Perkuat Ketahanan Pangan, BMKG Gencar Edukasi Petani Lewat SLI

  • Ibrahim
  • 13 Jul 2022
Perkuat Ketahanan Pangan, BMKG Gencar Edukasi Petani Lewat SLI

MAGELANG (12 Juli 2022) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terus menggencarkan edukasi bagi para petani lewat program Sekolah Lapang Iklim. Strategi ini dilakukan sebagai bagian dari upaya memperkuat ketahanan pangan nasional sekaligus mengantisipasi dampak perubahan iklim.

"SLI menjadi salah satu bentuk komitmen BMKG untuk turut berperan memperkuat ketahanan pangan nasional dan mewujudkan kedaulatan pangan, kesejahteraan petani dan juga nelayan," ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam acara SLI Operasional di Dusun Marongan, Desa Sukomakmur, Kecamatan Kajoran, Magelang, Jawa Tengah, Senin (11/7).

Dwikorita Karnawati menyebut bahwa petani menjadi kelompok paling rentan terdampak perubahan iklim. Kejadian iklim ekstrem akan menyebabkan kegagalan panen dan tanam, yang berujung pada penurunan produktivitas dan produksi akibat banjir dan kekeringan, peningkatan suhu udara, dan intensitas serangan hama.

SLI diharapkan mampu mendongkrak produktivitas pertanian dan memperkuat ketahanan pangan nasional. Sebab diketahui, petani umumnya telah memiliki kearifan lokal turun menurun mengenai cuaca. Perpaduan keduanya diharapkan dapat meminimalisir dampak buruk yang diakibatkan oleh cuaca dan iklim di kegiatan pertanian.

Dwikorita menyebut bahwa cuaca dan iklim sangat berpengaruh terhadap pertanian dan juga perikanan. Di sektor pertanian, cuaca dan iklim berpengaruh terhadap jenis tanaman yang akan ditanam dan waktu tanam. Begitu pula dengan sektor perikanan, khususnya perikanan tangkap dimana cuaca dan iklim berpengaruh terhadap hasil tangkapan nelayan. Jika cuaca buruk dan terjadi gelombang tinggi, maka nelayan tidak bisa melaut dan hasil tangkapan dipastikan merosot.

"Kondisi cuaca dan iklim harus diperhitungkan betul dalam setiap aktivitas pertanian. Kekeringan yang ekstrem dan curah hujan yang tinggi dapat berdampak buruk pada hilangnya produktivitas tanaman," tuturnya.

Produktivitas Pertanian Meningkat

Sementara itu, dalam kesempatan tersebut Dwikorita juga menyampaikan bahwa SLI yang dilaksanakan di Desa Sukmakmur, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang telah menampakkan hasil nyata. Diketahui, hasil dari pengubinan komoditas sayuran onclang (daun bawang) menghasilkan sebanyak 61, 76 Ton / Hektar dengan usia tanaman sekitar 90 - 100 hari,.

Hasil ini, kata Dwikorita, jauh lebih baik dan maksimal bila dibandingkan dengan hasil panen normal dalam kondisi cuaca/iklim terdampak anomali iklim La Nina dengan intensitas lemah dengan melihat mulai tanam pada akhir bulan Maret (30 Maret 2022) panen (periode masuk musim kemarau yang cenderung basah).

"Berbagai kendala selama penanaman berupa hama dan penyakit seperti keong, ulat, jamur serta kabut tebal dengan kelembaban tinggi yang mengakibatkan pertumbuhan jamur yang amat intensif, dapat diatasi semua dengan Kerjasama petani, PPL dan juga BMKG," terangnya.

Dwikorita optimitis jika SLI semakin digencarkan maka produktivitas pertanian di Indonesia akan semakin meningkat. Dengan begitu mampu membawa kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi para petani yang notabene menjadi tulang punggung pangan nasional. (*)

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024