BMKG: Siap Bergabung dalam Antisipasi Dampak Perubahan Iklim untuk Indonesia Emas 2045

  • Valdez Dwi Hapsah Oktavianey
  • 22 Agu 2023
BMKG: Siap Bergabung dalam Antisipasi Dampak Perubahan Iklim untuk Indonesia Emas 2045

Jakarta, Senin (21/8) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) berpartisipasi dalam Dialog Nasional 'Antisipasi Dampak Perubahan Iklim Untuk Indonesia Emas 2045' yang diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa, mengingatkan bahwa dampak perubahan iklim mengancam ekonomi di Indonesia. "Diperkirakan dalam kurun 2020-2024 perubahan iklim itu akan menyebabakan kerugian ekonomi karena itu diperlukan sebuah intervensi kebijakan" tukas Suharso.

Dalam upaya meningkatkan ketepatan data dan analisis, Dwikorita menyampaikan urgensi apabila dalam point penguatan sistem peringatan dini tersebut ditambahkan menjadi penguatan pengembangan sistem observasi secara sistematik.

"Jadi tidak langsung tiba-tiba peringatan dini, karena tanpa observasi yang sistematik dan kuat, kesimpulan-kesimpulannya itu bisa salah karena observasinya tidak tepat. Melalui pendekatan ini, kita dapat lebih awal mengantisipasi kemungkinan hal-hal yang menjadi kekhawatiran kita" , ungkap Dwikorita.

Selain itu, Dwikorita juga menggarisbawahi pentingnya penguatan sistem peringatan dini dan pengembangan sistem observasi yang lebih terstruktur guna menghadapi perubahan iklim. Data yang disajikan oleh BMKG mengindikasikan kenaikan suhu global, termasuk bulan Juli 2023 yang mencatat suhu terpanas dalam sejarah. BMKG juga memaparkan bahwa Global Water Hotspots terjadi merata di berbagai negara. Sementara menurut FAO, lebih dari 500 juta petani skala kecil yang memproduksi 80% stok pangan dunia menjadi kelompok yang rentan terhadap perubahan iklim.

Dwikorita menyampaikan, bahwa sejak tahun 2011, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah aktif melakukan upaya berinteraksi dengan masyarakat di desa. Melalui interaksi tersebut, BMKG memperoleh pemahaman tentang kebutuhan masyarakat. Konsep ini juga terintegrasi dalam program Sekolah Lapang Iklim (SLI), yang sejak tahun 2011 mendapat dukungan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).

Sekolah Lapang Iklim (SLI) adalah kegiatan literasi iklim untuk mendukung ketahanan pangan yang dilakukan BMKG bersama Kementrian Pertanian dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Kegiatan adaptasi ini dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman petani dan petugas penyuluh pertanian terhadap data dan informasi iklim yang dapat langsung diaplikasikan pada aktivitas pertanian.

Dengan semakin mendesaknya isu perubahan iklim dan dampaknya yang meluas di Indonesia, Dialog Nasional "Antisipasi Dampak Perubahan Iklim Untuk Indonesia Emas 2045" telah memberikan wadah penting bagi pemerintah. Dialog ini memberikan bahan pertimbangan yang berharga untuk bersama-sama mendukung negara dan masyarakat dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Melalui upaya mitigasi dan adaptasi yang efektif, diharapkan dampak negatif dapat diredakan dan diatasi dengan lebih baik

 

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024