Seluruh Wilayah DKI Jakarta Masih Berpotensi Hujan Intensitas Lebat Sepekan ke Depan

  • Rozar Putratama
  • 21 Feb 2021
Seluruh Wilayah DKI Jakarta Masih Berpotensi Hujan Intensitas Lebat Sepekan ke Depan

SIARAN PERS

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksikan seluruh wilayah DKI Jakarta masih berpotensi hujan dengan intensitas lebat hingga sepekan ke depan (25 Februari 2021), untuk itu warga diimbau tetap waspada terhadap potensi banjir yang dapat terjadi.

"Prediksi kami, hari ini masih berpotensi terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat hampir di seluruh wilayah DKI Jakarta, terutama di malam hari, yang dapat menerus hingga dini hari dan esok hari menjelang pagi. Sementara Minggu (21/2) intensitas hujan cenderung melemah menjadi intensitas rendah hingga 22 Februari, dan akan meningkat kembali menjadi hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi pada tanggal 23 sampai dengan 24 Februari ," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers secara daring, Sabtu (20/2/2021).

Jadi masih perlu peningkatan kewaspadaan potensi hujan lebat yang dapat berpotensi memicu banjir dan longsor di Wilayah DKI Jakarta pada hari Selasa dan Rabu (23-24 Februari 2021).

Sebelumnya BMKG juga sudah mengeluarkan peringatan dini pada 18-19 Februari 2021 yang menyebutkan wilayah Jabodetabek diprediksi diguyur hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat dengan curah hujan antara 100-150 mm.

Berdasarkan data yang dihimpun BMKG, tercatat curah hujan tertinggi terjadi di Pasar Minggu mencapai 226 mm/hari, kemudian di Sunter Hulu 197 mm/hari, Lebak Bulus 154 mm/hari dan Halim 176 mm/hari.

"Umumnya kejadian hujan terjadi malam hingga dinihari dan berlanjut sampai pagi hari. Ini merupakan waktu-waktu yang kritis dan perlu diwaspadai," kata Dwikorita.

Deputi Bidang Meteorologi Guswanto menjabarkan, kondisi cuaca ekstrem di wilayah Jabodetabek tersebut disebabkan sejumlah faktor yaitu pada 18-19 Februari tarpantau adanya seruakan udara dari Asia yang cukup signifikan mengakibatakan peningkatan awan hujan di Indonesia bagian barat.

Kemudian terpantau aktivitas gangguan atmosfer di zona equator (Rossby equatorial) mengakibatkan adanya perlambatan dan pertemuan angin dari arah utara membelok tepat melewati Jabodetabek, sehingga terjadi peningkatan intensitas pembentukan awan-awan hujan.

Juga adanya tingkat labilitas dan kebasahan udara di sebagian besar wilayah Jawa bagian barat yang cukup tinggi, hal ini menyebabkan peningkatan potensi pertumbuhan awan hujan di wilayah Jabodetabek.

Serta terpantau adanya daerah pusat tekanan rendah di Australia bagian utara yang membentuk pola konvergensi di sebagian besar Pulau Jawa dan berkontribusi juga dalam peningkatan potensi pertumbuhan awan hujan di barat Jawa termasuk Jabodetabek.

Ia juga menjelaskan, curah hujan yang terjadi saat ini di DKI Jakarta sebenarnya masih lebih rendah dibandingkan curah hujan pada Januari 2020 yang juga menyebabkan banjir di wilayah Jabodetabek.

"Ada beberapa faktor penyebab banjir di DKI Jakarta yaitu hujan yang jatuh di sekitar Jabodetabek yang bermuara di Jakarta, kemudian hujan yang jatuh di Jakarta sendiri serta ada pasang laut. Selain itu daya dukung lingkungan juga sangat berpengaruh," katanya.

Saat ini wilayah Jabodetabek masih masuk puncak musim hujan yang diperkirakan masih berlangsung pada akhir Februari hingga awal Maret 2021.

Selain itu, BMKG juga memprediksikan sepekan ke depan seluruh wilayah Indonesia masih terjadi potensi hujan dengan intensitas lebat disertai kilat petir dan angin kencang mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Banten, DKI Jakarta, hampir smeua wilayah di Pulau Kalimantan dan Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.

"Kami mengimbau masyarakat untuk tetap tenang namun waspada dan berhati-hati terhadap dampak cuaca ekstrem seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang dan gelombang tinggi," kata Dwikorita seraya menambahkan agar masyarakat terus memantau informasi yang dikeluarkan oleh BMKG melalui berbagai platform atau kanal.

Sepekan ke depan (19-24 Februari) juga perlu diwaspadai peningkatan gelombang tinggi disejumlah perairan di wilayah Indonesia yaitu gelombang dengan ketinggian 2,5 - 4 meter (kategori tinggi) yang berpeluang terjadi di Perairan utara Sabang-Selat Malaka bagian utara, Perairan barat Lampung, Samudra Hindia barat Pulau Enggano, Perairan selatan Pulau Jawa hingga NTB, Selat Bali-Lombok-Alas bagian selatan, Samudra Hindia selatan Pulau Jawa hingga NTB.

Kepala Pusat Meteorologi Maritim Eko Prasetyo juga menyebutkan gelombang laut dengan ketinggian yang sama berpeluang terjadi di Perairan Kepulauan Natuna, Perairan Kepulauan Anambas, Laut Natuna, Perairan Kepulauan Bintan, Selat Makassar bagian selatan, Laut Maluku bagian Utara, Perairan Kepulauan Sangihe, Perairan Halmahera Barat, Laut Halmahera, Perairan Raja Ampat bagian utara, Perairan Manokwari, Perairan barat Biak, Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Kai-Kepualaun Aru, Laut Arafuru bagian timur dan selatan Merauke.

Kemudian adanya potensi gelombang sangat tinggi antara 4-6 meter yang berpeluang terjadi di Laut Natuna utara, Perairan Kepulauan Talaud, Perairan utara Halmahera, Samudera Pasifik utara Halmahera hingga Papua Barat.

Sedangkan ketinggian Laut Jawa meski hanya 1,25-2,5 meter (kategori sedang) tetap perlu diwaspadai terutama bagi aktivitas nelayan. Selain itu juga perlu diwaspadai adanya potensi pasang surut harian air laut yang berbarengan dengan curah hujan tinggi yang dapat menghambat air hujan ke laut utamanya di Jakarta Utara, pesisir utara Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Di samping itu, Kepala Pusat Meteorologi Penerbangan Edison Kurniawan mengatakan adanya potensi pertumbuhan awan Cumulunimbus dengan cakupan spasial maksimum antara 50-75 persen selama sepekan ke depan diprediksikan di sebagian Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, sebagian Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, sebagian Kalimantan Selatan, sebagian Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan bagian barat, Maluku, sebagian Papua, Laut Bali, Laut Sumbawa, Laut Sawu, Selat Makassar, Laut Sulawesi,, Laut Maluku, Laut Halmahera, Perairan barat Papua Barat, Samudra Hindia barat daya Bengkulu hingga NTT, Samudra Pasifik utara Papua dan Laut Arafuru.

Deputi Bidang Klimatologi Herizal menjelaskan, musim hujan 2020-2021 dipengaruhi dengan fenomena iklim global La Nina yang dapat meningkatkan curah hujan hingga 40 persen, La Nina diperkirakan masih akan berlangsung setidaknya hingga Mei 2021. Saat ini hampir sebagian besar wilayah Indonesia yaitu 96 persen dari Zona Musim telah memasuki musim hujan.

Diprakirakan pada Maret-April 2021 curah hujan di sebagian besar Wilayah Indonesia masih berpotensi menengah hingga tinggi (200-500 mm/bulan), sedangkan sebagian besar Papua dan sebagian Sulawesi berpotensi mendapatkan curah hujan bulanan kategori tinggi-sangat tinggi atau lebih dari 500 mm/bulan.

Sementara Mei memasuki masa transisi dari musim hujan ke kemarau dan pada Juni-Agustus sebagian besar wilayah seperti Riau, Jambi, Sumsel, Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan dan Papua diprakirakan mendapatkan curah hujan kategori menengah-rendah (20-150 mm/bulan).

September diprediksikan juga masih kemarau, sementara Oktober memasuki transisi musim kemarau ke musim hujan dan diprakirakan November kembali memasuki musim hujan.

Herizal menambahkan, musim kemarau diperkirakan lebih basah dibandingkan normalnya karena itu tetap perlu diwaspadai potensi bencana hidrometeorologi hingga April 2021.

"Musim kemarau tahun ini tidak sekering musim kemarau pada biasanya atau juga dibandingkan musim kemarau 2019," kata dia.

Karena itu masih perlu diwaspadai potensi banjir yang berpeluang terjadi pada Maret-April 2021, namun juga perlu dimanfaatkan potensi curah hujan kategori menengah dan tinggi pada Maret dan April untuk mengisi waduk, bendungan dan embung sebagai cadangan air untuk mengantisipasi musim kemarau.

Biro Hukum dan Organisasi
Bagian Hubungan Masyarakat

Instagram: @InfoBMKG
Twitter: @InfoBMKG
Facebook: InfoBMKG
YouTube: InfoBMKG

#MariKenaliCuacaDanIklim
#BMKG

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024