BMKG Berikan Paparan Pemanfaatan metode Derajat Panas Mingguan Air Laut Di Third International Operational Satellite Oceanography Symposium

  • Rozar Putratama
  • 13 Jun 2023
BMKG Berikan Paparan Pemanfaatan metode Derajat Panas Mingguan Air Laut Di Third International Operational Satellite Oceanography Symposium

Busan - Jumat (12/6) Dr Furqon Alfahmi, M.Si menjadi narasumber dalam seminar Third International Operational Satellite Oceanography Symposium (OSOS-3) yang diadakan di Busan, Korea Selatan, 12 - 16 Juni 2023. Kehadiran beliau sebagai perwakilan dari Pusat MEteorologi Maritim BMKG mendapatkan dukungan penuh dari EUMETSAT. OSOS merupakan pertemuan rutin ilmiah yang diadakan untuk mempertemukan para ahli di Asia, Pasifik (Wilayah Kepulauan) dan Dataran tinggi untuk membahas perkembangan satelit serta pemanfataanya untuk keperluan oseanografi. OSOS-3 kali ini diselenggarakan oleh NOAA, EUMETSAT berkerjasama dengan KHOA (Korea Hydrographic and Oceanographic Agency).

Dalam paparannya beliau menjelaskan Makhluk hidup membutuhkan suhu yang sesuai untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya. Suhu ini disebut dengan suhu optimum. Ketika terjadi suhu ekstrem melebihi suhu optimum, maka makhluk hidup tersebut akan merasakan sakit. Jika kondisi ekstrem tersebut berkelanjutan hingga batas waktu tertentu, maka akan terjadi kematian. Demikian juga yang terjadi pada terumbu karang. Terumbuh karang akan mengalami pemutihan (bleaching) dan bahkan mati jika kondisi lingkungan tersebut tidak mendukung. Zooxanthellae akan meninggalkan karang sehingga karang tersebut kehilangan sumber makanannya.

Lebih lanjut untuk melihat kondisi ekstrem dari peningkatan suhu laut, maka dikembangkan metode Derajat Panas Mingguan Air Laut (DPMAL). Metode tersebut merupakan penjumlahan derajat panas ekstrem yang tersimpan dilaut selama 12 pekan. Semakin tinggi derajat panas dan semakin lama panas tersebut terakumulasi, maka dampaknya semakin besar.

Dalam akhir paparannya beliau menjelaskan Hasil analisis dari DPMAL di wilayah Kepulauan Spermonde, Selat Sulawesi menunjukan bahwa setiap kondisi La Nina akan selalu menyebabkan suhu DPMAL meningkat signifikan. Hal ini disebabkan karena daerah tersebut merupakan wilayah yang dilalui aliran utama dari arlindo sehingga setiap perubahan suhu di Samudera Pasifik akan direspon segera oleh wilayah tersebut. Sebaliknya, terumbu karang di Raja Ampat mempunyai karakter yang lebih unik. Sebelum tahun 2021, kondisi ekstrem dari DPMAL tidak nampak signifikan meskipun terjadi La Nina. Perubahan kondisi ekstrem mulai terjadi di tahun 2021 dimana DPMAL mencapai level signifikan untuk bleaching. Dampak perubahan iklim terlihat mulai nampak di Raja Ampat dengan analisis DPMAL tersebut.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024