Potensi Hujan Meningkat, Waspada Banjir dan Longsor di Beberapa Wilayah Indonesia (26-29 Juni 2018)

  • Humas
  • 25 Jun 2018
Potensi Hujan Meningkat, Waspada Banjir dan Longsor di Beberapa Wilayah Indonesia (26-29 Juni 2018)

Jakarta - Senin (25/6/2018) Kejadian cuaca ekstrem di beberapa daerah seperti banjir bandang di Banyuwangi, banjir di Sulawesi Tenggara dan DKI Jakarta serta longsor di Bogor pada saat musim kemarau menimbulkan banyak pertanyaan di masyarakat.

Menurut Deputi Bidang Meteorologi, Drs. Mulyono R. Prabowo, M.Sc. dalam penjelasannya mengatakan, "Pada saat musim kemarau, hujan dapat dimungkinkan terjadi jika kondisi atmosfer terpenuhi antara lain supplay uap airnya, kelembapan udara yang relatif masih tinggi dan sebagainya.

Kondisi cuaca signifikan beberapa hari ini di sejumlah wilayah, selain pengaruh dinamika cuaca lokal, meningkatnya aktivitas cuaca juga didukung oleh indikasi aktifnya aliran massa udara basah lebih dikenal dengan fenomena skala regional Madden Julian Oscilation (MJO) atau fenomena gelombang atmosfer tropis yang merambat ke arah timur dari Samudera Hindia sebelah barat Sumatera yang masuk ke wilayah Indonesia bagian barat dan tengah.

Kondisi ini juga berkaitan dengan berkembangnya daerah pusaran angin di sekitar wilayah Samudera Hindia barat Sumatra dan Selat Makassar yang memicu pemusatan massa udara, daerah belokan/perlambatan angin dan jalur pertemuan angin (konvergensi) serta dorongan massa udara kering dari wilayah Selatan yang dapat memicu pertumbuhan awan yang signifikan," tambah Prabowo.

Sehingga kondisi tersebut mempengaruhi pola cuaca di wilayah Indonesia dan dampaknya terjadi peningkatan potensi hujan lebat disertai kilat/petir dan angin kencang di wilayah :

  • Aceh
  • Sumatera Selatan
  • Lampung
  • Kep. Bangka Belitung
  • Banten
  • Jawa Barat
  • DKI Jakarta
  • Kalimantan Tengah
  • Kalimantan Selatan
  • Kalimantan Timur
  • Gorontalo
  • Sulawesi Tengah
  • Sulawesi Tenggara
  • Sulawesi Selatan
  • Sulawesi Barat
  • Maluku Utara
  • Maluku
  • Papua Barat

serta potensi gelombang tinggi 2.5 hingga 4.0 meter diperkirakan terjadi di Perairan selatan Jawa hingga NTB, Samudra Hindia barat Kep. Mentawai hingga selatan NTB, Perairan selatan Kep. Sermata hingga Tanimbar, Perairan selatan P. Sumba hingga P. Sawu, Perairan Kupang - P. Rotte, Laut Timor selatan NTT, dan Laut Arafuru.

Masyarakat dihimbau agar tetap waspada dan berhati-hati terhadap dampak yang dapat ditimbulkan seperti banjir, tanah longsor, banjir bandang, genangan, angin kencang, pohon tumbang, dan jalan licin.

Bagi masyarakat yang hendak memperoleh informasi terkini, BMKG membuka layanan informasi cuaca 24 jam, yaitu melalui:

  • call center 021-6546315/18;
  • http://www.bmkg.go.id;
  • follow @infobmkg;
  • atau dapat langsung menghubungi kantor BMKG terdekat.**

Bagian Hubungan Masyarakat BMKG

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024