BMKG Aktif Berpartisipasi dalam Proyek "Scaling up Shock Responsive Social Protection" Bersama Finnish Red Cross

  • Valdez Dwi Hapsah Oktavianey
  • 01 Sep 2023
BMKG Aktif Berpartisipasi dalam Proyek "Scaling up Shock Responsive Social Protection" Bersama Finnish Red Cross

Jakarta (01 September 2023) - Pusat Meteorologi Publik, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim, Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan, serta Kepala Biro Hukum dari Kementerian Sosial RI, bersama dengan sejumlah pejabat lainnya, menghadiri acara pertemuan yang merupakan bagian dari proyek kolaboratif antara European Civil Protection and Humanitarian Aid Operations (ECHO) dan Finnish Red Cross bertajuk "Scaling up Shock Responsive Social Protection." Acara ini menyoroti pentingnya manajemen risiko yang proaktif sebelum, selama, dan setelah dampak guncangan iklim dan bencana di kawasan Asia Pasifik. Proyek ini dirancang untuk melibatkan negara-negara Asia Pasifik sebagai tujuan utama, dengan fokus utama pada tindakan antisipatif yang bertujuan untuk mengurangi dampak kemanusiaan yang akut.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) akan memegang peran sentral dalam proyek ini dengan menyediakan prakiraan musiman yang akurat. Prakiraan ini akan mendukung perencanaan berbasis sektoral, khususnya dalam sektor pertanian. Dalam upaya mendukung keberlanjutan proyek ini, BMKG akan berkolaborasi erat dengan otoritas perkiraan cuaca, administrasi, dan manajemen bencana. Koneksi ini akan membantu pengembangan jaringan perlindungan sosial yang lebih luas, serta memanfaatkan pengetahuan alamiah, pembangunan, dan kegiatan kemanusiaan untuk menjangkau masyarakat yang lebih rentan.

BMKG akan berupaya untuk mendorong pendekatan yang berkelanjutan dalam menangani dampak guncangan iklim dan bencana. Harapan besar adalah hasil terbaik dari kegiatan ini dapat ditunjukkan dan didukung oleh ASEAN. BMKG akan fokus pada pemetaan, peningkatan kapasitas, serta pengembangan panduan dan metodologi standar untuk mendukung perkembangan National Meteorological and Hydrological Services (NHMS) di ASEAN dan Asia Pasifik.

Kegiatan berikutnya dalam kerangka proyek ini mencakup perencanaan kerja yang lebih rinci, kunjungan dari tim ECHO yang dijadwalkan pada bulan September 2023, dan konferensi tentang Social Protection yang akan diselenggarakan pada bulan November 2023. BMKG dengan penuh semangat akan berkontribusi secara aktif dalam upaya bersama untuk menjaga wilayah ASEAN dari dampak guncangan iklim dan bencana.
Dengan peran sentral BMKG dan komitmen berbagai pihak yang terlibat, proyek ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan dalam meningkatkan ketahanan terhadap dampak bencana dan guncangan iklim di kawasan Asia Pasifik.

Gempabumi Terkini

  • 21 Mei 2024, 02:42:13 WIB
  • 5.3
  • 10 km
  • 9.28 LS - 112.61 BT
  • 127 km Tenggara KAB-MALANG-JATIM
  • tidak berpotensi TSUNAMI
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024