Peringati Hari Meteorologi Dunia ke-71, BMKG Tingkatkan Observasi Laut Hadapi Perubahan Iklim

  • Hatif Thirafi
  • 24 Mar 2021
Peringati Hari Meteorologi Dunia ke-71, BMKG Tingkatkan Observasi Laut Hadapi Perubahan Iklim

SIARAN PERS

Memperingati Hari Meteorologi Dunia (HMD) ke-71, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) makin menguatkan observasi dan analisis Meteorologi, Klimatologi dan Oseanografi di perairan Indonesia, guna menghadapi berbagai tantangan akibat perubahan iklim.

"Semangat HMD tahun 2021 penting bagi BMKG dan Indonesia dalam rangka penguatan dan peningkatan observasi meteorologi dan iklim yang terintegrasi dengan observasi lautan/ samudra, yang saat ini ditindaklanjuti dengan modernisasi sistem dan peralatan observasi, analisis dan pemodelan meteorologi maritim dengan teknologi terkini," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta, Rabu (24/3/2021).

Hal tersebut sejalan dengan tema HMD tahun ini yaitu "Waspada Cuaca, Peduli Iklim, dan Selamatkan Laut". HMD diperingati setiap 23 Maret, bertepatan dengan terbentuknya Badan Meteorologi Dunia di bawah naungan PBB (World Meteorological Organization /WMO) pada tahun 1950.

Peringatan HMD ini penting pula untuk menyadarkan kita bahwa Perubahan Iklim baik secara global maupun dampak lokalnya benar-benar sedang berlangsung. Deputi Klimatologi BMKG, Herizal menjelaskan bahwa trend kenaikan suhu udara di Indonesia terjadi di sebagian besar wilayah, dengan menggunakan data observasi BMKG (1981-2020) menunjukkan tren positif dengan besaran yang bervariasi dengan nilai sekitar 0.03 °C setiap tahunnya. Sehingga dalam 30 tahun estimasi kenaikan suhu udara akan bertambah sebesar 0.9 °C. Untuk wilayah Indonesia secara keseluruhan, tahun 2016 merupakan tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0.8 °C sepanjang periode pengamatan 1981 hingga 2020. Tahun 2020 sendiri menempati urutan kedua tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0.7 °C, dengan tahun 2019 berada di peringkat ketiga dengan nilai anomali sebesar 0.6 °C. Sebagai perbandingan, informasi suhu rata-rata global yang dirilis World Meteorological Organization (WMO) di laporan terakhirnya pada awal Desember 2020 juga menempatkan tahun 2016 sebagai tahun terpanas (peringkat pertama), dengan tahun 2020 sedang on-the-track menuju salah satu dari tiga tahun terpanas yang pernah dicatat.

Kenaikan suhu tersebut korelatif dengan peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca, terutama konsentrasi CO2. Monitoring yang dilakukan oleh BMKG di stasiun pengamatan Global Atmosphere Watch Bukit Kototabang menunjukkan konsentrasi gas CO2 di Indonesia telah mencapai 411.1 ppm pada tahun awal tahun 2021, meningkat signifikan dibandingkan dengan konsentrasi CO2 di tahun 2004 sebesar 372.1 ppm. Peningkatan konsentrasi ini relatif masih dibawah rata-rata global, yaitu telah mencapai 415.0 ppm pada awal tahun 2021.
Dampak kombinasi antara anomali iklim global yang alamiah seperti La Nina dan El Nino dengan perubahan iklim global akan mengakibatkan hujan ekstrim yang lebih sering, lebih tinggi intensitasnya dan lebih lama durasinya pada saat musim hujan, ataupun kekeringan panjang pada saat musim kemarau, serta naiknya muka air laut.

Proyeksi Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menunjukkan bahwa kenaikan permukaan laut dapat mencapai sekitar 30 cm hingga 60 cm pada tahun 2100, bahkan jika emisi gas rumah kaca berkurang tajam dan pemanasan global dibatasi hingga di bawah 2 derajat celcius sesuai Kesepakatan Paris ( The Paris Agreement). Namun, jika emisi gas rumah kaca terus berlanjut, kenaikannya akan berkisar antara 60 cm hingga 110 cm.

Lautan menggerakkan cuaca dan iklim dunia serta menjadi jangkar bagi ekonomi dan ketahanan pangan global. Perubahan iklim tidak hanya berpengaruh besar terhadap lautan, tetapi juga meningkatkan bahaya bagi ratusan juta orang.

Lebih lanjut Guswanto, Deputi Meteorologi BMKG mengatakan, observasi dan riset maritim yang dilakukan BMKG antara lain melalui Ekspedisi Maritim Indonesia (untuk pengumpulan data cuaca dan iklim di Samudra Hindia bagian Barat Indonesia). BMKG dan berbagai mitra nasional dan internasional juga rutin melakukan Ekspedisi "Years of The Maritime Continent (YMC)", untuk mengamati cuaca dan iklim dengan meningkatkan pemahaman dan prediksi variabilitas lokal hingga global, terutama utk menguak misteri di perairan Benua Maritim Indonesia yang mengontrol interaksi antara Samudra Pasifik dan Samudera Hindia.

BMKG Indonesia juga telah ditunjuk oleh Badan Meteorologi Dunia (WMO), sebagai Steering Committee pada Program Global Ocean Observation System (GOOS), yang berperan untuk menentukan arah dan Kebijakan Sistem Observasi Samudera secara global.

Selain itu, Kepala BMKG juga ditunjuk oleh IOC ( International Ocean Committee) sebagai Chair of Indian Ocean Tsunami Warning System, yang berperan untuk memberikan Peringatan Dini Tsunami bagi 28 negara di Samudra Hindia, serta mengedukasi masyarakat terhadap terhadap langkah-langkah kesiapsiagaan akan ancaman bahaya tsunami.

BMKG juga terus berupaya meningkatkan layanan kepada masyarakat diantaranya dengan menyelenggarakan program Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) yang merupakan kegiatan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan nelayan terhadap informasi cuaca maritim guna mendukung kegiatan sektor perikanan dan kelautan; Sekolah Lapang Iklim (SLI) yakni kegiatan kerjasama antara BMKG dengan Pemerintah Daerah bertujuan sebagai mekanisme dalam menjembatani informasi iklim dari BMKG sebagai penyedia dengan petani sebagai end-user; serta Sekolah Lapang Geofisika (SLG), program yang dibangun agar seluruh komponen masyarakat paham dan mampu melakukan penyelamatan diri terhadap bencana gempa bumi dan tsunami, sehingga meminimalisir korban jiwa maupun korban materiil.

Pada perayaan HMD tahun ini, BMKG menyelenggarakan beberapa kegiatan antara lain The 2nd International Conference On Tropical Meteorology and Atmospheric Science (ICTMAS) yang berupa seminar sains dan atmosfer tingkat internasional yang dilaksanakan pada tanggal 23 - 25 Maret 2021.

BMKG juga meluncurkan beberapa aplikasi informasi terbaru yang berkaitan dengan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika beberapa diantaranya yaitu Aplikasi SIAM ( System of Indonesian Aviation Meteorology) yang berbasis web untuk layanan informasi lengkap mengenai cuaca yang dibutuhkan pada layanan penerbangan, kemudian Ina-WIS, Ina-OPSMAR, dan Ina-Drift yang ketiganya berfungsi untuk peningkatan layanan informasi cuaca maritim di wilayah perairan Indonesia.

BMKG juga akan segera mengumumkan hasil dari Prakiraan Musim Kemarau tahun 2021. Pelaksanaan HMD kali ini juga diikuti program SLCN secara serentak di 9 lokasi yaitu di Palu, Padang, Lampung, Paotere, Lombok, Semarang, Ambon, Denpasar, dan Pontianak.

Bagian Hubungan Masyarakat
Biro Hukum dan Organisasi

Instagram : @infoBMKG
Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG
Facebook : InfoBMKG
Youtube : infoBMKG

#WaspadaCuaca
#KenaliIklim
#SelamatkanLaut

https://www.bmkg.go.id/

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024