Gempabumi Lombok, Tinggalkan Coretan

  • Dwi Rini
  • 31 Jul 2018
Gempabumi Lombok, Tinggalkan Coretan

Minggu (29/7), Untuk mengawal keselamatan dan menenangkan warga yang masih trauma akibat gempa bumi yang mengguncang Lombok dan Sumbawa dengan kekuatan 6.4 SR pada hari Minggu 29 Juli BMKG dikoordinasikan langsung oleh Kepala Badan Dwikorita Karnawati, melakukan pemantauan gempa-gempa susulan dan survei lapangan di daerah sekitar episenter sejak hari-H kejadian gempa. Dari hasil survei ini dapat terpantau langsung di lapangan bhw kekuatan dan frekuensi (kerapatan waktu) antar kejadian gempa susulan cenderung makin melemah. Selain itu juga dilakukan "fact finding" untuk memvalidasi hasil analisis posisi episenter dan prediksi sebaran tingkat guncangan gempa, serta korelasinya terhadap tingkat kerusakan bangunan.

Hasil survei ini sangat diperlukan untuk memandu penanganan lanjut terhadap kerusakan bangunan dan proses rekonstruksi/rehabilitasinya, terutama utk menetapkan desain dan lokasi bangunan yang lebih tepat dan aman di kawasan rentan gempabumi. Dwikorita menekankan pentingnya survei dan pengukuran - pengukuran magnitudo dan percepatan tanah akibat gempa-gempa susulan tersebut agar kedepannya kita dapat membangun rumah, gedung atau infrastruktur dengan sktruktur bangunan yang tepat dan lebih kokoh di daerah rentan gempa, yang akhirnya dapat mengurangi risiko kerusakan bangunan/infrastruktur dan korban jiwa.

"Dari hasil survei ini, masih cukup banyak ditemukan struktur bangunan yang tidak/kurang tepat, terutama dijumpai pada rumah-rumah yang rusak atau runtuh akibat guncangan gempabumi. Maka diharapkan kedepannya perlu diperhatikan struktur bangunan dan pondasi bangunan yang tepat, seperti tulangan atau kolom bangunannya, serta bahan/ material bangunan yg dipakai," imbuh Dwikorita.

Mengapa banyak bangunan yang runtuh akibat gempa bumi? Mungkin pertanyaan ini menjadi bahan refleksi kita, selain disebabkan dari kekuatan (magnitudo) gempabumi itu sendiri, kedalaman dan jarak dari pusat gempa, juga sangat penting untuk memperhatikan bagaimana konstruksi bangunannya, serta kondisi batuan/kondisi geologi setempat, mengingat wilayah Indonesia merupakan wilayah rentan gempabumi, yg dikontrol oleh tumbukan 3 lempeng tektonik aktif, yaitu lempeng Samodrah Indo-Australia dari arah Selatan menunjam ke Lempeng Benua Eurasia, serta tumbukan oleh Lempeng Samodra Pasifik dari arah Timur ke Benua Eurasia. Selain itu kehadiran sesar-sesar aktif (pergeseran blok atau busur batuan penyusun kulit bumi) juga berperan memicu terjadinya gempabumi.

Catatan Gempabumi Lombok

Senin siang, Kepala BMKG bersama tim melakukan kegiatan survei ke beberapa desa,seperti Desa Sambikelen yang merupakan salah satu desa yang mengalami kerusakan bangunan. Bahkan di salah satu RT mereka, gempa yang lalu memakan korban jiwa, salah satunya adalah Keluarga Bapak Rodi dimana ayah dan salah satu anaknya tewas.

Bu Rodi pun menceritakan kepada Kepala BMKG, Dwikorita yang saat itu mengunjungi rumah-rumah penduduk. Bu Rodi dengan wajah yang masih menyimpan rasa sedih menceritakan detik-detik getaran gempa bumi datang menyapa mereka.

Anak mereka yang sedang tidur terlelap pun tidak sempat menyelamatkan diri, karena kejadian yang sangat pagi dan rumah mereka yang tidak kokoh sehingga sangat mudah runtuh akibat guncangan gempa bumi.

Miris melihat kondisi mereka, rumah yang seharusnya menjadi tempat yang nyaman untuk ditempati, tetapi tidak diperhatikan konstruksi bangunan. Hal inilah yang menjadi renungan kita bersama untuk lebih memperhatikan hal-hal yang sederhana yang selama ini mungkin terlupakan. Selama ini, masih berfikiran terkait biaya bahan baku pembangunan rumah yang terpenting dapat dihuni, tanpa memperhatikan faktor-faktor keselamatan.

Dari perjalanan survei siang itu yang sangat terik, Kepala BMKG pun meninjau 5 lokasi pengungsian, di berbagi tingkat RT yang menampung beberapa KK (Kepala Keluarga). Berdasarkan Kepala Desa, bahwa terdapat 325 jiwa pengungsi.

Sadarkah kita bahwa bencana alam mengintai kita?lantas apakah kita hanya "berpasrah?'Kesiapan terhadap bencana alam yang harus terus dibudayakan melalui sosialisasi dan edukasi publik secara menerus, yg disertai dengan praktek-praktek gladi siaga dan evakuasi gempabumi, juga merupakan kunci pengurangan risiko bencana gempa selain kewajiban untuk memperketat penerapan "Building Code" bangunan tahan gempa di lokasi rentan. Seluruh upaya mitigasi tersebut tentunya perlu dilakukan bersama oleh berbagai pihak mulai dari Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah, bahkan hingga tingkat Desa, dg melibatkan pihak Swasta ataupun Filantropi, Akademisi/Pendidik, Peneliti, Masyarakat, dan Media.

Gempabumi Terkini

  • 20 Mei 2024, 20:42:24 WIB
  • 4.6
  • 22 km
  • 7.69 LS - 106.42 BT
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →
  • Pusat gempa berada di laut 79 km BaratDaya Kabupaten Sukabumi
  • Dirasakan (Skala MMI): III Sindangbarang, III Nagrak, III Cibinong, III Cipamingkis, III Surade, III Jampang, II - III Cigaru, II-III Simpenan, II - III Kabupaten Sukabumi
  • Selengkapnya →

Siaran Pers

Punya Banyak Manfaat, BMKG Berbagi Praktik Baik Teknologi Modifikasi Cuaca dengan TunisiaBali (20 Mei 2024) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) memberikan dampak positif di tengah laju perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan Dwikorita pada saat pertemuan Bilateral dengan Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati. "Seiring intensitas cuaca ekstrem yang tinggi memang negara kita (Indonesia-red) banyak menderita akibat bencana yang diakibatkannya dan itulah mengapa TMC menjadi salah satu pendekatan mitigasi yang bisa dilakukan pada saat kita terancam," kata Dwikorita di Posko TMC Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, Minggu (19/5). Dwikorita menjelaskan bahwa TMC dapat dilakukan untuk memitigasi bencana seperti cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Misalnya, Indonesia pernah mengalami cuaca esktrem yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada 2015, 2016, dan 2019 di mana banyak wilayah yang mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Akibat kejadian tersebut, kata dia, banyak kerugian yang disebabkan dan membuat masyarakat menderita. Oleh karenanya, berdasarkan hasil analisis BMKG pada saat El Ni�o tahun 2023, BMKG telah belajar banyak dan memanfaatkan TMC sebagai bentuk mitigasi terhadap dampak bencana yang dihasilkan. Diterangkan Dwikorita, pada saat El Nino, sering kali terjadi penurunan air tanah sehingga menciptakan lahan yang sangat kering dan sangat sensitif terhadap kebakaran hutan. Secara alami, jika dahan pohon saling bergesekan, maka kebakaran pun bisa terjadi. "Nah, TMC bisa digunakan untuk mengantisipasi kebakaran tersebut dengan menyemai awan-awan di wilayah yang rentan mengalami kebakaran hutan dan lahan. Data yang dimiliki BMKG, Terdapat sekitar 90 atau 80% pengurangan kebakaran hutan," ujarnya. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa BMKG telah melakukan cloud sheeding selama lima hari untuk menangani bencana hidrometeorologi banjir bandang dan banjir lahar hujan di Sumatra Barat. Sebanyak 15 ton garam disemai di wilayah Sumatra Barat untuk menahan intensitas hujan yang cukup tinggi dan berpotensi membawa material vulkanik sisa letusan Gunung Marapi. TMC dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi intensitas hujan di lereng Gunung Marapi dan memudahkan pencarian korban hilang. Seto menegaskan bahwa TMC sangat penting untuk menyelamatkan hidup manusia, menjamin kemakmuran, dan kesejahteraan manusia karena membantu produksi pertanian di daerah kering. Oleh karenanya usaha ini harus terus dilakukan secara kolektif. Sementara itu, Menteri Agrikultur, Sumber Daya Hidraulik, dan Perikanan Tunisia Abdelmonaam Belaati mengampresiasi kemampuan BMKG dalam melakukan TMC. Menurutnya, TMC merupakan pekerjaan yang sangat baik demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Abdelmonaam bercerita, Tunisia mencatat kekeringan selama 5-7 tahun yang menyebabkan pasokan air berkurang. Dan oleh karenanya, dengan kunjungan ke Indonesia, Tunisia ingin mencari solusi bagaimana TMC bisa dilakukan dengan efektif. Saat ini untuk menanggulangi persoalan tersebut Tunisia sedang melakukan desalinasi air laut atau proses menghilangkan kadar garam dari air sehingga dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Juga sedang mencoba memikirkan bagaimana bisa menggunakan air bekas dan air olahan. "Dan solusi lainnya adalah bagaimana bisa melakukan modifikasi cuaca. Bagaimana kita bisa mendatangkan hujan ke suatu negara. Itu sangat penting dan itulah sebabnya kami ada di sini hari ini dan berharap dapat terus bekerja sama," pungkasnya. (*) Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Instagram : @infoBMKG Twitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKG Facebook : InfoBMKG Youtube : infoBMKG Tiktok : infoBMKG

  • 20 Mei 2024