Kapan Awal Musim Hujan 2022? Ini Prakiraan Lengkap BMKG

  • Hatif Thirafi
  • 01 Sep 2022
Kapan Awal Musim Hujan 2022? Ini Prakiraan Lengkap BMKG

SIARAN PERS

JAKARTA (31 Agustus 2022) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan musim hujan pada tahun 2022/2023 akan datang lebih awal dibandingkan normalnya.

Diprakirakan, awal musim hujan di Indonesia akan terjadi di bulan September hingga November 2022 dengan puncak musim penghujan diprakirakan terjadi di bulan Desember 2022 dan Januari 2023. Sedangkan, Fenomena La Nina diprakirakan akan terus melemah dan menuju netral pada periode Desember 2022 - Januari 2023. Dan, Fenomena IOD (Indian Ocean Dipole) diprakirakan akan tetap negatif hingga November 2022.

"Kombinasi dari kedua fenomena tersebut (La Nina dan IOD Negatif) diprakirakan akan berkontribusi pada meningkatnya curah hujan di Indonesia," ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam Konferensi Pers Prakiraan Musim Hujan 2022/2023 di Jakarta, Rabu (31/8/2022).

Dwikorita menyampaikan, prakiraan awal musim hujan ini merupakan hasil dari analisis zona musim terupdate (ZOM9120) yang telah dilakukan BMKG untuk menjamin dan memastikan prakiraan musim penghujan di Indonesia menjadi lebih akurat dan tepat.

Zona musim terupdate (ZOM9120) ini, kata dia, merupakan hasil dari kegiatan Pemutakhiran Zona Musim berdasarkan Normal Curah Hujan periode 1991-2020. Untuk diketahui, hasil Pemutakhiran Zona Musim (ZOM9120) menunjukkan adanya penambahan zona musim di masing-masing pulau besar di seluruh Indonesia. Pada awalnya, Zona Musim (ZOM) di Indonesia terdiri dari 342 ZOM dan 65 NONZOM, dengan total 407 zona.

Saat ini berdasarkan update atau pembaharuan zona musim yang dilakukan BMKG, terdapat sekitar 699 Zona Musim dengan jumlah 583 ZOM yang memiliki dua musim atau lebih (sebelumnya hanya disebut ZOM saja), dan 116 ZOM yang memiliki satu musim (sebelumnya disebut NONZOM). ZOM9120 tersebut tersebar di wilayah Sumatera 156 ZOM, Jawa 193 ZOM, Kalimantan 67 ZOM, Bali 20 ZOM, Nusa Tenggara Barat 27 ZOM, Nusa Tenggara Timur 28 ZOM, Sulawesi 104 ZOM, Maluku 40 ZOM dan Papua 64 ZOM.

Dwikorita menerangkan, dari total 699 ZOM di Indonesia, sebanyak 114 ZOM (16,31%) diprakirakan akan mengawali Musim hujan bulan September 2022, meliputi sebagian Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Sebanyak 175 ZOM (25,03%) akan memasuki musim hujan pada bulan Oktober 2022, meliputi sebagian Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Sementara sebanyak 128 ZOM (18,31%) akan memasuki Musim Hujan pada bulan November 2022, meliputi Sumatea, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Sedangkan untuk ZOM lainnya, awal Musim Hujan tersebar pada bulan Juli - Agustus 2022, Desember 2022 serta Januari - Mei 2023.

Jika dibandingkan terhadap rerata klimatologis, awal musim hujan (periode 1991-2020), maka awal musim hujan 2022/2023 di Indonesia diperkirakan MAJU pada 325 ZOM (46,5%), SAMA DENGAN NORMAL-nya pada 125 ZOM (17,9%) dan MUNDUR (terlambat dibandingkan normalnya) pada 76 ZOM (10,8%).

Saat ini terdapat 60 ZOM (8,6%) yang sudah mengalami musim hujan meliputi Riau bagian selatan, sebagian Sumtera Selatan, Bengkulu bagian selatan, Jawa Barat bagian selatan, Kalimantan Barat bagian selatan, Kalimantan Tengah bagian timur, Kalimantan Selatan bagian selatan, Sulawesi Tenggara bagian utara, Maluku Utara bagian utara, sebagian Maluku dan sebagian Papua Barat. Selain itu, terdapat sebanyak 113 ZOM yang mengalami periode musim hujan sepanjang tahun.

Lantas seperti apa sifat hujan pada musim hujan 2022/2023 ini? Dwikorita menjelaskan bahwa jika dibandingkan terhadap rerata klimatologis akumulasi curah hujan musim hujan (periode 1991-2020), secara umum kondisi musim hujan 2022/2023 diprakirakan NORMAL atau SAMA dengan rerata klimatologisnya pada 478 ZOM, kemudian sejumlah 185 ZOM akan mengalami kondisi hujan ATAS NORMAL (MUSIM HUJAN LEBIH BASAH atau lebih tinggi dari rerata klimatologis) dan 36 ZOM akan mengalami kondisi hujan BAWAH NORMAL (MUSIM HUJAN LEBIH KERING, atau lebih rendah dari rerata klimatologisnya).

Dwikorita menuturkan, prakiraan musim hujan yang dikeluarkan BMKG ini dapat dimanfaatkan oleh stakeholder di pusat maupun daerah sebagai pedoman perencanaan kegiatan di berbagai sektor, seperti awal musim tanam, termasuk antisipasi potensi kebencanaan.

BMKG, lanjut Dwikorita, mengimbau seluruh kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah dan stakeholder serta masyarakat untuk tetap mewaspadai wilayah-wilayah yang akan memasuki musim hujan lebih awal/maju dibanding normalnya dan wilayah yang diprakirakan akan mengalami musim hujan lebih basah dari normalnya. Utamanya terhadap kemungkinan dampak musim hujan dengan menyiapkan penanganan dan mitigasi kemungkinan terjadinya bencana, terutama di wilayah yang rentan terhadap bencana banjir.

"Pemerintah daerah dapat lebih optimal melakukan pemeliharaan, perbaikan, dan normalisasi aliran sungai, daerah tampungan air, dan drainase beserta fasilitas penunjang lainnya. Selain itu, pemerintah dapat melakukan penyuluhan pembuatan daerah dan sumur resapan di sekitar pemukiman rawan terdampak bencana banjir," pungkasnya.

Turut hadir dari konferensi pers tersebut Deputi Bidang Meteorologi Guswanto, Deputi Geofisika Suko Prayitno Adi, Plt. Deputi Klimatologi Urip Haryoko, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Dodo Gunawan, Kepala Pusat Iklim Terapan Ardhasena Sopaheluwakan. (*)

Biro Hukum dan Organisasi
Bagian Hubungan Masyarakat

Instagram : @infoBMKG
Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG
Facebook : InfoBMKG
Youtube : infoBMKG
Tiktok : infoBMKG

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024