Rapat Pembahasan Prakiraan Musim Kemarau (PMK) Tahun 2022

  • HB Risya
  • 23 Feb 2022
Rapat Pembahasan Prakiraan Musim Kemarau (PMK) Tahun 2022

Jakarta - Kepala BMKG Prof. Ir Dwikorita Karnawati, M.Sc. Ph.D membuka secara resmi kegiatan Rapat Prakiraan Musim Kemarau (PMK) 2022, yang berlangsung secara virtual pada Selasa, (22/2). Rapat Prakiraan Musim Kemarau (PMK) 2022, merupakan kegiatan rutin tahunan yang dilakukan sebagai ajang koordinasi dan sinkronisasi produk prakiraan musim yang dilakukan oleh BMKG Pusat dengan UPT daerah sesuai dengan zona musim masing-masing.

Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim DR. Ir. Dodo Gunawan, DEA dalam laporan Kegiatannya menyampaikan, salah satu target yang akan dicapai dari kegiatan ini adalah Prakiraan Musim Kemarau skala nasional. Hasil prakiraan ini akan digunakan sebagai salah satu indikator kinerja berupa presentase akurasi informasi iklim. Rapat prakiraan musim kemarau 2022 melibatkan para forecaster dari BMKG Pusat, UPT daerah yang terdiri dari Stasiun Klimatologi, Stasiun Meteorologi Kordinator dan Stasiun GAW (Global Atmosphere Watch), serta narasumber dari BNPB dan PT. National Utility Helicopter.

Sedangkan Dr. Urip Haryoko, MSi selaku Plt. Deputi Bidang Klimatologi dalam arahannya mengatakan tentang kondisi Masyarakat saat ini yang menaruh harapan tinggi pada informasi BMKG, oleh sebab itu BMKG juga harus menjaga kepercayaan dengan kualitas layanan yang semakin berkualitas, selain itu perlunya ukuran kualitas layanan yang obyektif dan peningkatan komunikasi dengan Pemda dan pemangku kebijakan untuk antisipasi dampak negatif yang muncul dari hasil prediksi BMKG

Kepala BMKG dalam sambutan Pembukaanya menyampaikan tentang pentingnya Validitas Alat dan Data yang disajikan, dalam rangka Layanan BMKG yang prima. Beberapa variable yang perlu diperhatikan antaralain, Aloptama, Metode, Perawatan Alat, Jaringan Pengamatan dan Komunikasi, Pemrosesan Data, Produksi, serta Pengemasan Informasi.

Dwikorita juga menyinggung tentang pengamatan, pengarsipan dan pengolahan data harus dilakukan dengan teliti dan cermat, karena apabila ada data yang rusak maka akan mengurangi kualitas layanan BMKG nantinya. Disampaikan juga tentang pentingnya penyampaian informasi iklim secara tepat guna, taktis dan mudah dipahami, serta responsif menghadapi isu dan permasalahan terkini terkait iklim yang hangat dibicarakan di masyarakat.

Dalam kesempatan ini, Kepala BMKG juga menyerahkan secara simbolis piagam penghargaan Kepada Stasiun Klimatologi Terbaik Tahun 2021 Kelas I/II yang diraih oleh:

1. Stasiun Klimatologi Kelas II Malang
2. Stasiun Klimatologi Kelas I Banjarbaru
3. Stasiun Klimatologi Kelas I Semarang

Berikutnya piagam penghargaan Stasiun Klimatologi Terbaik Tahun 2021 Kelas III/IV yang diraih oleh:

1. Stasiun Klimatologi Kelas IV Sleman
2. Stasiun Klimatologi Kelas IV Konawe Selatan
3. Stasiun Klimatologi Kelas IV Aceh Besar

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024