Wujudkan Zero Victim, Ini Strategi Sat-Set BMKG

  • Dwi Herlambang Ade Putra
  • 12 Okt 2023
Wujudkan Zero Victim, Ini Strategi Sat-Set BMKG

SIARAN PERS

JAKARTA (11 Oktober 2023) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terus menggencarkan berbagai strategi untuk mewujudkan masyarakat yang adaptif dan tangguh terhadap ancaman bencana gempabumi dan tsunami. Diantaranya melalui Sekolah Lapang Gempabumi dan Tsunami (SLG) serta Program Tsunami Ready Community di seluruh penjuru Indonesia.

"Dua strategi tersebut menjadi senjata kami untuk mewujudkan target zero victim dengan mendorong kesiapsiagaan masyarakat, selain tentunya pengembangan dan penguatan teknologi sistem peringatan dini," ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam Aceh International Workshop and Expo on Sustainable Tsunami Disaster Recovery yang diselenggarakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta bekerja sama dengan Universitas Syah Kuala, Rabu (11/10/2023).

Dwikorita yang hadir secara daring menyampaikan bahwa kesenjangan pengetahuan di masyarakat mengenai gempabumi dan tsunami coba diisi BMKG dengan menggandeng Pemerintah Daerah dan BPBD, melalui SLG dan Program Tsunami Ready Community. Harapannya, masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana tidak panik karena terampil apa yang harus dilakukan jika bencana gempabumi dan tsunami terjadi sewaktu-waktu.

Di SLG, kata Dwikorita, BMKG memberikan informasi mengenai potensi bahaya gempabumi dan tsunami di daerah pelaksanaan. BMKG juga membantu pemerintah daerah setempat dengan memberikan Peta Bahaya Tsunami di lokasi pelaksanaan. Hal ini bertujuan agar sebagai acuan pemerintah daerah dalam menyusun mitigasi gempabumi dan tsunami di daerahnya.

Sementara, Tsunami Ready Community adalah program peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi ancaman tsunami dengan berbasis pada 12 indikator yang telah ditetapkan UNESCO-IOC. Tujuannya, menyiapkan masyarakat agar senantiasa siap siaga dan tidak gagap dalam menghadapi ancaman gempabumi dan tsunami. Selain itu, guna mewujudkan SAFE OCEAN, salah satu outcome dari UNDecade for Ocean Science.

Dwikorita mengatakan peristiwa Tsunami Aceh, Tsunami Palu serta Selat Sunda menunjukkan bahwa selain membangun sistem peringatan dini yang cepat, tepat, dan akurat, juga dibutuhkan kesigapan masyarakat dalam merespon peringatan dini tersebut. Maka dari itu, BMKG juga terus berupaya mewujudkan "Early Warning, Early Action" guna semakin meminimalisir risiko bencana.

"Waktu kedatangan tsunami berbeda-beda di setiap wilayah, sangat lokal. Tsunami Palu hanya butuh 2 menit setelah gempa, sementara di tempat lain waktu tiba tsunami bisa 30 menit atau lebih lama. Oleh karenanya, kami ingin masyarakat bisa memanfaatkan golden time sebaik mungkin untuk menyelamatkan diri. Karenanya, kami mendorong kepada masyartakat yang tinggal di wilayah pesisir untuk segera berlari ke tempat aman pada elevasi yang lebih tinggi, begitu merasakan goyangan gempa bumi, tanpa harus menunggu peringatan dini," imbuhnya.

Lebih lanjut, Dwikorita mengatakan bahwa BMKG juga terus mendorong pelestarian kearfian lokal masyarakat mengenai bencana alam lewat SLG. Smong di Simeuleu Aceh, Bomba Talu di Palu, dan Caah Laut di Lebak adalah sedikit dari sekian banyaknya kearifan lokal masyarakat yang bisa dimanfaatkan sebagai mitigasi bencana alam. Smong di Simeuleu Aceh, tambah dia, bahkan telah terbukti mampu menyelematkan banyak nyawa saat bencana gempabumi dan tsunami di Aceh, 2004 silam.

"Kami sadar tidak bisa bekerja sendiri, maka dari itu kami terus menjalin kerjasama dan mendorong kolaborasi pentahelix antara Pemerintah, Akdemisi/Ilmuwan, Pihak Swasta, Masyarakat dan Media untuk mewujudkan zero victim," tuturnya.

Dwikorita menekankan bahwa seluruh program yang digulirkan BMKG menerapkan prinsip keberlanjutan, mengingat bencana gempabumi dan tsunami tidak dapat diprediksi kapan akan terjadi. Hal ini penting agar sistem peringatan dini tetap diperkuat dan sesuai dengan kemajuan teknologi, seiring dengan penguatan kesiapan dan ketangguhan masyarakat sebagai subjek. (*)

Biro Hukum dan Organisasi
Bagian Hubungan Masyarakat

Instagram : @infoBMKG
Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG
Facebook : InfoBMKG
Youtube : infoBMKG
Tiktok : infoBMKG

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024