BMKG-NOAA Gelar Workshop, Bahas Deteksi Iklim Ekstrem serta Prediksi dan Mitigasi Perubahan Iklim

  • Ibrahim
  • 10 Sep 2020
BMKG-NOAA Gelar Workshop, Bahas Deteksi Iklim Ekstrem serta Prediksi dan Mitigasi Perubahan Iklim

Jakarta, (9/9) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bersama National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menggelar "The 15th Annual Indonesia - U.S Ocean and Climate Observations, Analysis and Applications Partnership Workshop" secara virtual. Workshop yang mengangkat tema "Deteksi Iklim Ekstrim, Prediksi dan Mitigasi Perubahan Iklim", berlangsung dari 8-11 September 2020 dan diikuti oleh 685 Peserta dari UPT Stasiun Klimatologi dan Meteorologi di seluruh Indonesia.

Dalam kesempatan ini juga dihadiri oleh Sidney Thurston, Ph.D selaku Program Manager International Coordinator of the NOAA, RDML Tim Gallaudet selaku Asistant Secretary of Commerce for Oceans and Atmosphere - Deputy Administrator for NOAA dan Heather Variava dari Us Embassy Deputy Charge d'Affaires.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam sambutannya mengatakan bahwa kerjasama dan kolaborasi internasional sangat penting untuk memperkuat eksistensi BMKG, terutama untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya pegawai BMKG agar dapat bersaing secara global.

"Pengembangan kapasitas dalam hal ini pengembangan kapasitas manusia serta kapasitas yang terkait dengan pengembangan Iptek, oleh karena itu kemitraan BMKG dengan NOAA sangat penting", tutur Dwikorita.

Selanjutnya, beliau mengungkapkan bahwa melalui beberapa survey kelautan dan ekspedisi laut, sangat penting untuk memperkuat informasi global terkait benua maritim. Dwikorita mengatakan bahwa survei dan pengamatan ilmu samudra pada samudra Hindia sangat penting tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga penting atau kebutuhan masyarakat global.

"Dengan memahami iklim ekstrim dan dengan meningkatkan kapasitas untuk prediksi dan mitigasi perubahan iklim, akan sangat berarti dan sangat penting bagi ketahanan Indonesia terutama melalui berbagai survei pada berbagai sector, seperti pertanian untuk energi, ketahanan pangan dan banyak lagi sektor lainnya", ujar Dwikorita.

Selanjuntnya beliau menjelaskan bahwa tidak hanya berbicara tentang cuaca dan iklim, tetapi juga terkait dengan pertanian, energi, ketahanan pangan dan juga pariwisata serta keselamatan manusia terutama terkait dengan mitigasi bencana.

Menutup sambutannya, Dwikorita mengucapkan selamat kepada seluruh peserta yang akan mengikuti workshop ini dan berharap para peserta dapat memahami serta berdiskusi dengan para ahli yang berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024