Gempa Mindanao Filipina Selatan dan Pentingnya Meningkatkan Kewaspadaan Gempabumi di Indonesia

  • Rozar Putratama
  • 31 Okt 2019
Gempa Mindanao Filipina Selatan dan Pentingnya Meningkatkan Kewaspadaan Gempabumi di Indonesia

Jakarta - Kamis 31 Oktober 2019 pukul 8.11.19 WIB, wilayah Mindanao Filipina Selatan kembali diguncang gempabumi kuat. Hasil analisis BMKG menunjukkan gempa ini memiliki magnitudo M=6,5 dengan episenter terletak di darat pada pada koordinat 6,95 Lintang Utara dan 125.21 Bujur Timur tepatnya di darat pada jarak 46 kilometer arah baratdaya Kota Davao, pada kedalaman 10 km.

Seperti gempabumi Mindanao yang terjadi sebelumnya, gempabumi ini diduga kuat dipicu oleh aktivitas Sesar Cotabato yang jalur sesarnya melintasi Provinsi Cotabato dan Davao berarah baratlauttenggara. Hasil analisis menunjukkan bahwa gempa ini memiliki mekanisme sesar geser (strike-slip).

Gempabumi yang terjadi pagi ini adalah gempa kuat yang ke-3 yang yang mengguncang Provinsi Cotabato dan Davao. Sebelumnya gempa kuat juga terjadi yang pertama pada 16 Oktober 2019 (M=6,4), selanjutnya disusul kembali gempa kuat pada 29 Oktober 2019 (M=6,6), dan hari ini Kamis 31 Oktober 2019 terjadi lagi M=6,5.

Dengan terjadinya 3 gempabumi kuat ini, maka untuk saat ini kita dapat menyebut Gempa Mindanao sebagai aktivitas gempa "triplet", yaitu 3 gempa kuat yang terjadi pada lokasi berdekatan dengan kekuatan yang hampir sama.

Fenomena gempa Mindanao Filipina ini mirip dengan peristiwa rentetan gempabumi yang terjadi di Lombok pada bulan Juli dan Agustus 2018 lalu. Akan tetapi di Lombok kita menyebutnya sebagai aktivitas gempa "multiplet" karena gempa kuat yang terjadi cukup banyak dengan magnitudo yaitu 29 luli 2018 (M=6.4), 5 Agustus 2018 (M=7.0), 9 Agustus 2018 (M=5,8), 19 Agustus 2018 (M=6.2), dan 19 Agustus 2018 (M=6,9).

Rentetan gempa Mindanao sebelumnya dilaporkan sudah menimbulkan kerusakan lebih dari 1.200 bangunan rumah, 10 bangunan sekolah dan 7 orang meninggal. Maka dengan kejadian gempa kuat yang terjadi tadi pagi diperkirakan akan dapat menambah lebih banyak lagi bangunan yang akan mengalami kerusakan, hal ini karena berdasarkan peta Shake Map menunjukkan wilayah terdampak gempa mencapai skala Intensitas VI-VII MMI yang artinya di wilayah tersebut berpotensi terjadi kerusakan.

Rentetan Gempa Mindanao dan beberapa aktivitas gempa yang destruktif di wilayah Indonesia akhirakhir ini seperti Gempa Lombok Juli-Agustus 2019, Gempa Palu 28 September 2018 dan Gempa Ambon 26 September 2019 yang bersifat destruktif, semua itu akibat sesar aktif, dan memberi pelajaran kepada kita semua masyarakat Indonesia supaya menyadari pentingnya membangun bangunan tahan gempabumi. Gempa tidaklah membunuh tetapi bangunan tembok lemah struktur yang roboh saat terjadi gempa yang menyebabkan korban luka dan meninggal.

Jika kita belum mampu membangun bangunan yang strukturnya kuat maka ada alternatif lain dengan membangun bangunan bangunan rumah yang berbahan ringan seperti kayu dan bambu yang didisain menarik. Selain membangun bangunan yang tahan gempabumi, masyarakat juga harus memahami cara-cara selamat saat menghadapi gempabumi. Wilayah Indonesia dan Filipina sama sama sebagai kawasan seismik aktif dan kompleks yang memiliki banyak sumber gempabumi dengan tingkat aktivitas gempabumi yang sangat tinggi.

Wilayah Indonesia memiliki lebih dari 13 segmentasi zona megathrust dan lebih dari 295 segmentasi sesar aktif perlu memiliki kesiagaan yang tinggi dan persiapan terhadap ancaman gempa bumi.

Dalam hal ini kewaspadaan kita terhadap sesar aktif harus ditingkatkan. Sumber gempa sesar aktif adalah potensi ancaman bagi kita, karena lokasinya yang berada di daratan berdekatan dengan tempat kita tinggal. Sehingga kita semua sepatutnya perlu memiliki sikap waspada terhadap jalur sesar aktif.

Terkait dengan aktivitas gempabumi di Indonesia selama Bulan Oktober 2019 maka berikut ini kami sampaikan daftar zona potensi aktif gempa di wilayah Indonesia untuk menjadi kewaspadaan kita bersama, yaitu:

  • Mentawai-Nias
  • Bengkulu
  • Selatan Jawa
  • Bali, Lombok, Sumba
  • Ambon-Seram
  • Laut Maluku
  • Mamberamo Papua

Jakarta, 31 Oktober 2019

Kepala BMKG
Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D.

- Klik tautan ini jika PDF di atas tidak muncul.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024