Analisis Hujan Ekstrem Kota Semarang Tanggal 06 Februari 2021

  • Hatif Thirafi
  • 08 Feb 2021
Analisis Hujan Ekstrem Kota Semarang Tanggal 06 Februari 2021

  • Iis Widya Harmoko, M.Kom
  • Sri Endah Ardhi Ningrum, S.Si
  • Zauyik Nana Ruslana, ST

Sejumlah wilayah di Semarang terendam banjir, Sabtu (6/2/2021) usai
diguyur hujan dengan intensitas tinggi. Dalam keterangannya, Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Semarang menyebut hujan masih
mengguyur sebagian wilayah hingga pukul 15.00 WIB. Kota Semarang
dilaporkan masih terendam banjir hingga Minggu (7/2/2021) siang. Banjir di
Semarang disebutkan terjadi karena hujan deras yang mengguyur sejak Kamis
(4/2/2021). Ketinggian banjir di Semarang bervariasi 10-150 sentimeter. Kepala
Bidang (Kabid) Penanganan Darurat BPBD Kota Semarang Dikki Rulli Perkasa
menyampaikan, saat ini aksesibilitas sudah membaik, kecuali wilayah Kaligawe
sampai Genuk. Disebutkan, ada 42 wilayah di Kota Semarang yang masih
terendam banjir [kompas.com].

Rilis yang disampaikan oleh Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Semarang
menjelaskan bahwa berdasarkan data AWS Stasiun Klimatologi Semarang,
hujan terukur sejak jam 00.10 WIB (17.10 UTC). Intensitas hujan mulai
meningkat menjadi lebat - sangat lebat sejak pukul 02.10 WIB (19.10 UTC).
Periode intensitas lebat - sangat lebat berlangsung sampai dengan pukul
05.30 WIB (22.30 UTC). Stasiun Klimatologi Kota Semarang mencatat, peta
sebaran curah hujan harian Kota Semarang pada 6 Februari 2021 pukul 07.00
WIB terukur hujan dengan intensitas lebat-ekstrem. Terukur curah hujan pukul
07.00 WIB di Stasiun Meteorologi Ahmad Yani sebesar 171 mm. Curah hujan
tertinggi terukur di Pos Hujan Beringin Kecamatan Ngaliyan dengan curah
hujan 183 mm, sementara curah hujan terendah di Pos Hujan Meteseh
Kecamatan Tembalang yang tercatat 69 mm.

Analisis kondisi dinamika atmosfer menunjukkan aktifnya Monsun Dingin
Asia dan adanya daerah pertemuan dan perlambatan kecepatan angin
(konvergensi) di wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya. Kondisi tersebut
didukung dengan masa udara yang labil serta kelembapan udara yang cukup
tinggi dari lapisan bawah hingga lapisan atas sehingga mendukung proses
pembentukan awan hujan di Jawa Tengah, khususnya sebagian besar wilayah
pantura tengah-barat termasuk Kota Semarang.

Artikel ini menyampaikan respons dari BMKG Semarang terhadap
kejadian hujan ekstrim yang terjadi di Kota Semarang pada tanggal 06 Februari
2021, analisis hujan, diseminasi informasi serta koordinasi yang sudah
dilakukan.

- Klik tautan ini jika PDF di atas tidak muncul.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024