Sistem Peringatan Dini Belum Efektif Antisipasi Tsunami Non Tektonik

  • Dwi Herlambang Ade Putra
  • 09 Nov 2023
Sistem Peringatan Dini Belum Efektif Antisipasi Tsunami Non Tektonik

SIARAN PERS

KOREA (8 November 2023) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut sistem peringatan dini tsunami di kebanyakan negara belum efektif dalam mengantisipasi terjadinya bencana tsunami, khususnya yang dipicu aktivitas non seismik. Menurutnya, sistem peringatan dini tsunami yang ada umumnya hanya ditujukan untuk tsunami megathrust yang sebelumnya didahului oleh gempabumi besar.

"Indonesia pernah merasakan dua kali tsunami yang justru bukan disebabkan oleh gempabumi yaitu tsunami Palu yang terjadi pada bulan September 2018 disebabkan tanah longsor dan tsunami Selat Sunda yang terjadi pada bulan Desember 2018 yang dipicu aktivitas gunung berapi," ungkap Dwikorita dalam World Tsunami Awareness Day Webinar yang diselenggarakan oleh UNESCO - IOC Intergovernmental Coordination Group for Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System, Selasa (7/11/2023).

Dalam Webinar yang mengusung tema "Fighting Inequality for a Resilient Future" tersebut, Dwikorita mengatakan ketidakmampuan sistem peringatan dini tsunami pada tahun 2018 dalam memberikan informasi yang cepat terhadap tsunami yang dipicu aktivitas non seismik, menjadi pelajaran penting yang segera ditindaklanjuti oleh BMKG.

Maka dari itu, lanjut Dwikorita, dengan kejadian tsunami Tahun 2018 tersebut, InaTEWS semakin dikuatkan dengan menambah jumlah peralatan sensor gempa untuk merapatkan jaringan monitoring.

Dwikorita menekankan bahwa kesiapsiagaan masyarakat adalah yang terpenting, terlepas dari kemajuan teknologi sistem peringatan dini. Menurutnya, masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah pesisir rawan tsunami sangat membutuhkan pendidikan dan kesadaran untuk merespons secara efektif. Mereka, kata Dwikorita, memiliki keterbatasan dalam mengakses peringatan dini.

Maka dari itu, lanjut Dwikorita, untuk mendorong tindakan dan kesiapsiagaan dini, informasi yang komprehensif dan mudah dimengerti, ditambah dengan program pendidikan, sangatlah penting. Keunikan dan kompleksitas tsunami, tambahnya, membutuhkan teknologi peringatan dini yang inovatif yang digabungkan dengan kearifan lokal.

"Pengetahuan tentang kearifan lokal dapat secara efektif mengakomodasi kemampuan untuk mengakses peringatan dini bagi masyarakat terpencil. Jadi, kolaborasi antara teknologi dan kearifan lokal dapat memperkuat sistem peringatan dini gempabumi dan tsunami," ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita juga menyinggung soal keberlanjutan upaya mitigasi dan kesiap-siagaan tsunami. Dwikorita mencontohkan upaya kesiapsiagaan di Kota Palu, Sulawesi Tengah yang telah dibangun pada periode 2009-2014, harus kembali dimulai dari nol karena adanya pergantian kepala daerah. Karena tidak adanya keberlanjutan, alhasil ketika tsunami melanda pada 2018 semua orang tidak siap.

"Upaya mitigasi dan kesiap-siagaan harus tetap berlanjut dari generasi ke generasi, tidak terputus. Bukan berarti karena tidak ada tsunami, upaya tersebut berhenti. Hal ini penting karena gempabumi dan tsunami bisa datang sewaktu-waktu," imbuhnya.

Lebih lanjut, Dwikorita mengajak seluruh elemen masyarakat, mulai dari akademisi, swasta, NGO, media, dan masyarakat umum untuk bahu-membahu dan berkolaborasi membangun kesiap-siagaan. Dwikorita meyakini kolaborasi tersebut akan semakin memperkuat sistem peringatan dini yang dibangun sehingga dapat semakin menekan risiko akibat gempabumi dan tsunami. (*)

Biro Hukum dan Organisasi
Bagian Hubungan Masyarakat

Instagram : @infoBMKG
Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG
Facebook : InfoBMKG
Youtube : infoBMKG
Tiktok : infoBMKG

Gempabumi Terkini

  • 21 Mei 2024, 02:42:13 WIB
  • 5.3
  • 10 km
  • 9.28 LS - 112.61 BT
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 127 km tenggara Kabupaten Malang
  • Dirasakan (Skala MMI): III Karangkates, II Malang, II Jember, II Kepanjen, II Kuta
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024