi di dalam bumi. Karena gesekan antar lempengan ini menyebabkan gempa, ini yang paling sering terjadi selama ini dan merupakan salah satu jenis gempa yang dinilai paling merusak," kata Hary.

"Ada beberapa tipe pergerakan sesar gempabumi yaitu turun, naik, mendatar, dan Sesar Oblique", lanjutnya.

"Magnitudo adalah skala kekuatan gempa pada sumbernya, mencerminkan besarnya energi yang dikeluarkan akibat gempabumi sedangkan intensitas adalah skala yang dibuat berdasarkan dampak yang dialami oleh segala benda baik benda mati maupun hidup di atas permukaan bumi. Biasanya dinyatakan dalam MMI/Modified Mercally Intensity (I - XII Skala)," lanjut Hary.

Lalu para jurnalis berkunjung ke Simulator Gempa Bumi, Ruang Operasional Meteorologi dan Ruang Operasional Geofisika.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024