Selamatkan Masyarakat Kampung Oesapa dari Siklon Seroja, Kepala BMKG Rencana Perluas Cakupan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan

  • Hatif Thirafi
  • 22 Nov 2021
Selamatkan Masyarakat Kampung Oesapa dari Siklon Seroja, Kepala BMKG Rencana Perluas Cakupan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan

KOTA KUPANG (21 November 2021) - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, mengunjungi Kampung Nelayan Oesapa, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dihantam Siklon Seroja, April 2021 lalu.

Saat kejadian tersebut tercatat sebanyak 181 korban meninggal di seluruh wilayah NTT akibat Siklon Tropis Seroja. Kampung Nelayan Oesapa merupakan kampung pesisir di bibir pantai namun memiliki data korban jiwa paling minim, karena pemahaman penerimaan pesan tanda-tanda badai dari BMKG mampu diterjemahkan dengan baik.

"Untuk kesekian kalinya kami BMKG meninjau langsung wilayah terdampak Siklon Tropis Seroja di kampung Nelayan Oesapa, Kupang, NTT yang terjadi pada April lalu, untuk mempelajari data-data lokasi yang terdampak bencana," kata Dwikorita.

Dwikorita nampak takjub atas penanganan dan respons masyarakat kampung nelayan karena mampu memitigasi datangnya badai Siklon Seroja dengan baik. Ia mengatakan, kecerdasan masyarakat kampung nelayan dalam memahami gejala akan datangnya siklon tropis, dikarenakan beberapa tokoh kampung nelayan pernah mengikuti Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) yang diselenggarakan oleh BMKG sejak 2017.

Namun, Dwikorita memberikan catatan bahwa ia menyayangkan fasilitas pemenuhan mitigasi bencana di Kampung Nelayan Oesapa masih sangat minim. Ia mencontohkan, perlengkapan dan lokasi untuk pengamanan kapal-kapal dari fenomena siklon tropis belum tersedia, sehingga banyak kapal yang hancur diterpa siklon tropis.

"Jangankan untuk pengamanan kapal, fasilitas untuk mengamankan jiwa untuk evakuasi ketika siklon tropis terjadi saja di kampung ini belum tersedia pada saat itu, namun untungnya inisiatif menggunakan sekolah sebagai lokasi evakuasi mampu menampung banyak masyarakat," jelas Dwikorita.

Dwikorita menerima banyak masukan dari masyarakat untuk terus mengembangkan teknologi dan informasi dalam penanganan badai. BMKG akan kembali menyelenggarakan SLCN secara khusus kepada keluarga nelayan, bukan hanya nelayan saja. Sebab, hal tersebut menurutnya atas masukan dari masyarakat kampung nelayan yang sangat membutuhkan literasi pemahaman mengenai membaca cuaca.

Dwikorita mengaku tergugah untuk menyelenggarakan SLCN lebih luas kepada keluarga nelayan, sebab fenomena cuaca ekstrem bisa datang kapan saja, termasuk ketika para nelayan sedang melaut, sedangkan pada saat bersamaan keluarga masih berada di rumah, sehingga jika keluarga juga memahami tanda-tanda cuaca ekstrem, maka mitigasi bencana hidrometeorologi akan bisa lebih masif dilakukan dalam mengurangi kerusakan dan korban jiwa.

Muhammad Mansur Dokeng atau akrab disapa Dewa selaku Ketua Komunitas Angsa Laut di Kampung Nelayan Oesapa yang juga merupakan alumnus SLCN, memberikan apresiasi kepada BMKG atas inisiatif menggelar SLCN, sehingga mampu menambah literasi kebencanaan.

Dewa juga menekankan, agar para keluarga nelayan di rumah, juga mendapatkan pemahaman literasi dari SLCN, sehingga keluarga nelayan akan tenang jika menghadapi kemungkinan terburuk.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, warga lainnya Moses Nggelu, juga menyampaikan apresiasi kepada BMKG atas perhatiannya kepada para nelayan dan keluarga nelayan. Ia juga berharap BMKG dapat memasang alat mitigasi bencana berupa pemasangan display data cuaca maritim di kampung Oesapa, agar setiap masyarakat dapat memantau kondisi cuaca.

Senada, nelayan lainnya, Romi Mandala berharap kepada pemerintah daerah untuk dapat memasangkan tanda lampu untuk nelayan bersandar kapal di malam hari, sehingga akan mempermudah menemukan lokasi dermaga saat terjadi cuaca ekstrem yang menyebabkan keterbatasan jarak pandang dari tengah laut. Ia mengharapkan kolaborasi BMKG dan pemda dapat mempermudah para nelayan dalam memahami kondisi cuaca yang tidak menentu.

"Kalau perlu juga ada teropong binocular, sehingga kami para nelayan mampu melihat jarak pandang akan lebih mudah saat menghadapi badai," katanya.

BMKG melalui Dwikorita juga terus mengimbau para nelayan dan masyarakat pada umumnya untuk tetap waspada dengan memantau informasi resmi BMKG, sebab diperkirakan peningkatan curah hujan pada akhir tahun ini dan awal tahun nanti akibat La Nina serta Badai Tropis masih akan terjadi, yang berpotensi mengakibatkan bencana hidrometeorologi. (*)

Biro Hukum dan Organisasi
Bagian Hubungan Masyarakat

Instagram : @infoBMKG
Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG
Facebook : InfoBMKG
Youtube : infoBMKG
Tiktok : @infoBMKG

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024